Vi pun terkekeh.
"Kamu mau gak jadi pacar aku?" sambung Raul lagi.
Vi terdiam sejenak. Tapi rona bahagia di wajahnya sudah memberikan jawaban sejernih kristal untuk Raul. "Iya, aku mau, Raul. Aku juga cinta sama kamu," sahut Vi lirih. Keduanya lalu larut dalam pelukan mesra dan hangat. Bahkan dinginnya udara tidak akan bisa mengusir kehangatan itu.
Terdengar suara rem angin dari bus kota yang berhenti di depan halte. Mereka melepaskan pelukan.
"Pulang ke rumahku yuk," pinta Vi manja.
"Loh, tidak jadi makan-makan?"
"Ng... jadi. Tapi lokasinya pindah ke rumah. Aku mau masak yang spesial buat kamu. Tomboy-tomboy gini aku juga bisa masak loh."
Raul menatap tak percaya.
"Serius, Vi? Eh, sayang. Serius kamu bisa masak? Ayuk kalau gitu. Mau masak apa?"
Vi menggandeng tangan Raul lalu keduanya bergegas masuk ke dalam bus.
"Mi instan.... Hehe,"