Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Pawang Hujan Salah Lokasi

22 Maret 2022   20:18 Diperbarui: 24 Maret 2022   07:33 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mata penduduk dunia sedang tertuju pada acara balap motor paling bergengsi yang dihelat di negeri Nusantara.

Saat ini negara tersebut sedang berada di atas angin. Ekonomi lagi hijau-hijaunya. Neraca perdagangan selalu surplus beberapa tahun terakhir. Indikator-indikator kesejahteraan masyarakatnya pun terus meningkat.

Kemajuan negeri tersebut tidak lepas dari tangan dingin Sang Presiden yang biasa dijuluki Mr. Kerempeng karena berbadan kurus. Tapi sekalipun berbadan kurus, nyalinya terbilang gede untuk membersihkan mafia-mafia di berbagai sektor ekonomi. Baginya segala manfaat program pembangunan harus berorientasi pada kemakmuran rakyat, bukan pada segelintir orang saja.

Nah, perhelatan balap kelas dunia yang dipersiapkan dengan sukses semakin membuatnya bersinar. Lokasi sirkuit dibangun di tengah-tengah pulau paling indah di negeri itu. Ini membuat para pembalap dan kru sangat senang berada di lokasi balapan.

Kehadiran kru balap dan para penonton juga berhasil mendorong perputaran ekonomi di pulau tersebut. Puja-puji untuk sang presiden pun berdatangan dari berbagai penjuru.

Tapi rupanya tidak semua orang senang dengan keberhasilan tersebut. Salah satunya adalah Tuan Baron, musuh politik bebuyutan Sang Presiden. Dia selalu merasa tersakiti setiap kali ada yang menyanjung Sang Presiden. Keberhasilan Sang Presiden seperti kegagalan baginya.

Sore nanti acara balapan resmi digelar setelah dua hari ini diadakan sesi latihan dan kualifikasi. Sejak pagi Tuan Baron uring-uringan. Setiap channel TV memberitakan acara balapan. Begitu juga dengan pemberitaan baik surat kabar langganan maupun portal berita daring, semuanya didominasi berita balapan. Bahkan di media sosial percakapan trending pun diwarnai dengan segala hal berbau balapan.

Kekesalan Tuan Baron memuncak. Dia mematikan TV, menghempaskan koran pagi dengan kasar dan ... nyaris membanting HP-nya ke lantai.
Untung dia masih sempat mengingat HP mewah limited edition itu adalah hadiah ulang tahun salah satu petinggi bank sentral negara tetangga.

HP itu membuatnya teringat sesuatu yang mungkin bisa berguna untuk membuat acara balapan itu jadi ambyar. Dengan demikian citra Mr. Kerempeng, Sang Presiden pun jadi buruk.

Dia tersenyum licik, merebahkan tubuh tambunnya ke atas sofa lalu menelepon salah satu anak buahnya. Dia teringat anak buahnya ini kenal dengan paranormal sakti pengendali cuaca yang tinggal di benua Afrika. Konon, dia bisa mengendalikan hujan di lokasi sejauh apapun hanya dengan duduk dan melakukan ritual di beranda rumahnya. Sudah dua kali dia menggunakan jasa orang sakti itu untuk membersihkan langit saat masa-masa kampanye pilpres dulu.

"Paijo! Kamu masih simpan nomor Mbah Zebubu, pawang hujan nomor 1 sedunia?"

"Ya, Tuan. Masih. Bagaimana?"

Senyum Tuan Baron semakin lebar. Dia pun memberi instruksi agar Paijo meminta Mbah Zebubu mengirimkan hujan lebat ke atas sirkuit balap sore nanti. Balapan akan digelar jam 3 siang, jadi Mbah Zebubu sudah harus beraksi sebelum itu. Masalah tarif, seperti biasa, tidak ada masalah. Yang penting balapan gagal digelar, dia bersedia membayar berapapun tarifnya.

"Bagaimana, Paijo? Sudah jelas?" Tuan Baron mengonfirmasi kembali setelah mengakhiri instruksinya.

"Iya, Tuan. Clear! Ini saya segera telepon Mbah Zebubu."

Pembicaraan pun diakhiri. Tuan Baron tidak sabar menunggu sore nanti tiba.

Entah apa yang dibicarakan Paijo dan Mbah Zebubu. Yang jelas sejak jam 2 siang mendung gelap menyelimuti langit di atas sirkuit balap. Tak lama kemudian hujan lebat pun turun.

Berbeda dengan pagi tadi, Tuan Baron sore ini terlihat begitu antusias menonton TV. Dalam tayangan tersebut terlihat panitia penyelenggara menatap ragu ke langit yang menumpahkan hujan begitu deras. Kabar penundaan balapan pun mulai disebut-sebut reporter dari lokasi.

Mbah Zebubu minta DP, Tuan. 

Demikian chat dari Paijo yang masuk ke gawai Tuan Baron. Dia pun membalas secepat kilat pesan tersebut.

Boleh. Kirim setengah dulu. Nanti lagi baru kirim sisanya. Hubungi Dewi ya untuk transfer dananya, balas Tuan Baron menyebut nama manajer keuangannya.

Baik, Tuan. 

Dengan semringah Tuan Baron mengambil kacang goreng tanpa kulit yang jadi cemilan sorenya sambil meneruskan menonton TV. Pesan-pesan dari kolega dan rekan-rekan bisnisnya tidak digubris sama sekali. Dia ingin menikmati momentum tersebut sepuasnya.

Tapi keadaan berubah kurang lebih 15 menit sebelum balapan dimulai. Hujan lebat berhenti seketika. Awan-awan mendung pergi menghilang dan langit kembali terang benderang. Tuan Baron benar-benar terkejut sampai lupa mengunyah kacang dalam mulutnya.

Tidak lama kemudian pihak penyelenggara juga mengumumkan balapan akan dimulai sesuai jadwal.

Tuan Baron pun buru-buru mengambil HP-nya lalu menelepon Paijo.

"Apa yang terjadi, Paijo? Kok jadi cerah begini di sana?!" cecarnya.

"Iya, iya, Tuan. Ini saya baru mau telepon Mbah Zebubu," sahut Paijo ketakutan.

"Cepetan!"

Tidak sampai 10 menit kemudian Paijo menelepon kembali.

"Maaf, Tuan Baron. Ini ... Mbah Zebubu ternyata salah GPS. Yang dikirimi hujan dari tadi itu ternyata sirkuit lain di Nusantara, yang juga lagi ramai dibicarakan."

"Hah?!" bentak Tuan Baron. "Sirkuit yang itu? Jadi juga belum. Suruh benerin! Kirim hujan ke sirkuit yang sebenarnya. Ini sudah mau mulai! "

"Ng... sudah, Tuan. Tapi Mbah Zebubu bilang, butuh waktu kurang lebih 1 jam untuk mengirim hujan ke sana, Tuan. Awan-awan mendung sudah ditarik semua ke lokasi yang salah itu."

Tuan Baron berteriak kesal dan membanting HP-nya keras-keras. Saking kesalnya kali ini dia benar-benar lupa pada riwayat HP yang kini sudah tercerai berai tidak keruan di atas lantai.

Sementara itu hujan deras mengguyur lokasi sirkuit lain yang sedang dibangun. Ini membuat sejumlah pekerjaan proyek harus dihentikan. Manajer proyek memandang langit hitam dengan cemas. Mereka sedang dikejar tenggat waktu. Pekerjaan yang memang sudah molor sejak awal bertambah molor lagi dengan fenomena alam ini. Dia khawatir, karena keterlambatan itu mereka bisa kena denda selangit dari pemda pemilik proyek.

---

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun