"Saya Esra, anak Mbah Maryam yang tinggal di Belanda." Lelaki seumurannya itu mengelurkan tangan memperenalkan diri.
Dahayu memang tak pernah bertemu Esra sebelumnya. Hanya beberapa kali mendengar Nada bercerita.
"Boleh saya mengobrol dengan Mbak?"
Dahayu bisa melihat ada hal penting yang ingin disampaikan Esra. Mereka berjalan menuju warung kopi di sekitaran situ. Esra memesan secangkir kopi hitam.
"Maaf, saya seorang muslimah." Dahayu berkata ke arah pelayan warung kopi.
"Lalu hal penting apa yang hendak Bapak sampaikan sampai Bapak harus repot-repot mencari saya ke pasar." Dahayu membuka percakapan agar waktunya tak lama terbuang. Dia harus segera ke klinik menebus obat Nada.
"Saya langsung saja, Mbak. Saya tahu Mbak buru-buru." Esra membuka percakapan dengan wajah tegang.
"Saya bermaksud mengajak mama untuk tinggal di Belanda. Di sini, sudah tidak ada lagi yang bisa merawat mama. Mama sudah setua itu, Mbak. Saya kurang nyaman membiarkan mama hanya dengan perawat. Tapi ketika saya menyampaikan niat itu, mama mengajukan syarat, Mbak. Mama ingin Nada ikut bersama kami."'
Dahayu terkejut mendengar Esra bercerita. Nada memang dekat sekali dengan Mbah Maryam
"Maaf, saya tidak mengijinkan." jawab Dahayu ketus.
Dahayu berdiri, bergegas hendak pergi.