Amukan Rokatenda memkasa mereka harus mengungsi. Konsekuensi dari mengungsi (berpindah) bukan saja soal merelakan kerenggangan atas kekerabatan budaya yang menjadi nadi persuadaraan tetapi juga perkara melepaskan rumah, alat tenun, ternak, kebun yang merupakan jantung ekonomi bagi mereka.
Padahal masyarakat Palue rata-rata mencari keberuntungan hidup melalui usaha-usaha ini dan selebihnya terpaksa harus pergi merantau untuk mengadu nasib di negeri seberang demi memperbaiki kondisi hidup mereka yakni membangun rumah dan merubah keterbelakangan dengan menyekolahkan anak-anak mereka.
Secara sosial, konteks penanjakan taraf hidup akan terhambat bila setiap segmennya berjalan tidak harmonis. Gejala ketidakharmonisan itu dipengaruhi oleh perubahan dengan intesitas yang tertentu. Perubahan yang signifikan menggerus kemapanan dan memporak-porandakan agenda kehidupan yang telah dibentangkan. Â
Coba kita bayangkan, bagi orang kebanyakan perubahan untuk kemajuan manusia saja selalu terendus berbagai pertentangan bahkan ditolak. Apalagi gejolak Rokatenda yang mendekap orang-orang Palue di wilayah pengungsian. Kemudian digempuri gelombang virus corona yang mematikan saat ini.
Bagaimana menderitanya orang-orang Palue yang mau tidak mau harus menerima musibah-musibah ini. Apa lagi kedua bencana ini secara langsung menggiring ke permukaan sisi negatif yang begitu tajam bagi kehidupan mereka yang memastikan pengadaptasian yang tepat. Miris lagi sakit bukan!
Narasi JNE sebagai Penyambung Harapan Bahagia
Kita sanggup melukis neraka dengan teratur dengan fakta dunia yang diamati. Namun kita dalam kesulitan besar untuk melukis surga dan kebahagiaan karena dunia kita sangat minim menawarkan bahan-bahan untuk itu. (Dante)
Sepenggal kalimat Dante dalam tulisannya "Divina Comedia" sebagaimana dikutib diatas terbaca dan terasa pesimistis. Seolah-olah dunia ini hanya sebagai panggung yang dihiasi dengan berbagai keburukan yang minim kebaikan. Â Â Â Â
Menurut saya ungkapan Dante sebenarnya menggugat soal egoisme akut yang berkemah nyaman dalam diri kita. Egoisme itu akar. Suatu akar yang akan memberi cabang dan buah-buah busuk yang tak layak disajikan dan dinikmati publik.
Jika dunia ini dibangun berdasarkan tendensi, motivasi dan karakter egoisme maka litani merdu Dante harus diafirmasi dan catatan hitam penderitaan mendapat tempat dalam agenda harian kita.