Mohon tunggu...
Piccolo
Piccolo Mohon Tunggu... Hoteliers - Orang biasa

Cuma seorang ibu biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Lunturnya Warna Pelangi

13 Mei 2020   00:48 Diperbarui: 13 Mei 2020   00:53 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Dia sudah menyembunyikan depresinya selama ini." Ajeng berusaha menyampaikannya dengan sangat pelan. Kondisi seperti ini jelas bukan kondisi yang baik untuk memberitahukan kondisi Aruna yang sebenarnya. Tapi cepat atau lambat, Kanaka harus tahu.

Kanaka menatap Ajeng dengan tatapan tajam.

"Ka, Aruna korban pelecehan seksual. Dan pelakunya Kak Reinhard dan Mas Neo."

Wajah Kanaka berubah memerah. Emosinya sudah diubun-ubun. Bagaimana mungkin seorang kakak dan ipar yang seharusnya menjadi pelindung untuk adiknya, justru menjadi perusak masa depan adiknya sendiri.

"Ka, kau sudah mengejar cinta Una empat tahun. Itu waktu yang sangat lama. Sudah berulang kali kau bertanya tentang perubahan sikap Una. Di tahun pertama kalian kenal, dia masih di kondisi yang baik. Tapi sekarang kondisinya berbeda, Ka. Umur kalian pun sudah sangat dewasa. Kalian sudah bisa menentukan sikap. Trauma yang dialami Una dalam, Ka. Aku pernah sekali diijinkan Una nemenin dia konsultasi dengan dokter Vica. Perubahan sikap Una jelas terlihat kalau dia dibiarkan satu ruangan hanya berdua dengan lelaki. Dia malah pernah beberapa kali mencoba bunuh diri." Ajeng melanjutkan.

Kanaka hanya terdiam. Terjawab sudah yang menjadi pertanyaannya selama ini. Jadi ini alasan Ajeng bercerai. Ini alasan perubahan sikap Aruna. Ini yang membuat Aruna sekarang begitu dingin, matanya kosong.

Na, aku yang akan menggantikan Ayahmu menjagamu, melindungimu dari ancaman. Batin Kanaka.

"Bu, restui saya. Setelah Una sehat kembali, saya akan datang melamar Una. Saya yang akan gantikan tugas Bapak menjaga Una." Kanaka mencium tangan wanita yang melahirkan Aruna. Ada embun yang ingin turun diujung mata perempuan paruh baya itu.

Kanaka sadar, depresi bukanlah hal yang mudah disembuhkan. Depresi juga yang dulu membuatnya kehilangan wanita yang melahirkannya. Ibunya meninggal karena bunuh diri akibat kekerasan seksual dan KDRT yang dialaminya dulu. Kanaka tahu benar bagaimana depresi menjadi pembunuh dalam diam. Dia menyaksikan sendiri penderitaan Ibunya. Dan kali ini dia tak ingin Aruna menahan deritanya sendiri. Luka batin Kanaka pada Ayahnya bahkan belum sembuh, sulit baginya memaafkan Ayahnya yang sudah membuat Ibunya meninggal.

Jelas kali ini Kanaka tak ingin kehilangan cintanya lagi. Jelas kali ini dia tak ingin hanya menjadi peziarah makam orang yang dia cintai.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun