"Pak, perempuan yang berada di samping pengurus pusat itu siapa ya?" tanyaku kepada pak Mijan, salah satu ketua pengurus kecamatan yang kebetulan berada di sampingku.
"Bukannya itu istrinya Pak Raditya pengurus pusat, Mas?" pak Mijan memberitahukan dengan nada balik bertanya.
"Iya, to. Orang mana Pak? Kok kelihatannya saya tidak asing dengan wajah itu." Tambahku menggali informasi kepada pak Mijan yang merupakan senior di partai walaupun dalam kariernya dari dulu tetap sebagai ketua di tingkat kecamatan. Kami mencoba terus berdiskusi pelan sambil berbisik.
"Lho iya Mas, dia sering mendampingi suaminya saat kunjungan partai. Dengar-dengar aslinya dia orang sini, kabupaten Buwana. Hanya saja dia kuliah di luar kota dan menikah hingga sekarang menetap di Jakarta." Penasaranku terus menjadi-jadi. Keinginanku untuk membongkar rasa penasaranku terus membuncah.
Aku mencoba untuk berpindah tempat sebelum tamu dari pusat berjalan tepat di depanku. Beberapa kali aku memposisikan badanku dekat orang yang berbeda-beda. Saat kutanya, semuanya tidak tahu. Tapi kulihat di seberang sana ada pak Budi, dia adalah wakil sekretaris partai. Pelan-pelan aku mendekat padanya.
"Mas Bud, kenapa kok di sini? Kenapa kok tidak bersama pak Ketua mendampingi pengurus pusat?" tanyaku sedikit heran. Banyak orang yang memanggil beliau dengan sebutan "Pak", tapi aku sudah terlanjur terbiasa memanggil "Mas" walaupun beliau seumuran Bapakku.
"Ah nggak Mas, sudah banyak kok yang mendampingi pengurus pusat. Jadi saya di sini saja mendampingi mas Erlangga," beliau menjawab sambil tertawa. Inilah khas beliau, jarang mau muncul di permukaan tapi humoris dan sangat dekat dengan konstituen manapun. Mas Budi memang mantap, dalam hati kecilku.
"Walah Mas Bud bisa saja," jawabku sambil menyambung tawanya.
"Mas, yang di sebelahnya pak Raditya itu benar istrinya ya Mas?" tanyaku.
"Iya, itu istri setianya. Kemanapun pak Raditya berada dia pasti mendampingi."
"Wah setia banget berarti Mas?" tambahku.