“Well, aku ke kasir sekalian pamit yah… selamat bersenang-senang…,”
Ririn lalu melambai kecil sembari beranjak meninggalkan Denada dan Tomi menuju kasir.
Sebuah melodi hitam sedang mengalun di kepalanya.
Mengapa aku jadi sejahat ini? Ah, salahkan Denada, juga salahkahlah cinta…!! Kenapa selalu tidak mau berpihak kepadaku….
Melodi hitam berganti dengan alunan lagu jadul Boulevard of Broken Dream-nya Green Day dari music player mobilnya. Di belakang setir, Ririn memacu Honda Jazz itu menjauh dari keramaian kota lalu membuang ampul bekas dan gepokan tissue dari jendela mobil ke sebuah tempat sampah umum.
Ekspresi Ririn benar-benar membuatnya sedingin mayat.
Berhasilkah rencana jahatnya? Apakah sianida 100 mg yang dipersiapkannya berhasil melarut ke dalam jus alpukat Denada dan hanyut dalam setiap tetes yang disesapnya?
Ah, handphone-nya berbunyi. Persis, nomor handphone Tomi memanggil. Dia telah mengatur segala skenarionya dengan baik. Tapi dia harus tetap pura-pura terkejut menerima panggilan itu.
Ririn melambatkan laju mobilnya.
“Hallo, Tomi….,”
Diluar dugaan, isak Denada terdengar di ujung speaker handphone.