Ra memilih gambar, Luna memilih angka.
Koin itu pun aku lemparkan ke atas, berputar beberapa kali, dan mendarat kembali di telapak tanganku dengan mantap. Sebelah koin yang menghadap ke atas memperlihatkan angka. Artinya Luna mendapatkan kesempatan memilih cawan duluan.
Tapi tetap saja dia terlihat ketar-ketir. Begitu pula Ra.
Luna maju perlahan ke altar. Dua cawan anggur itu menyambutnya dengan ramah. Aku yakin dia kini sedang memutar kata-kata ini dalam benaknya. Kiri atau kanan? Kanan atau kiri?
Dia memilih yang kanan. Berarti cawan di kiri milik Ra.
“Kalian harus meminum cawannya bersamaan. Itu aturannya.”
Keduanya mengangguk.
Kini baik Ra maupun Luna telah memegang cawan masing-masing. Mereka terlihat berdebar-debar. Sepertinya aku juga…
“Baik, demi cinta, kalian harus meminumnya…”
Ra dan Luna menatapku lekat-lekat.
“…sekarang!”