Damai, berdamailah Wahai Aku, Kita Semua, Kita Bersama
Bukankah damai itu indah?.
Demikian juga dengan adanya damai sebgaimana yang sering didengungkan,
Damai di bumi damai di hati. Dihatiku, dihatimu, di hati kita semua, kita bersama.
Namun, adakah damai itu di hatiku, kita semua, kita bersama?.
Damai itu tidak lain tentang aku, kita semua, kita bersama.Â
Aku sering bertanya tentang diriku, mungkin juga kita semua secara bersama pula kenapa kita jarang berdamai.
Sudahkah aku, kita semua berdamai untuk tidak lagi sering membuat gaduh, hingga mengaduh.
Inginku Damai, karena aku ingat perang yang tak kunjung padam. Bara itu seolah selalu terpercik,
Perang itu terjadi pada diriku, kita semua, kita bersama pula
Perang itu inginku tak lagi dan tak akan terjadi.
Tak sedikit perang yang kumaksud,
Perang terhadap godaan dalam diri,
Perang melawan rasa malas,
Perang itu terkadang pula menjadi perangkap.
Perangkap nafsu tetapi bukan birahi.
Perangkap itu sekiranya kita bisa mengira tentang dokma yang menggila,
Para penjaja iklan, penjaja rokok, penjaja cinta hingga neraka.
Maaf, kata awal menuju damai
Memaafkan diri, memaafkan sesama, memaafkan kita bersama,
Berdamailah dengan hati yang kerap kali emosi hingga egois.
Mengikis para pengungkap hal tabu menjadi seru.
Mungkinkah kita berdamai untuk diri?.
Bagi sesama?. Bagi kita semua?. Bagi Bangsa Indonesia tercinta.
Mengingat damai itu indah sebab bisa membungkus satu kesatuan,
walau berbeda tetapi tetap satu jua.
Indonesia damai dengan semangat kebinekaan
Saling toleransi dalam bingkai
Harmoni satu jiwa bersama, Indonesia Raya
Kesatuan yang utuh untuk saling menghargai semua untuk meraih mencapai damai
Tanpa terkecuali, sayang jika tercerai berai.
Semoga saja..
By : Petrus Kanisius- Yayasan Palung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H