Mohon tunggu...
Pingkan Hendrayana
Pingkan Hendrayana Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan

Menyukai dunia organisasi dan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Langkah Politik

6 November 2024   11:27 Diperbarui: 6 November 2024   11:48 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ya, antara setia atau mengamankan suami agar tidak diambil orang atau mengambil istri orang, hahaha...." Tawa kami pun pecah dan tak sadar kalau beberapa orang di samping kami mengalihkan pandangannya ke kami.

"Mas Bud, istrinya itu apa benar orang sini? Saya dengar kok orang sini to." Tanyaku untuk mengobati penasarankau.

"Walah iya, benar sekali. Dia Bu Ningsih, tetangga desaku. Dia kuliah dan menikah di luar kota. Sekarang menetap di Jakarta." Penjelasannya sama dengan pak Mijan. Tapi Mas Budi kelihatannya lebih tahu karena rumahnya tetangga desa.

"Umurnya jauh di bawah njenengan ya, Mas?" tambahku.

"Iya lah, mungkin seumuran kamu Mas Er. Dia dulu SMA nya masih di sini, kalau tidak salah di SMA Negeri 2 Buwana." Pak Budi terus memberikan cerita.

Tepat sudah prediksiku. Pasti dia Ningsih teman satu kelasku waktu SMA. Kami satu kelas di kelas satu dan dua. Kami berpisah di kelas tiga, saya di jurusan IPA dan dia di IPS. Tepat sudah. Dalam hati kecilku berbicara sendiri.

Dulu dia merupakan perempuan yang berbeda dengan teman-teman satu kelasku. Pendiam tapi sangat mahir berbahasa Inggris. Sering sekali guru kesulitan menjawab pertanyaan dari Ningsih, karena pertanyaannya sudah terlalu jauh dan belum dipersiapkan oleh guru kami. 

Padahal kalau kita tahu, Ningsih ini tidak pernah ikut bimbingan belajar di manapun mengingat tidak ada biaya untuk itu. Berangkat ke sekolah pun dia menggunakan sepeda "jengki" buntut yang berhias karatan di beberapa bagiannya.

Aku benar-benar yakin bahwa perempuan yang ada di samping pak Raditya itu adalah teman satu kelasku saat SMA. Dia pun pasti tidak akan lupa denganku karena saat itu aku menjadi ketua dan termasuk bintang kelas. 

Sering juga aku menolongnya dan mencoba memberi solusi saat dia ada kesulitan. Berbekal itulah, keyakinanku tumbuh jika dia melihatku pasti akan menyapa dan mengajak berbicara panjang untuk sejenak mengingat masa silam dan mengenalkan pada suaminya. Biasa, inilah salah satu bagian dari strategi permainan dalam partai politik.

Segera ku atur posisi yang nyaman agar dapat dilihat oleh Bu Ningsih. Sejenak kulupakan Pak Budi yang sedari tadi memberikan banyak informasi yang aku butuhkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun