Ada apa dengan Raul ya? Jangan-jangan dia kenapa-kenapa? batin Vi.
Dia tiba-tiba ingat masih menyimpan nomor Andra, teman satu kost Raul. Dia pun bergegas mengeluarkan gawai dari saku sweater dan melakukan panggilan ke nomor Andra.
"Loh, bukannya Raul sama kamu, Vi?" balas Andra dari seberang setelah Vi mengucapkan salam dan menanyakan keberadaan Raul.
"Emang rencananya mau ketemuan, Dra. Tapi dari tadi ditunggu belum muncul-muncul nih. HPnya juga mati," sahut Vi setengah berteriak untuk mengalahkan suara hujan.
"Oh gitu. Jadi gimana? Aku bantu cek ke teman-teman atau gimana, Vi?"
"Ng... mungkin gak usah dulu Dra. Siapa tahu HP-nya low batt. Aku tunggu lagi sebentar."
"Oke kalu gitu. Kalau ada apa-apa telepon, ya."
"Sipp, Dra. Bye..."
Mereka mengakhiri percakapan. Vi mulai gelisah tapi tetap berusaha untuk menjauhkan kepalanya dari  pikiran aneh-aneh.
Sudah 10 menit. Dari tirai hujan yang masih rapat, Vi bisa melihat sorot lampu bus kota dari kejauhan. Busnya sebentar lagi tiba. Vi mulai kebingungan.
Suara gemuruh halus mesin lainnya terdengar mendekat. City car berwarna merah gelap berhenti di depan halte. Pintu belakang terbuka dan dari dalam seorang cowok berkemeja biru gelap berlari menerobos hujan menuju ke halte. Ada buket bunga di tangan kanannya.