“N.. Nad…??,”
“Rin, Tomi Riiinn….!!”
Alarm di kepala Ririn berbunyi nyaring. Ada yang tidak beres. Ada masalah dengan skenarionya.
****************
Begitu sampai di dalam apartemennya, Ririn langsung menghempaskan diri di atas ranjang. Pandangannya nanar, kepalanya hampir meledak.
Malam ini dia sukses membunuh lelaki yang sangat dicintainya. Lelaki yang kemudian jatuh hati ah, Ririn lebih suka menganggapnya direbut, direbut kawan karibnya sendiri.
Sianida itu untuk Denada. Tapi pasti ada kesalahan, kemungkinan besar sisa jus alpukat itu dihabiskan oleh Tomi. Bukan seperti itu skenarionya.
Ririn sudah siap dengan skenario berikutnya. Jika keluarga bersedia menyerahkan Tomi untuk diotopsi, akan ditemukan endapan sianida pada tubuhnya. Lalu akan diselidiki makanan atau minuman apa yang terakhir kali dikonsumsinya. Mestinya mereka telah berada di area bioskop saat kejadian, membeli popcorn dan minuman bersoda. Atau paling tidak mereka telah meninggalkan d’café sehingga pelayan pasti telah membereskan sisa makanan dan minuman di meja mereka tadi. Kalaupun penyelidikan kemudian tetap mengarah kepada dirinya sebagai orang ketiga, bukti-bukti pendukungnya sudah sangat lemah.
Tapi bukan itu yang membebani pikirannya saat ini. Tangis Ririn kemudian meledak, membayangkan wajah Tomi yang hangat itu didera sakratul maut beberapa waktu yang baru saja berlalu. Dan ini semua karena ulahnya.
Ririn tiba-tiba merasa sangat menyesal. Dia lalu membolak-balik isi laci meja riasnya mencari sesuatu. Dia ingat masih menyimpan beberapa mili liter cairan maut itu. Dia harus menenggaknya malam ini untuk mengakhiri semuanya.
_______________________________________________