Tulisan ini dimuat di kolom OPINI, Harian KONTAN, Kamis, 22 November 2018, hal 23.
Tulisan berasal dari diskusi dan komentar baik di group WA dan kompasiana. Kebetulan baca Siaran Pers Bank Indonesia yg menyatakan: "Peningkatan cadangan devisa pada Oktober 2018 terutama dipengaruhi oleh penerimaan devisa migas dan penarikan utang luar negeri (ULN) pemerintah ..", muncul lah ide menulis secara lengkap.
Saya sendiri sudah sejak 2013 bilang: Surat Utang Negara mudah jualnya kalau caranya cuma naikkan yield (jual murah) dan lemah kan Rupiah.
=====.
Dalam dua minggu pertama November, kurs Rupiah terhadap Dolar Amerika menguat singnikan ke sekitar Rp 14.600 per US$, dari titik terendah sekitarRp 15.250 pada Oktober.Â
Bahkan kurs Rupiah sempat bergerak di sekitar Rp 14,400-an pada 8 November.Penguatan kurs Rupiah juga disertai dengan penurunan imbal hasil Surat Utang Negara (yield SUN) dan rally di bursa saham.Â
Ketiga bursa finansial seperti memberi sinyal bahwa masa-masa sulit telah berlalu dan menimbulkan harapan terciptanya stabilitas finansial di tahun 2019.
Dari aspek global, diduga sentimen kemenangan partai Demokrat pada "midterm election" di DPR Amerika Serikat (AS) dan dinamika teknikal dapat menjadi pemicu penguatan Rupiah.
Sedangkan dari aspek domestik, ada dua indikator yang dapat menjadi sentimen positif bagi pergerakan rupiah, yaitu:peningkatan cadangan devisa dan kenaikan bunga kebijakan Bank Indonesia 7-Days Reverse Repo Rate (BI7DRRR).
Utang Luar Negeri sebagai Sumber Cadangan Devisa
Cadangan devisa konsisten terus menurun sepanjang tahun 2018, dari US$132,0 Miliar pada Januari 2018 menjadi US$ 114,8 Miliar pada September 2018. Wajar bila Rupiah kemudian sangat mudah tertekan sentimen penguatan Dolar AS. Di bulan Oktober, terjadi kejutan dimana cadangan devisa naik tipis menjadi US$ 115,2Miliar.