Kami memandang helai bulu itu dengan tatapan tak mengerti. Dia pun membuat gerakan mengatupkan kedua tangan lalu menjelaskan maksudnya kepada kami, seperti biasa, dari hati ke hati.
Kini giliran kami, aku, Clarice, serta Hans dan Joice anak-anak kami yang saling memandang dengan gembira. Memang tadi malam sebelum tidur kami berdoa bersama-sama di ruang doa. Kebiasaan berdoa bersama keluarga ini sudah lama tidak kami lakukan lagi.
Rupanya, Angel berhasil mengubah sedikit energi dari doa bersama kami menjadi sehelai bulu berwarna putih itu. Semakin sering kami berdoa bersama, semakin banyak bulu yang bisa dibuatnya dan nantinya helaian-helaian bulu itu akan disulamnya menjadi sayap yang baru.
Sejak hari itu, kami pun tidak pernah melewatkan sehari pun tanpa doa keluarga. Akhirnya tanpa kami sadari doa bersama telah menjadi kebiasaan yang melekat kuat dalam keluarga kami. Sesibuk apa pun, kami selalu menyempatkan waktu untuk berkumpul dan berdoa bersama.
Hari, bulan dan tahun berlalu. Suatu pagi, Angel turun dan memamerkan sayap malaikatnya. Kami semua terperangah, helaian-helaian bulu angsa telah menjadi sayap yang besar dan kuat. Bahkan seingatku, lebih besar dari sayap yang kami kubur di halaman belakang.
Angel mengizinkan Hans dan Joice mengelus-elus sayap itu. Aroma melati pun menguar di ruang makan.
Tidak lama lagi, sayap ini akan sempurna, demikian bahasa kalbu dari Angel. Aku dan keluarga pun mengangguk bahagia. Kami tidak sabar menunggu waktu itu tiba.
Beberapa hari kemudian, Angel tidak kunjung turun untuk sarapan bersama seperti biasa. Clarice pun naik ke lantai dua untuk mengetuk kamarnya.
"Pa, ke sini, Pa!"
Tak lama berselang, Clarice berteriak dari atas. Aku diikuti anak-anak pun bergegas menapaki anak tangga.
"Ada apa?" tanyaku. Clarice sudah berada di pintu kamar Angel yang terbuka dan mempersilakan aku melihat ke dalam.