Mohon tunggu...
Nita Harani (Syamsa Din)
Nita Harani (Syamsa Din) Mohon Tunggu... Guru - Guru Madrasah Ibtidaiyah

I'm Nothing Without Allah SWT. Guru Madrasah Ibtidaiyah. pengagum senja, penyuka sastra. Love to read, try to write, keep hamasah.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Badai di Hati Saprol

20 April 2018   16:34 Diperbarui: 20 April 2018   16:45 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
adoeen.blogspot.co.id

            "Doa sampeyan juga Bukne" Bapak mengusap wajah menghilangkan kantuk lalu bangkit

            Usai sholat Subuh, Saprol berkemas memasukkan beberapa potong pakaian ke dalam tas bahan kain dengan gambar sang maestro. Tas sudah siap, Saprol berdiri di depan cermin kusam, mendapati wajahnya yang tak biasa. Rambut gondrong itu dipangkas habis.

            "Mak, Saprol pamit" Saprol mendekati maknya yang tengah menyeduh teh di dapur

            "Pamit?" Emak menatap lekat tas saprol

            "Iya mak, sudah saatnya, Burhan mau pulang ke Sumatera pagi ini, dia menawari Saprol untuk merantau, Saprol mau coba menjejakkan kaki di tanah Sumatera mak, Saprol usahakan nanti pulang bawa menantu yang lebih baik dari Zurai untuk Mak dan Bapak" Saprol meraih tangan Emaknya yang dingin.

            "Maafkan Saprol Mak" suara Saprol tertahan, air matanya mengalir. Bapak mengintip dari balik tirai kamar menahan isak pula, ingin benar ia keluar dan memeluk Saprol.

            "Ah..bujangku yang keras ini ternyata bisa melankolis juga" Batin Bapak.

            "Pak, Saprol berangkat" Saprol pamitan dengan bapaknya dari balik tirai kamar, tak ada jawaban dari Bapak, hanya terdengar isak yang tertahan. Tak ada kata -- kata dari emak untuk melepas anak bujangnya yang ingin merantau tiba -- tiba. Tapi, ada rona bahagia yang tersirat di wajah tua Emak. Saprol melangkah mantap meninggalkan pelataran rumah

            "Tin..tin.." mobil Pick up hitam yang mengangkut sayur ke kota menepi di hadapan Saprol.

            "Ayo Prol!" teriak Burhan.

            Saprol menoleh sekali ke rumahnya, lalu bergegas melompat ke mobil. Pick up hitam itu melaju kencang membelah kabut yang masih menyelimuti Tempur Sari. Angin pagi terus menampar wajah Saprol. Ada ruang kosong yang menjelma di sudut hati, lantaran meninggalkan rumah dengan perasaan yang mengambang. Tapi, Saprol yakin badai itu akan segera menepi.

Palembang, 9 April 2018, 22 Rajab 1439 H

Teruntuk diriku, tanpa usaha dan doa yang serius

Kau tak kan mendapatkan apa - apa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun