Dalam satu helaan napas, isi cawan telah berpindah ke tenggorakan mereka masing-masing. Lalu mengalir ke dalam lambung. Sari-sari anggur bercampur racun, masuk ke pembuluh darah, menuju ke jantung dan…
Suara cawan yang jatuh dan pecah berserakan terdengar nyaring. Bukan hanya satu, tetapi dua cawan sekaligus. Tubuh gadis-gadis cantik itu kini telah terbaring lemas di depan altar. Seorang gadis lainnya yang sejak tadi mengintip kejahatanku berlari masuk dan memelukku.
Telah kukatakan, bukan? Aku tidak bisa memilih. Karena aku punya pilihan yang lain.
***
Matahari mungkin tak pernah akan berkawan dengan purnama. Tapi malam ini Ra dan Luna terlihat begitu akur.
Mereka masih tetap cantik dan manis dengan balutan gaun seputih awan. Tapi anehnya aku merinding ketakutan. Mereka seperti bayangan, tetapi anehnya keduanya berhasil mencengkeramku dengan erat.
Mereka lalu menyeretku melewati labirin yang terbuat dari harapan dan kutuk, untuk sekali lagi menghempaskanku… di depan sebuah altar marmer berbentuk hati. Ada dua cawan kaca berisi anggur di atas altar itu.
“Kami akan terus hadir dalam kehidupanmu sebelum kamu membuat pilihan,” gema suara Luna. “Kiri atau kanan? Kanan atau kiri?”
“Kita semua tahu akhir pilihan itu, bukan?” jawabku pasrah. “Apa gunanya membawaku ke alam kalian saat ini, kalau di sana nanti aku tetap tidak akan memilih salah satu dari kalian?”
Ra tersenyum.
“Kamu pasti akan membuat pilihan. Karena gadismu tidak akan ikut ke sana. Dia akan tetap kami biarkan hidup.”