Mohon tunggu...
Piccolo
Piccolo Mohon Tunggu... Hoteliers - Orang biasa

Cuma seorang ibu biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Nama Perempuan Hebat Itu Dahayu

7 Mei 2020   01:24 Diperbarui: 7 Mei 2020   01:32 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Dahayu,,,Dua puluh empat kilo!" Pemilik kios bawang berteriak ke arah orang yang bertugas mencatat.

Selelah ini, sepanjang hari, dan dia hanya mendapatkan upah dua belas ribu. Besok aku harus cari pekerjaan tambahan. Upah mereka tidak diberi harian, tapi mingguan. Dahayu bergegas membersihkan tangannya yang Hari sudah hampir gelap. Alya dan Nada pasti sudah menungguku, batinnya.

Rutinitas mereka tetap sama dari hari ke hari. Hanya Dahayu yang berbeda. Ini hari kedua dia resmi menganggur. Hampir setiap malam sekarang dia keluar dari rumahnya diam-diam. Dia kembali ke pasar yang sama. Untuk menawarkan jasanya sebagai kuli pikul. Tengah malam begini, di pergantian hari sampai batas subuh, banyak mobil sayur dari luar kota yang datang menjual hasil panen mereka. Yang ini, Dahayu bisa langsung menerima upahnya.

Sudah dua minggu Dahayu menutupi hal ini dari anak-anaknya. Alya yang sudah curiga sejak awal, mencoba mencari tahu sendiri apa yang terjadi pada ibunya. Tengah malam itu, ketika ibunya sudah "berangkat kerja" sebagai kuli pikul, Alya mencari tas kerja ibunya. Dia menemukan surat PHK. Hatinya hancur. Berjuta Tanya memenuhi kepalanya.

Alya masih tak ingin bertanya kepada Dahayu. Semua terlihat wajar seperti biasanya.

"Ma, kalau nanti nggak sempat pulang untuk sahur di rumah, mama makan ini aja ya. Biar Dahayu yang menjaga Nada di rumah." Alya memberikan kotak nasi berisi nasi dan telur dadar.

Air mata Dahayu tumpah. Dia sudah tak bisa menutupi apa pun lagi dari Alya.

"Maafin mama ya, Mbak. Mama nggak bermaksud...." Dahayu menunduk merasa bersalah.

"Ma, kelak, warisi Alya kebesaran hati mama, ya..." Alya meraih tubuh permepuan yang sudah melahirkannya..

Rupiah demi rupiah dikumpulkan Dahayu dengan cara yang begitu menyakitkan. Subuh dia harus menjadi kuli pikul, dan pagi hingga senja dia harus menjadi buruh kupas bawang.

Dahayu duduk ditepi tikar tepat mereka biasa tidur. Menghitung receh demi receh yang terkumpul demi bisa membayar iuran BPJS mandiri mereka supaya bisa mengambil obat untuk Nada. Tapi untuk mengumpulkan sejumlah uang itu kini semakin sulit untuk Dahayu. Bahkan setelah hampir dua minggu dia bekerja subuh dan sepanjang hari. Sesekali Dahayu merintih menahan pedih karena tangannya yang lecet disana sini, berdarah disana sini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun