Tidak  ada keraguan konsepsional untuk mengatakan bahwa bahasa Indonesia mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai bahasa nasional dan bahasa negara.Â
Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia dipakai dalam pergaulan dan perhubungan antarwarga negara secara nonresmi, santai, dan bebas karena yang dipentingkan adalah ketersampaian makna.Â
Sebaliknya, sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia dipakai dalam situasi resmi dengan memperhatikan kaidah berbahasa dan kebakuan kata.
Namun, ketegangan reseptif akan muncul ketika kedua fungsi bahasa itu dihubungkan dengan praktik pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah (tingkat dasar dan menengah). Â Â
Di satu sisi, pembelajaran bahasa Indonesia harus memampukan peserta didik untuk berkomunikasi secara kontekstual (tuntutan bahasa nasional). Di sisi lain, pembelajaran bahasa Indonesia harus memperkuat penguasaan kaidah bahasa (tuntutan bahasa negara).
Persoalan yang menarik dibentangkan adalah bagaimana memposisikan praktik pembelajaran bahasa yang mampu menjembatani kedua sisi tersebut sehingga peserta didik memiliki keseimbangan fungsional antara pengetahuan berbahasa dan keterampilan berbahasa?
Kecenderungan Pragmatis
Setelah muatan Kurikulum 1984 bidang pengajaran bahasa Indonesia dikritik para ahli bahasa  karena terlalu gramatikal sentris (grammatical competence), sejak Kurikulum 2004 (dengan "turunannya" Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 (KTSP) sampai dengan Kurikulum 2013 (dengan "turunannya" Kurikulum Merdeka  2022)  titik tohok pembelajaran bahasa Indonesia diletakkan pada pengembangan kemampuan komunikatif (communicative competence) peserta didik.Â
Kemampuan gramatikal (kemampuan untuk membentuk satuan-satuan bahasa sesuai dengan aturan tata bahasa) "turun kelas" Â dan diganti dengan kemampuan komunikatif (kemampuan untuk memilih dan menggunakan satuan-satuan bahasa sesuai dengan konteks (Bdk. Madyasusanta, 1986: 1). Artinya, bahasa yang dipakai dalam masyarakat (bahasa nasional) seharusnya diajarkan kepada peserta didik.
Kecenderungan pragmatis ini dapat terbaca dalam Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.Â
Standar kompetensi lulusan untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia mencakup empat kompetensi. Pertama, kompetensi mendengarkan: memahami wacana lisan dalam kegiatan wawancara, pelaporan, penyampaian berita radio/tv, dialog interaktif, pidato, khotbah/ceramah, dan pembacaan berbagai karya sastra berbentuk seperti puisi, prosa, dan drama.Â