Mereka cukup sering berkomunikasi karena Bayu gemar mengecek detail laporan pada staf-staf di level bawah, tidak cukup menerima laporan dari setiap manajer toko.
Dari komunikasi-komunikasi itu Bayu mengetahui Cinta ini cukup cerdas dan enak diajak diskusi. Ini yang membuatnya terlihat beda dari cewek-cewek pada umumnya.
Setelah makan siang, sebuah pesan masuk ke gawainya. Bayu terkejut. Itu pesan dari Cinta. Semesta seperti sudah mengaturnya.
Sebuah foto semarak disertai caption berisi undangan ulang tahun ke-9 terpampang di layar gawainya.
Tidak lama kemudian, chat berisi pesan teks, juga dari Cinta menyusul.
Pak Bayu, maaf ya saya undang lewat chat. Anak saya hari Kamis ini ulang tahun. Kami mau buat sedikit perayaan, Pak. Untuk teman-temannya acara sore, malamnya saya undang anak-anak toko. Kalau Pak Bayu ada waktu bisa hadir juga ya, perwakilan head office. Hehe. Acara makan malam jam 19.00. Datang lambat dikit juga tidak apa pak. Acara santai saja. Terima kasih.
Bayu kembali terkejut. Cinta sudah menikah ternyata. Ya, ampun! Kenapa dia sudah berpikir terlalu jauh? Bayu menepuk jidatnya sendiri.
Oke, Bu Cinta. Saya usahakan datang. Terima kasih undangannya ya.
Demikian balasnya. Tidak lama balasan ucapan terima kasih juga datang dari Cinta.
Setelah itu Bayu berusaha kembali bekerja seperti biasa. Fokus kembali pada target-target, isu yang harus dibahas bersama para manajer toko, masalah sumber daya manusia dan seterusnya beberapa hari ini. Tapi tak urung, jika sedang sendirian atau terbawa lamunan, wajah Cinta kembali muncul di pikirannya. Dia sampai memarahi dirinya sendiri. Sadar Bayu! Dia itu milik orang kamu jangan mikir aneh-aneh gitu!
Akumulasi pikiran-pikiran itu membuatnya enggan untuk hadir memenuhi undangan Cinta. Tapi di sisi lain dia sadar harus tetap profesional. Emosi dan pikiran-pikiran pribadi harus dipisahkan dengan urusan pekerjaan.