Akhirnya hari-H yang ditunggu-tunggu tiba juga. Agnes Mogyla datang bersama satu rombongan besar berisi manajemen dan penari latarnya. Beberapa properti panggung mulai dari yang ringan sampai yang berat juga dibawa serta.
Konser diselenggarakan di ballroom sebuah hotel bintang lima, sedianya dimulai pukul 10.00 malam. Tapi sejak siang, Agnes bersama seluruh tim penampil sudah mengubek-ubek sound system, light system, melakukan GR dan mempersiapkan segala sesuatunya agar performance malam nanti bisa berjalan lancar.
Dayat kita kemana?
Oh, dia sedang menunggui momentum dengan setia. Sesekali kesal juga gegara sedikit-sedikit disuruh beli ini itu oleh kru Saiya Entertainment senior. Maklum, dia termasuk yang paling muda di antara mereka.
Kesempatan emas datang di sela-sela rehat GR, saat Agnes berbincang sesuatu dengan Kelvin, sang project manager. Jari jemari dan tangan Agnes bergerak-gerak dinamis selaras dengan irama bibirnya. Tanpa balutan make up malah terkesan kucel karena keringatan pun, Agnes masih tetap mempesona, paling tidak di mata Dayat. Dari kejauhan Dayat menatap kagum… sampai hampir pingsan saking kagetnya saat Kelvin memanggil namanya.
“Sini…!!”
Dayat berjalan setengah berlari ke arah mas Kelvin dan Agnes. Jantungnya mulai berdegup kencang, mirip ibu-ibu arisan lagi nunggu nomor lotere yang mau keluar. Begitu sampai, Dayat langsung pasang senyum paling manis, sambil berharap tidak ada potongan cabe risoles yang nyelip di antara giginya.
“Iya, mas? Halo, mbak Agnes….,”
Agnes balas tersenyum manis.
“Yat, bisa minta tolong panggilin mbak Novi? HP-nya ditinggal di meja panitia tuh…”
“Oh, tadi mbak Novi lagi ngomong sama orang hotel, mas. Tapi… baik, saya cari dulu ya,… ”