Mohon tunggu...
Siswa Rizali
Siswa Rizali Mohon Tunggu... Konsultan - Komite State-owned Enterprise

econfuse; ekonomi dalam kebingungan

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Penguatan Rupiah, Fenomena Moneter Sementara

26 November 2018   09:33 Diperbarui: 26 November 2018   10:02 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ironisnya, kenaikan cadangan devisa ini terjadi pada saat defisit neraca perdagangan luar negeri membengkak. Secara kumulatif Januari-Oktober 2018, neraca perdagangan Indonesia mencatat defisit US$ 5,5 miliar. 

Defisit neraca perdagangan sepanjang 2018 kontras dengan surplus neraca perdagangan pada periode yang sama ditahun 2016 dan 2017 yang masing-masing mencapai US$ 7,6 miliar dan US$ 11,8 Miliar.

Merujuk Siaran Pers Bank Indonesia, ternyata sumber peningkatan cadangan devisa berasal dari penarikan utang luar negeri pemerintah. 

Memang pada tanggal 25 Oktober, Perusahaan Listrik Negara (PLN) telah menarik pinjaman sebesar US$ 1,6 Miliar dari sindikasi bank komersial internasional. Sedangkan di Surat Utang Negara (SUN), kepemilikan asing sepanjang Oktober juga mengalami kenaikan Rp13,5 Triliun (sekitar US$ 0,9Miliar).

Fenomena Moneter

Peningkatan cadangan devisa ini seperti mencerminkan perbaikan fundamental ekonomi. Sayangnya, perbaikan fundamental tersebut tidak lebih dari polesan artifisial fenomena moneter: penambahan utang luar negeri dan penjualan SUN kepada investor asing.

Investor asing juga tertarik membeli SUN Indonesia karena fenomena moneter, yaitu tingkat yield SUN Indonesia yang relatif tinggi. 

Sepanjang Oktober, yield SUN Indonesia tenor 10-tahun sempat mencapai 8,8%, tertinggi dalam periode 2016 - 2018. Dengan beban utang pemerintah sekitar 30% Produk Domestik Bruto (PDB), ternyata yield SUN Indonesia lebih tinggi daripada yield SUN negara-negara dengan beban utang yang jauh lebih besar seperti Filipina (42% PDB), Meksiko (46%), Kolombia (48%), dan Vietnam (61%).

Pelemahan Rupiah sepanjang 2018 sendiri menjadi fenomena moneter lain yang membuat asset finansial Indonesia menjadi relatif lebih murah dan menarik investor asing. Dengan yield yang tinggi dan Rupiah yang sudah melemah, investasi asing di SUN berbasis Rupiah berharap akan mendapat tambahan return berupa kenaikan harga SUN (capital gain) dan potensi penguatan Rupiah (currency gain).

Potensi penambahan cadangan devisa dari arus modal portofolio berlanjut di November, dimana pembelian SUN oleh investor asing mencapai Rp17 Triliun per 15-November. Penjualan global bond oleh PT Inalum untuk akuisisi Freeport juga sementara menambah cadangan devisa, meski setelah pembayaran segera keluar dari perekonomian Indonesia.

Faktor kedua penguatan Rupiah juga masih fenomena moneter, yaitu kenaikan suku bunga kebijakan BI7DRRR. Bank Indonesia menyatakan kenaikan suku bunga kebijakan BI 7 DRR merupakan "upaya menurunkan defisit transaksi berjalan" dan "juga untuk memperkuat daya tarik asset keuangan domestic dengan mengantisipasi kenaikan sukubunga global".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun