(Dikutip dari novel Bendera Setengah Tiang karya Annisa Lim, halaman 159)
"Jika tiga tuntutan kami tidak segera ditanggapi, kami akan terus melanjutkan aksi unjuk rasa. Kami tidak akan berhenti! Korban meninggal dunia dan korban yang masih terbaring dengan keadaan koma masih menunggu keadilan dari kalian."
(Dikutip dari novel Bendera Setengah Tiang karya Annisa Lim, halaman 160)
"Tanpa susah payah menegakkan badan Alan, mereka langsung menyeretnya. Tubuhnya lalu diempas sebelum suara pintu disusul jeruji ditutup. Nafas Alan terengah-engah, sebagian merasa was-was, sebagian lagi menahan rasa sakit yang semakin menanjak sekujur tubuhnya. Belum reda rasa ngilunya, Alan dipaksa duduk di kursi entah masih bisa disebut empuk atau tidak karena terasa keras saat diduduki."
(Dikutip dari novel Bendera Setengah Tiang karya Annisa Lim, halaman 172)
Berdasarkan kutipan di atas, dapat kita ketahui bahwa unsur politik sangat melekat di novel ini. Dari kutipan tersebut dapat kita lihat juga betapa semangat nya para GEMARAN untuk mendapatkan suatu keadilan bagi mahasiswa yang menjadi korban pelecehan di Universitas Veteran. Bahkan GEMARAN rela kalau nyawa mereka yang menjadi taruhannya.
3. Unsur budayaÂ
Unsur budaya tidak dapat dipisahkan dari kajian sosiologi sastra. Dalam novel ini unsur budaya Jawa digambarkan oleh pengarang, terbukti dengan adanya percakapan menggunakan bahasa Jawa. Tokoh yang menggunakan bahasa jawa tersebut ialah asisten rumah tangga Alan (salah satu anggota GEMARAN). Seperti pada kutipan berikut.
"Yo podo wae"
"Opo maneh nang supermarket"
"Mbah iki wes tuwo, Cah Ganteng. Wes ora iso mlaku-mlaku terus."