Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Dukun Milenial

4 Mei 2022   19:51 Diperbarui: 4 Mei 2022   19:52 1170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi gambar dari: pixabay.com

"Mana foto cowok itu?" tanya Mbah Roy sembari membuka tangan kanannya.

Rara mengeluarkan selembar foto dari tasnya. Mbah Roy mengernyitkan kening.

"Hah? Bukan yang dicetak gini, Nona. Sekarang sudah zaman digital. Paperless! Foto yang ada di HP kamu saja. Media untuk mengirim peletnya juga nanti HP kamu lewat chat atau telepon," ucap Mbah Roy ketus.

"Iya, oke, Mbah," sahut Rara sambil mengangguk-angguk. Rambut lurus sebahunya ikut berayun mengikuti irama kepalanya.

Ternyata seperti itu. Tidak salah kalau orang-orang menyebut Mbah Roy ini dukun milenial. Sangat berbeda dengan citra dukun-dukun kebanyakan. Biasanya dukun itu gondrong-gondrong, nampak menyeramkan dan penampilannya urakan. Tempat praktik mereka juga cocok jadi setting film horor.

Nah, penampilan Mbah Roy ini lebih mirip seorang CEO perusahaan startup. Dia mengenakan kaos putih yang dibalut jas abu-abu pekat. Rambutnya yang putih semua dipotong rapi, model army cut.

Ruang tamunya juga elegan. Ada sofa set yang empuk, air conditioner, diffuser yang mengeluarkan aroma lavender, dispenser air panas dan dingin untuk tamu yang datang, lebih mirip lounge hotel bintang 5 daripada tempat praktik dukun.

Rara menjulurkan HP-nya ke depan Mbah Roy. Di layar HP tertera jelas foto Adam, cowok teman sekantor tambatan hatinya dengan pose tersenyum dingin.

HP berpindah ke tangah Mbah Roy. Pria di ujung usia 50 itu memperhatikan foto Adam lekat-lekat.

"Tadi kamu bilang dia ini manajer pemasaran ya?" tanyanya.
"Iya, Mbah," sahut Rara.

"Kelihatannya dia ini memang gila kerja. Urusan percintaan buatnya itu urusan nomor sekian makanya dia gak gampang jatuh cinta sama kamu, atau ke cewek-cewek lain. Hmm... saya lihat dia pernah punya duka yang sangat dalam. Mungkin saudara atau orang tuanya meninggal dunia ... "

Rara membenarkan sekaligus meyakinkan diri kalau dukun yang didatangi ini memang bukan dukun abal-abal. "Ya, Mbah. Ibunya meninggal dua tahun lalu. Setahu saya, dia memang sangat dekat dengan ibunya."

Mbah Roy mengembalikan HP Rara lalu mengangguk mantap.

"Dia polos. Auranya cocok dengan ilmu pelet saya. Jadi kemungkinan besar kita akan berhasil. Oh ya, DP-nya kamu bawa tunai atau mau pakai kartu debet?"

"Hmm... tunai saja, Mbah."

"Oke, transaksinya nanti saja ya, setelah ritual selesai," Mbah Roy berdiri dan memberi syarat kepada Rara untuk mengikutinya.

Mereka pun berpindah lokasi ke ruangan lain. Ruangan tersebut dan ruang tamu dipisahkan dinding kaca tebal.

Ruangan ini yang sepertinya dijadikan tempat ritual oleh Mbah Roy. Ada beberapa kursi dan di tengah-tengah ruangan ada semacam altar dari kayu hitam. Di atas meja sudah ada beberapa barang-barang perdukunan: keris, pedupaan, lilin merah, beberapa kitab tua, kendi dan wadah keramik berisi aneka kembang.

Aroma lavender berganti aroma kemenyan dan suhu ruangan menghangat. Rara menyadari tidak ada AC di ruangan itu, karena beberapa lubang ventilasi terbuka dan terhubung dengan udara dari luar.

"Nah, letakkan HP kamu di atas meja. Mode screensaver dimatikan dulu ya. Foto si cowok harus tetap nongol selama ritual. Lalu kamu cukup duduk dengan tenang selama saya membaca beberapa mantra. Tidak lama kok."

Rara mengangguk dan mengikuti instruksi Mbah Roy.

Keduanya duduk berhadap-hadapan dengan altar di tengah-tengah mereka. Mbah Roy melepas jasnya lalu menutup mata dan mulai mengucapkan beberapa mantra. Sesekali tangannya disapukan ke atas layar HP Rara.

Awalnya Rara berusaha menajamkan pendengaran untuk mencerna setiap kata yang keluar dari mulut Mbah Roy karena yang terdengar hanya gumaman. Tapi lama-lama dia cuek. Toh Mbah Roy menyuruhnya duduk tenang saja.

Makhluk gaib setinggi pintu ruangan berkulit hitam legam muncul dari punggung Mbah Roy. Dia lalu membisikkan sesuatu.

"Bos, ini ceweknya cantik banget. Buat aku saja ya?"

Tentu saja sosok itu tidak kasat mata untuk manusia biasa seperti Rara. Kalau bisa terlihat, Rara pasti sudah menjerit ketakutan dan kabur dari situ.

"Huss!" bentak Mbah Roy dengan suara dikecilkan. Matanya tetap tertutup rapat.  "Itu klien kita, goblok! Profesional sedikit kamu. Sasaran kamu itu cowoknya, lihat baik-baik fotonya. Awas kalau kamu berani macam-macam sama cewek itu, aku kurung kamu di kaleng tembakau 7 hari 7 malam. Ngerti!?"

Si makhluk gaib mengangguk-angguk ketakutan. Wajah dan tubuh Rara memang memikat. Tapi hukuman itu juga sangat ditakutinya.

"Mbah ... ngomong sama saya ya?" tanya Rara.

Mbah Roy membuka matanya. "Tadi saya bilang apa tentang duduk tenang?"ucapnya kesal. "Saya mesti ngulang dari awal lagi nih."

"Oh iya, iya. Maaf, Mbah. Saya tidak akan ganggu lagi. Maaf," balas Rara dengan nada bersalah.

Mbah Roy pun mengulang ritual dan bacaan mantranya dari awal. Kali ini berjalan mulus hingga tuntas.

Setelah transaksi pembayaran uang muka diselesaikan, Rara langsung pamit. Tapi sebelum melewati pintu ruang tamu, Rara teringat sesuatu.

"Ada pantangan untuk saya gak, Mbah?"

"Pantangan? Tidak ada. Hanya saran saya, don't make it easy for him."

"Maksudnya bagaimana, Mbah?"

"Kamu kan cewek. Walaupun dia nanti akan cinta mati sama kamu dan ngejar-ngejar kamu setengah mati, sebagai cewek kamu harus jual mahal sedikit."

"Oh, iya, Mbah. Paham," ucap Rara lagi lalu benar-benar pamit dan meninggalkan rumah Mbah Roy.

***

Adam. Rara dan hampir semua cewek sekantor mengidolakannya. Ganteng, tinggi, rapi, mapan dan baik hati. Sifat-sifat lelaki yang jadi jaminan mutu untuk membuat luluh hati para wanita.

Hanya saja untuk urusan percintaan dia memang sangat dingin, entah apa pemicunya. Nampaknya dia benar-benar tidak peduli dengan usia 33 tahun tanpa pasangan hidup, atau paling tidak kekasih hati.

Awalnya Rara hanya menaruh rasa simpati pada status Adam itu. Tiga bulan lalu dia dipromosikan menduduki posisi General Affair di perusahaan. Sejak itu dia semakin sering berelasi dengan para manajer divisi termasuk Adam. Sejak itu juga perasaannya perlahan-lahan berubah menjadi cinta. Menurutnya usia yang terpaut 7 tahun lebih muda dari Adam tidak akan menjadi masalah untuk hubungan mereka.

Sayangnya cinta Rara bertepuk sebelah tangan. Dia sudah berkali-kali memberi sinyal perhatian khusus ke Adam, seperti mengirim pesan untuk menanyakan kabar, memberi hadiah kecil, beberapa kali membuatkan makanan dan hal lainnya. Tapi Adam tetap bergeming.

Suatu hari Rara menemukan portofolio Mbah Roy di salah satu situs jejaring profesi. Salah satu keahliannya adalah ilmu pelet baik jarak dekat maupun jarak jauh. Rara berpikir tidak ada salahnya mencoba meminta bantuan dukun milenial itu, sesuai promosinya. Dan ... kisah di atas pun terjadi.

***

Pada malam Minggu seperti ini, Rara punya kebiasaan hangout dengan kawan-kawannya. Tapi sejak sore hujan deras mengguyur kota, sehingga Rara lebih betah menyendiri di apartemennya. Untuk makan malam pun dia memesan batagor di salah satu kedai favoritnya lewat aplikasi. 

Chat berisi konfirmasi kalau dia sudah mengirim data yang diminta Adam via email sudah terkirim sejak sore tadi. Tapi sampai sekarang Adam belum membaca pesan tersebut. Tidak apa-apa. Yang penting pesan sudah terkirim. Ini sudah sesuai dengan instruksi Mbah Roy.

Lagian ini akhir pekan. Walaupun Adam seorang workaholic level dewa dan Rara tahu tim pemasaran saat ini sedang menyusun proposal untuk ditawarkan ke salah satu calon klien besar, toh dia juga harus menikmati waktu untuk dirinya sendiri.

Dari tampilan aplikasi, kurir makanan online terlihat sudah mendekat ke lokasi apartemennya. Dia pun memakai sweater untuk melapisi kaos tipisnya lalu keluar dari apartemennya dan turun ke lobi. Lebih baik dia yang menunggu di bawah. Kasihan kurirnya, kalau harus menunggu lagi, apalagi di luar juga sedang hujan.

Sesampai di lobi Rara terkejut bukan main. Di salah satu sofa terlihat Adam sedang menyibak sisa-sisa air hujan di lengan baju kaosnya. Adam yang biasanya lebih sering terlihat mengenakan setelan kantoran, kali ini begitu berbeda dengan tampilan kasual. Bahkan terlihat lebih seksi dengan tonjolan otot di sana-sini yang dibalut kaos ketat.

"Pak Adam? Ngapain di sini?" Rara setengah berseru saat menghampiri Adam. 

---

bersambung besok

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun