Sudah lebih dari satu setengah tahun, pandemi menyelimuti seluruh dunia. Di Republik Besi, bencana kesehatan ini memasuki bulan ke-16 setelah resmi diumumkan Kementerian Kesehatan. Kurva harian jiwa yang terpapar virus mematikan sebenarnya telah melandai beberapa bulan terakhir. Tapi karena cluster mudik dan hadirnya varian virus baru yang bermutasi menjadi lebih ganas dan lebih mudah menyebar, kurva kembali berpola bullish dalam 3 pekan terakhir.
Bram dan kroni-kroninya yang berada di garis oposisi sedang resah. Bukan karena grafik pandemi itu. Mereka malah gembira karenanya. Ada tambahan peluru yang ditembakkan kepada sang presiden karena kenaikan kasus tersebut.
Mereka resah karena setelah banyak peluru ditembakkan, tidak ada progress yang berarti dalam rencana besar mereka untuk menggulingkan Sang Presiden. Memanfaatkan kaki tangan mereka di kabinet agar pemerintah selalu terkesan blunder dalam penanganan pandemi, menggerakkan orang-orang lapangan agar masyarakat bersikap negatif terhadap segala program untuk mengatasi pandemi sampai memainkan tagar di lini masa.
Tapi presiden tetap bergeming.
Suatu sore di beranda villa Bram yang luas dan bernuansa klasik, beberapa elite oposisi mengadakan pertemuan tidak resmi. Aroma wine yang tajam, beradu dengan aroma saus barbekyu memenuhi tempat itu.
Presiden baru saja mengumumkan lockdown lokal di sejumlah wilayah zona merah dan hitam. Ini adalah topik utama mereka. Lockdown berarti sebagian rakyat akan kembali menjerit. Jeritannya bisa jadi tambahan amunisi untuk kembali menggoyang pemerintah.
"... tapi sepertinya kita butuh dukungan dana yang lebih besar, Bram," ucap Bondan, pengusaha hitam yang kabarnya menguasai sepertiga omset penjualan ganja di republik ini. Mereka telah berdiskusi hampir setengah jam, tapi sepertinya belum ada hasil pembicaraan yang menggigit.
"Maksud kamu?" tanya Bram.
"Kita butuh dukungan dari luar republik. Kita sudah membakar uang habis-habisan tapi hasilnya nihil. Cari negara adikuasa yang juga bisa punya kepentingan di republik ini kalau presiden terjungkal," sahut Bondan.
"Masuk akal," sambung Tumpas, seorang mantan koruptor. Dia ini yang punya banyak kaki tangan di lingkaran kekuasaan. "Kami tahu kamu punya beberapa kenalan di negara-negara barat. Mereka lebih berpengalaman dalam proxy war dan punya dana taktis nyaris tidak terbatas," ucapnya lagi.