"Rumah sakit bisa rawat?" Ini kekhawatiran terbesar Kanaka. Bekerja di pedalaman jelas sulit mendapat penanganan medis sebaik di kota.
"Bisa, Pak."
Kali ini Kanaka bukan hanya kalut. Dia hancur.
Kanaka hancur melihat selang infus di tangan Aruna. Dan selang oksigen yang terhubung ke masker yang digunakan Aruna.
"Pulanglah, Ra. Saya yang jaga Bu Una malam ini. Keluarga Bu Una besok tiba kok, Ra. Saya sudah kabari Ibunya Bu Una."
"Saya beliin Bapak air minum dan roti ya. Buat jaga-jaga kalau Bapak kelaparan nanti." Fara pamit sebentar membeli sedikit bekal untuk Kanaka.
Kanaka puas memandangi Aruna yang nyenyak tertidur. Entah nyenyak tertidur atau efek obat. Kanaka tak bisa tertidur barang sebentar. Dia hanya ingin memastikan Aruna tak kesulitan kalau-kalau butuh bantuannya. Sesekali dia sibuk dengan hpnya. Koordinasi dengan operasional yang dititipkannya pada Mail.
"Terima kasih sudah menjaga Una, Ka." Bu Iren dan Ajeng, kakak Aruna sudah tiba.
"Dalem, Bu." Kanaka mencium tangan wanita yang melahirkan Aruna.
Kanaka memang sudah lama mengenal keluarga Aruna. Ajeng yang lebih dulu bergabung di perusahaan itu sebelum akhirnya mengundurkan diri karna mendapat pekerjaan yang lebih baik. Aruna waktu itu direkomendasikan Kanaka ke perusahaan untuk menggantikan posisi Ajeng.
"Jeng, maaf aku ndak bisa jaga Una." Besarnya rasa bersalah Kanaka jelas terselip dibalik suaranya yang bergetar.