Kami hanya berpijak kaki pada lantai kasar seirama nada rasa yang tak karuan.
Kami hanya mendengar nyanyian senduh yang selalu memaksa kami tuk berbalik pada kesakitan kemarin.
Luka kami pun semakin menganga, parah bahkan deruhnya mewarnai keharusan bahagia hari ini.
Kami hanya berkaroke, bertik-tok, sekedar mengelabui situasi kesenduhan yang berdiam di penghujung nubari. Ini dingin dan semakin keram.
Kami bers-selfie untuk menyembunyikan kekakuan wajah-wajah kering ini.
Kami hanya bernyanyi tetapi bukan penyanyi otentik yang menunjukkan kebolehannya.
Bodohnya lagi suara kami harus didengar begitu nyaring oleh penjaga malam.
Bodohnya suara kami harus mengusik kenyaman hati dan telinga pertiwi sehingga orang menyebut kami orang yang haus dengan bahagia.
Kami harus makan dari piring plastik kehampaan dan mimun dari gelas kekecewaan yang tak berbentuk.
Bodohnya karena ekspresi kekeraman ini harus diungkapkan. Kepalsuan ini harus digemakan.
Mengapa?