Misa akbar berlangsung selama kurang lebih hampir dua jam. Bahasa yang digunakan para konselebran pemimpin misa adalah Bahasa Latin, Bahasa Indonesia dan beberapa bahasa daerah pada bagian Doa Umat.
Nah, ada beberapa catatan menarik terkait misa akbar ini. Ada kurang lebih 86.000 umat Katolik dan tidak kurang dari 1.000 orang iman dan uskup yang menghadiri Misa di stadion GBK.
Misa juga mengakomodir kearifan lokal, terlihat dari doa umat yang dibacakan dalam bahasa Jawa, Toraja, Manggarai (NTT), Batak Toba, Dayak dan bahasa Malind (Merauke, Papua). Para pembawa persembahan juga terlihat apik mengenakan pakaian daerah.
Bukan hanya itu, petugas lektor (pembaca kitab suci) adalah seorang pemuda tuna netra namun mengucapkan bacaan dengan lantang dan mantap hasil memindai Alkitab dengan huruf Braille.
Sayangnya, Bapa Suci menyampaikan khotbah atau homili dalam bahasa Latin, jadi saya benar-benar tidak bisa menerjemahkannya. Mudah-mudahan dalam waktu dekat ini bisa dapat transkrip atau terjemahan isi homilinya.Â
Tapi saya percaya Paus Fransiskus menyampaikan harapan dan hal-hal baik kepada umat dengan landasan kitab suci, baik bacaan pertama dari Surat Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus maupun bacaan dari Injil Lukas tentang ajakan Yesus kepada Petrus untuk menjadi penjala manusia.
Hal yang membuat saya berniat mengikuti misa dari gereja adalah umat yang hadir mendapat kesempatan juga menerima hosti dalam komuni kudus, seperti yang saya alami bersama umat yang ikut hadir di gereja St. Albertus Agung.Â
Sore tadi komuni dibagikan langsung oleh Pastor Paroki, Pastor Lukas Paliling, Pr. Jadi sekalipun mengikuti perayaan dari jauh, kami pun bisa merasakan persatuan dengan umat yang hadir di GBK dan di mana saja lewat komuni kudus.
Viva Il Papa
Sebelum ritus penutup, Ketua KWI (Konferensi Waligereja Indonesia), Monsinyur Ignatius Suharyo menyampaikan sambutan kepada umat dan Bapa Suci. Untunglah kali ini menggunakan bahasa Inggris sehingga sambutannya dapat dipahami sedikit-sedikit.