“Kamu… darimana kau tahu, Kodok?”
Kodok itu menggaruk kepalanya beberapa kali.
“Aku ini kodok sakti, bodoh! Dan aku telah bertahun-tahun tinggal di samping kamarmu. Aku bisa mendengar semua pembicaraan kalian, sekalipun kalian bercakap-cakap lewat telepon. Aku juga tahu, saat ini kamu sedang memikirkan hadiah yang paling berkesan untuknya.”
Aku beranjak mendekati kodok sakti itu.
“Kamu kodok yang… yang tidak biasa. Tapi siapa tahu kamu memang bisa jadi hadiah spesial untuknya. Berjanjikah kamu akan menghiburnya dan menjadi teman untuknya setiap kali aku tidak bisa bersamanya?”
“Aku bersumpah!”
Aku pun mengangkat kodok itu hati-hati dan meletakkannya di dalam toples kosong untuk kuhadiahkan pada Airin malam nanti.
*****
Tiga bulan kemudian.
Dunia rasanya seperti sedang mengejekku. Bahkan bulan purnama pun tidak mau keluar dari awan mendung malam ini, seolah enggan menghiburku yang sedang dilanda sepi dan kesedihan.
Hari ini Airin bertunangan. Lelaki yang beruntung itu adalah… ah, sudahlah! Aku bahkan tidak ingin menyebut lagi nama bedebah itu.