Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Dongeng Pilihan

Penyihir Emerald Terakhir

12 Maret 2016   21:54 Diperbarui: 12 Maret 2016   22:30 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sosok lainnya muncul dari arah belakang pasukan. Pria itu berpostur tinggi besar, berpakaian prajurit lengkap dengan tanda-tanda kehormatan ksatria di dada dan ujung pelindung kepalanya. Orion memicingkan mata. Dalam sekali pandang, dia bisa mengenal pria berwajah dingin itu.

“Panglima Thar!” serunya.  “Pemimpin tertinggi pasukan Kerajan Zatyr!”

“Orion! Pertemuan yang tak disangka-sangka. Lihatlah apa yang terjadi pada penyihir top Emerald… ”    

Pertanyaan-pertanyaan yang berkelebat di kepala Orion sepertinya hanya bisa mengarah kepada satu jawaban yang mengejutkan.

“…dekil, terpojok, ketakutan dan tidak ada lagi tempat untuk berlari.”

“Kamu seorang penyihir, bukan? Pemimpin pasukan Sagit yang termahsyur itu ternyata juga seorang penyihir. Jadi bukan karena imun-sihir, tapi karena memang seorang penyihir!”

Panglima Thar tersenyum licik. “Mengapa begitu lama, Orion?”

Orion melontarkan sumpah serapah.

“Tidak sedihkah kamu melihat kaummu sesama penyihir tertindas, tewas dan menjadi korban sia-sia? Apa sebenarnya yang kamu rencanakan, Thar?”

“Sudah, cukup! Cukup penyihir jadi kaum yang direndahkan di tanahnya sendiri. Aku memiliki mimpi, Orion. Aku akan membangun kerajaan sihir yang lebih kuat, lebih berwibawa,” mata Thar terlihat berkilat-kilat. “Dimulai dengan… menyingkirkan penyihir-penyihir rendahan seperti kalian. Orion, sampai kapan pun kita tidak akan pernah sejalan.”

Orion tetap waspada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun