"Bukan salahmu, Ka. Una memang sedang menghadapi kondisi berat. Kami juga baru tahu."
"Nak Aka, kamu belum tidur semalaman toh? Istirahatlah dulu. Kita gantian jaga Una, ya."
Kanaka menuruti saran Ibu Aruna. Dia merebahkan badannya di sofa, tepat di seberang tempat tidur Aruna. Dia masih bisa tetap melihat Aruna dari tempatnya rebahan. Sulit bagi Kanaka memaksa matanya untuk terpejam. Tapi dia memang butuh istirahat. Tertidur lima belas menit rasanya sudah cukup mengembalikan tenaga Kanaka.
"Ka, ngopi yok. Biar Ibu yang jaga Una sebentar." Ajeng mengajak Kanaka untuk mencari udara segar.
"Tapi...."
"Pergilah. Ibu memang pengen berduaan dengan Una."
Kanaka dan Ajeng menuju warung kopi sederhana yang ada di seberang rumah sakit. Â Kanaka memesan kopi hitam. Dan Ajeng memesan teh susu hangat.
"Ka, kamu perlu tahu ini." Suara Ajeng terdengar begitu serius.
Kanaka menyimak sambil mengaduk kopi hitam di depannya. Dia ingat benar, Una begitu menyukai kopi.
"Una,, sudah tiga tahun ini ternyata dia berkonsultasi dengan dokter kejiwaan." Ajeng membuka percakapan.
"Aku sudah tahu." Sambung Kanaka.