Mohon tunggu...
Viator Henry Pio
Viator Henry Pio Mohon Tunggu... Freelancer - Fakta : Proyek Agung Pikiran dan Kata

Start by doing what's necessary; then do what's possible; and suddenly you are doing the impossible

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

JNE, Solusi Humanis Melukis Bahagia

31 Desember 2020   20:32 Diperbarui: 28 April 2021   11:53 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Amukan Rokatenda memkasa mereka harus mengungsi. Konsekuensi dari mengungsi (berpindah) bukan saja soal merelakan kerenggangan atas kekerabatan budaya yang menjadi nadi persuadaraan tetapi juga perkara melepaskan rumah, alat tenun, ternak, kebun yang merupakan jantung ekonomi bagi mereka.

Padahal masyarakat Palue rata-rata mencari keberuntungan hidup melalui usaha-usaha ini dan selebihnya terpaksa harus pergi merantau untuk mengadu nasib di negeri seberang demi memperbaiki kondisi hidup mereka yakni membangun rumah dan merubah keterbelakangan dengan menyekolahkan anak-anak mereka.

Kondisi rumah-rumah pengungsi Rokatenda di Hewuli, kecamatan Alok Barat, Maumere (dokpri)
Kondisi rumah-rumah pengungsi Rokatenda di Hewuli, kecamatan Alok Barat, Maumere (dokpri)
Seperti jatuh tertimpah tangga itulah kebringasan tahun 2020 bagi warga Palue. Soal kemelaratan karena Rokatenda belum tuntas terjawab kini gejolak pandemi kembali mengeropos sendi-sendi pertahanan hidup mereka. Sadisnya lagi mereka harus mengalaminya di tanah pengungsian.

Secara sosial, konteks penanjakan taraf hidup akan terhambat bila setiap segmennya berjalan tidak harmonis. Gejala ketidakharmonisan itu dipengaruhi oleh perubahan dengan intesitas yang tertentu. Perubahan yang signifikan menggerus kemapanan dan memporak-porandakan agenda kehidupan yang telah dibentangkan.  

Coba kita bayangkan, bagi orang kebanyakan perubahan untuk kemajuan manusia saja selalu terendus berbagai pertentangan bahkan ditolak. Apalagi gejolak Rokatenda yang mendekap orang-orang Palue di wilayah pengungsian. Kemudian digempuri gelombang virus corona yang mematikan saat ini.

Bagaimana menderitanya orang-orang Palue yang mau tidak mau harus menerima musibah-musibah ini. Apa lagi kedua bencana ini secara langsung menggiring ke permukaan sisi negatif yang begitu tajam bagi kehidupan mereka yang memastikan pengadaptasian yang tepat. Miris lagi sakit bukan!

Narasi JNE sebagai Penyambung Harapan Bahagia

Kita sanggup melukis neraka dengan teratur dengan fakta dunia yang diamati. Namun kita dalam kesulitan besar untuk melukis surga dan kebahagiaan karena dunia kita sangat minim menawarkan bahan-bahan untuk itu. (Dante)

Sepenggal kalimat Dante dalam tulisannya "Divina Comedia" sebagaimana dikutib diatas terbaca dan terasa pesimistis. Seolah-olah dunia ini hanya sebagai panggung yang dihiasi dengan berbagai keburukan yang minim kebaikan.       

Menurut saya ungkapan Dante sebenarnya menggugat soal egoisme akut yang berkemah nyaman dalam diri kita. Egoisme itu akar. Suatu akar yang akan memberi cabang dan buah-buah busuk yang tak layak disajikan dan dinikmati publik.

Jika dunia ini dibangun berdasarkan tendensi, motivasi dan karakter egoisme maka litani merdu Dante harus diafirmasi dan catatan hitam penderitaan mendapat tempat dalam agenda harian kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun