"Ng... tapi kalau memang Ayang Beb mau nonton bareng si Irna gak apa-apa deh, sebentar aku transfer uang tiketnya, nanti beli tunai di bioskop saja."
"Beneran, Mas?" nada Marni berubah seketika, dari kecewa jadi girang.
"Iya, dong. Apa sih yang gak, buat Ayang Beb!"
Marni tertawa bahagia di seberang sana. "Mas Boy, sekalian sama uang beli popcorn ya!" pinta Marni lagi dengan nada dibuat semanja mungkin. Cowok mana yang tidak meleleh dengan nada seperti itu. Jadi walaupun dalam hati Boy keberatan, lumayan juga biayanya soalnya, tapi jawabannya tetap "Siap...! Ditunggu ya, Ayang Beb."
Begitulah risiko bermain api cinta. Harus siap kepanasan dan siap membayar cost lebih mahal. Â
Pembicaraan mereka diakhiri lalu Boy mengirim uang elektronik ke nomor Marni. Setelah itu dia buru-buru keluar dari toilet.
Boy terkejut. Diah ternyata sudah menunggu di depan pintu restroom pria dengan tatapan dingin.
"Kenapa lama sekali?" tanyanya.
"Ini, Ayang Beb. Perutku bermasalah aku ta-"
"Bohong. Kamu habis teleponan kan!? Suara kamu tuh kedengaran sampai di luar sini."
"Masa sih? Oh, iya, aku barusan dapat telepon dari supervisor aku di tempat kerja beb, dia na-" ucapan Boy berhenti lagi karena Diah menengadahkan tangan sebagai isyarat untuk meminta Boy menyerahkan gawainya.