Kunjungan apostolik Bapa Suci Paus Fransiskus ke tanah air membawa makna yang besar bagi umat Katolik bahkan bagi masyarakat luas. Saat baru tiba di Bandara Soekarno-Hatta saja, kehadirannya langsung menyiratkan pesan kesederhanaan yang mendalam.
Memakai jam tangan seharga 124 ribu Rupiah, memilih mobil biasa bukan mobil mewah, duduk di depan, di samping sopir, lalu memilih untuk menginap di kedutaan alih-alih di hotel berbintang, adalah beberapa contoh perilaku Paus Fransiskus yang berhasil menuai perbincangan di tengah masyarakat.
Tapi mereka yang sudah lama mengikuti sepak terjang beliau mestinya tidak terlalu terkejut dengan pilihan-pilihan tersebut. Sejak awal Paus Fransiskus memang terkenal sebagai sosok pemimpin gereja yang banyak memberi perhatian bagi orang-orang yang kecil, lemah, miskin dan terpinggirkan dan benar-benar menjiwai kesederhanaan dalam kepemimpinannya.
Dalam rangkaian kegiatan yang dimulai pada tanggal 3 September kemarin, Paus Fransiskus diagendakan juga memimpin misa akbar dari Stadion GBK, Jakarta. Perayaan tersebut dihadiri oleh ribuan umat Katolik dari seluruh Indonesia.Â
Keuksupan kami, Keuskupan Agung Makassar, mendapat kuota 300 orang yang diwakili oleh umat dari berbagai paroki se-keuskupan. Sejak berminggu-minggu lalu, topik mengenai siapa yang akan ikut misa akbar selalu jadi bahan percakapan di antara kami.
Beruntunglah mereka yang mendapat mandat dan kesempatan untuk ikut dalam misa akbar tersebut. Terlepas dari bisa mendapat tempat duduk di dekat altar atau tidak, bisa satu stadion dengan Bapa Suci merupakan momen yang tidak terjadi tiap hari bahkan bisa jadi hanya datang sekali seumur hidup. Juga masih jauh lebih baik dibanding mereka yang hanya bisa mengikuti perayaan dari jauh, seperti saya, contohnya.
Mengikuti Misa Akbar
Tanggal dan jadwal misa akbar sudah diumumkan jauh hari sebelumnya, baik pada saat misa hari Minggu, maupun di grup whatsapp lingkungan doa. Jadi saya sejak awal sudah berniat untuk mengikuti misa secara daring. Walaupun bisa mengikutinya dari perangkat pribadi atau pesawat televisi, saya memutuskan mengikuti misa dari gereja paroki St. Albertus Agung, Tanjung Bunga, bersama umat yang lain.
Jadi hari ini pekerjaan kantor dikejar sebisanya, agar selesainya tidak terlalu malam. Beberapa terpaksa masuk daftar pending untuk dikerjakan besok. Setelah beres-beres, saya pun langsung gaspol ke gereja. Waktu tempuh dari kantor ke gereja kurang lebih setengah jam lamanya.
Jam 18.00 kurang 5 menit waktu Makassar, saya tiba. Layar siaran langsung dipasang di dalam gedung gereja juga di basement. Tapi saya intip di basement masih sepi, jadi saya langsung bergegas ke ruangan yang biasa dipakai misa. Di sana umat lebih ramai. Sejauh mata menghitung kurang lebih ada 100-an orang di dalam ruangan.
Misa di GBK sudah dimulai rupanya, karena misa sudah sampai pada lagu "Tuhan Kasihanilah Kami". Tapi ya, belum terhitung telat-telat amat, karena saya belum melewatkan bacaan-bacaan. Saya pun membuka layar tablet untuk mengikuti misa dengan membaca buku panduan misa (untuk umat) dalam bentuk PDF yang dibagikan panitia perayaan sehelumnya.
Misa akbar berlangsung selama kurang lebih hampir dua jam. Bahasa yang digunakan para konselebran pemimpin misa adalah Bahasa Latin, Bahasa Indonesia dan beberapa bahasa daerah pada bagian Doa Umat.
Nah, ada beberapa catatan menarik terkait misa akbar ini. Ada kurang lebih 86.000 umat Katolik dan tidak kurang dari 1.000 orang iman dan uskup yang menghadiri Misa di stadion GBK.
Misa juga mengakomodir kearifan lokal, terlihat dari doa umat yang dibacakan dalam bahasa Jawa, Toraja, Manggarai (NTT), Batak Toba, Dayak dan bahasa Malind (Merauke, Papua). Para pembawa persembahan juga terlihat apik mengenakan pakaian daerah.
Bukan hanya itu, petugas lektor (pembaca kitab suci) adalah seorang pemuda tuna netra namun mengucapkan bacaan dengan lantang dan mantap hasil memindai Alkitab dengan huruf Braille.
Sayangnya, Bapa Suci menyampaikan khotbah atau homili dalam bahasa Latin, jadi saya benar-benar tidak bisa menerjemahkannya. Mudah-mudahan dalam waktu dekat ini bisa dapat transkrip atau terjemahan isi homilinya.Â
Tapi saya percaya Paus Fransiskus menyampaikan harapan dan hal-hal baik kepada umat dengan landasan kitab suci, baik bacaan pertama dari Surat Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus maupun bacaan dari Injil Lukas tentang ajakan Yesus kepada Petrus untuk menjadi penjala manusia.
Hal yang membuat saya berniat mengikuti misa dari gereja adalah umat yang hadir mendapat kesempatan juga menerima hosti dalam komuni kudus, seperti yang saya alami bersama umat yang ikut hadir di gereja St. Albertus Agung.Â
Sore tadi komuni dibagikan langsung oleh Pastor Paroki, Pastor Lukas Paliling, Pr. Jadi sekalipun mengikuti perayaan dari jauh, kami pun bisa merasakan persatuan dengan umat yang hadir di GBK dan di mana saja lewat komuni kudus.
Viva Il Papa
Sebelum ritus penutup, Ketua KWI (Konferensi Waligereja Indonesia), Monsinyur Ignatius Suharyo menyampaikan sambutan kepada umat dan Bapa Suci. Untunglah kali ini menggunakan bahasa Inggris sehingga sambutannya dapat dipahami sedikit-sedikit.
Dalam sambutan tersebut monsinyur menyampaikan rasa syukur sebesar-besarnya atas kedatangan Paus Fransiskus yang membawa pesan dan harapan bukan saja untuk komunitas besar umat Katolik se-Indonesia tapi juga masyarakat yang lebih luas. Semoga Gereja Katolik semakin menjadi harapan bagi mereka yang kecil, lemah, miskin dan terpinggirkan.
Monsinyur Ignatius juga memohon kepada Paus Fransiskus agar terus mendoakan umat Katolik dan Bangsa Indonesia, sebagaimana  umat Katolik akan terus mendoakan Bapa Suci dalam menjalankan karya dan pelayanannya.
Setelah jarum jam bergeser dari angka 19.30, misa akbar tuntas. Dalam perarakan meninggalkan altar, Paus Fransiskus kembali mendapat sambutan yang hangat dan meriah dari segenap hadirin di GBK.
Saya dan umat yang hadir pun meninggalkan gereja setelah bersalaman dengan pastor paroki yang juga setia mengikuti misa sampai selesai.
Walau hanya bisa mengikuti misa akbar dari jauh, perayaan ini meninggalkan kesan yang mendalam. Mendapat kunjungan dari Sri Paus, adalah momentum yang sangat langka. Seingat saya, kunjungan paus terakhir ke Indonesia terjadi pada tahun 1989, oleh Paus Yohanes Paulus II. Entah kapan lagi peristiwa bersejarah ini akan terulang.
Terima kasih, Paus Fransiskus. Semoga kunjungan ke tanah air membawa hal-hal positif bagi umat Katolik dan seluruh masyarakat Indonesia. Semoga kami semua semakin menghayati iman, persaudaraan dan cinta kasih sesuai tema kunjungan apostolik kali ini dan mampu mengamalkannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Viva il Papa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H