Suara bersin memecah kesunyian.
Dari tone dan desibelnya, bisa dipastikan itu suara bersin seorang wanita muda. Mestinya bersin adalah hal yang wajar terjadi.
Bersin barusan menjadi tidak wajar, karena terjadi di tengah malam buta seperti ini dan di dalam kamar kos hanya ada Randi seorang.
Randi yang semula tidur nyenyak menjadi terganggu. Sebagian otaknya menyuruhnya tetap lelap karena lelah setelah kuliah panjang seharian ini, sedangkan bagian otaknya yang lain memaksanya segera bangun karena fenomena aneh itu.
Resultan dua perintah otak secara bersamaan itu membuatnya hanya bergerak-gerak pelan di dalam sarung.
"Hachiii...!"
Suara bersin terdengar kedua kalinya.
Randi benar-benar terjaga kali ini. Dia langsung duduk di sisi tempat tidur dan menatap nyalang ke seluruh penjuru kamar yang temaram. Penerangan hanya berasal dari lampu tidur portabel di atas meja belajar.
Randi bisa memastikan di kamar itu dia adalah satu-satunya makhluk hidup yang ada, dengan mengabaikan kehadiran satu dua ekor cecak di dinding tentunya.
Jangan-jangan mimpi, batinnya.
Tapi suara bersin itu benar-benar nyata di gendang pendengarannya. Seperti ada orang lain yang saat itu bersama dirinya di dalam kamar. Irama detak jantungnya tiba-tiba meningkat dan hawa dingin menjalar di permukaan kulitnya.
Dia pun langsung ambil langkah seribu. Disambarnya bantal guling dan bergegas keluar kamar. Malam ini dia akan numpang tidur di kamar Bram, sesama mahasiswa perantauan yang kamar kosnya ada di lantai bawah.
***
Sheila, gadis manis dengan rambut lurus yang dikuncir ke belakang duduk bergeming di sisi tempat tidur. Dia menatap hangat wajah Randi yang sedang tertidur lelap di situ. Wajah penghuni kos baru itu benar-benar mengingatkannya pada wajah mantan kekasihnya, Randu.
Mereka menjalin hubungan diam-diam, karena mama papa Sheila tidak setuju dia berpacaran dengan pemuda dari kampung. Mereka sudah punya calon menantu sendiri untuk Sheila, dari keluarga yang berbelakang sama-sama orang berada.
Berbagai macam cara sudah dilakukan orang tua Sheila untuk membuatnya memalingkan hati ke pemuda pilihan mereka, tapi tidak berhasil. Penyebabnya apalagi kalau bukan seluruh hati Sheila sudah milik Randu.
Sheila berpikir kedua orang tuanya menyerah. Tapi dia salah. Setelah beberapa hari Sheila tidak mendengar kabar dari Randu, berita duka itu datang. Tragisnya, jenazah Randu ditemukan telah membusuk di kawasan hutan di pinggiran kota.
Pihak kepolisian menduga Randu mengalami peristiwa perampokan dan pembunuhan, karena di tubuhnya ditemukan beberapa luka tusuk, sebelum mayatnya dibawa oleh kawanan penjahat ke dalam hutan.
Sheila pun sangat terpukul dengan peristiwa itu. Dia punya insting kuat kalau orang tuanya punya andil dalam kejahatan tersebut. Akhirnya, Sheila membuat pilihan. Dia mengakhiri hidupnya dengan cara menggantung diri di dalam kamar.
Itu peristiwa hampir 30 tahun silam. Setelah puluhan tahun kemudian, muncul seorang pemuda yang menghadirkan kembali sosok Randu di depan matanya. Gurat wajah, perangai dan tutur kata Randi benar-benar mengingatkannya pada Randu.
Hal tersebut yang membuat Sheila bisa betah berjam-jam, bahkan berhari-hari sekalipun duduk menatap wajah Randi.
Sheila memang sudah terlalu lama kesepian. Memang beberapa bulan terakhir ini, ada beberapa tamu yang awalnya nyasar tapi kemudian diterimanya bergabung bersamanya di rumah besar itu. Seorang ibu yang ditabrak kereta api, seorang anak yang meninggal tenggelam, kakek yang dibunuh cucu-cucunya, dua orang gadis yang terkena santet dan bunuh diri, bahkan ada makhluk tinggi besar.
Tapi beberapa hari terakhir, mereka semua menghilang entah ke mana. Untunglah ada Randi yang bisa menjadi penghibur lara Sheila di situ.
Gadis itu tahu, Randi sedang kecapekan karena kuliah penuh hari ini, jadi dia tidak ingin mengganggu tidurnya yang lelap.
Hanya saja, entah kenapa sejak tadi dia merasa sedang tidak enak badan. Hidungnya juga memerah, mirip manusia nyata yang sedang influenza.
Inilah yang membuat dia tiba-tiba bersin di dekat wajah Randi.
Sheila terkejut, suara bersinnya benar-benar merambat melalui udara dan sampai di gendang pendengaran Randi. Randi pasti terganggu. Benar kan! Dia menggeser posisi tidurnya.
Sheila baru akan berdiri menjauh tapi tanpa bisa ditahan-tahan lagi, dia kembali bersin.
Duh! Sheila menepuk jidatnya.
Kali ini Randi benar-benar terbangun dan duduk kebingungan di sisi tempat tidur. Tidak sampai semenit kemudian, Randi mengambil bantal gulingnya dan berlari keluar kamar.
Sheila sekali lagi menepuk jidat dan menggeleng-gelengkan kepala.
***
Matahari baru meninggalkan puncak langit, saat Nyonya Liu dengan anggun turun dari mobil dan melangkah masuk ke pekarangan sebuah rumah bergaya klasik. Pekarangannyanya cukup luas, begitu pula dengan bangunan rumah itu.
Pintu terbuka. Seorang lelaki paruh baya berambut panjang terurai dengan mata menatap tajam menyambutnya ramah.
"Maaf Nyonya, saya pikir semua hantu sudah berhasil diusir dari rumah kos-kosan," kata lelaki itu tenang. Mereka kini duduk berbicara di ruang tamu.
"Ya, saya juga awalnya berpikir demikian, makanya sisa pembayaran sudah saya transfer semua ke rekening Ki Gondrong. Tapi tadi pagi saya dengar laporan dari asisten saya, kalau ada salah satu anak kos yang mendapat pengalaman aneh lagi tadi malam."
Lelaki yang dipanggil Ki Gondrong itu mengangguk.
"Nyonya sudah melakukan yang saya minta tadi?"
Nyonya Liu mengeluarkan gawainya dari dalam tas, lalu memperlihatkan sebuah foto ke depan Ki Gondrong. "Ya. Saya sudah minta asisten mengambil gambar kamar tempat kejadian."
Ki Gondrong mengambil napas panjang lalu mengerahkan mata batinnya menuju ke lokasi belasan kilo meter jauhnya dari situ melalui media gambar pada gawai. Dia memejamkan mata beberapa saat sebelum kembali bercakap-cakap dengan Nyonya Liu.
"Yang satu ini spesial, Nyonya ..."
Nyonya Liu mengernyitkan kening.
" ... seorang gadis muda yang mati karena cinta. Dia pasti punya ikatan yang kuat di tempat itu, sehingga tidak mudah dipindahkan. Seperti yang nyonya ketahui, selama seminggu ini, saya mengirim getaran energi ke rumah kos nyonya untuk mengusir hantu-hantu yang ada di sana. Mestinya ..."
Ki Gondrong mencoba mencari pilihan kata yang tepat untuk menjelaskan maksudnya.
" ... mestinya tidak ada lagi yang tersisa. Jadi kemarin, aku mengirim gelombang energi khusus, untuk pembersihan. Â Sebenarnya hanya untuk memastikan rumah nyonya telah benar-benar aman. Kalaupun masih ada mahluk yang tinggal, dia akan merasa sangat kesakitan, seperti dibakar api, kalau tidak segera pergi dari sana."
"Jadi apa yang terjadi?" tanya Nyonya Liu.
"Seperti yang sudah saya katakan tadi. Dia spesial. Dia hanya terpengaruh sedikit dengan jurus pamungkas saya. Penyebabnya hanya dua. Dia hantu yang sangat kuat, atau dia punya ikatan khusus di tempat itu. Kemungkinan besar penyebabnya yang kedua. Karena selama ini belum pernah ada hantu yang menang adu ilmu dengan saya, Nyonya."
"Benar. Makanya Ki Gondrong berani bikin promosi 100% uang kembali kalau gagal," sambung Nyonya Liuw.
Ki Gondrong tersenyum hambar.
"Tenang saja, Ki. Saya belum akan meminta uang pembayaran kembali. Saya masih memberi kesempatan pada Ki Gondrong untuk membereskan masalah ini."
Ki Gondrong mengangguk sopan. "Jangan khawatir, Nyonya. Besok siang, setelah dari rumah klien lain, seorang anggota DPRD, saya langsung mampir ke rumah kost."
Ki Gondrong memberi penekanan kepada klien anggota DPRD, untuk memastikan Nyonya Liu tidak meragukan kredibilitasnya.
"Baiklah, Ki," Nyonya Liu berdiri sebagai isyarat akan segera beranjak dari tempat itu. "Saya harap anda tidak gagal lagi."
Lima menit kemudian, mobilnya sudah berlari meninggalkan pekarangan rumah klasik dan bergabung dengan kepadatan lalu lintas metropolitan.
Sebentar lagi malam akan mengintip dari ufuk barat.
---
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H