Klaim Sherley dapat dibenarkan dengan catatan harus mengingat beberapa faktor; inflasi dan kurs rupiah misalnya.
Pada era Soeharto 1 dollar bernilai 2 ribu rupiah. Sekarang? Pada era Soeharto, sepeda motor Honda dapat dibeli dengan 3 juta rupiah. Sekarang?
Di samping itu, Sherley lupa membeberkan faktor persentase utang terhadap PDB. UU Keuangan Negara Pasal 12 ayat (3) mengamanatkan agar pemerintah menjaga rasio utang di bawah 60% dari PDB. Dalam hal ini, utang di era siapa yang paling rawan?
Fakta C : Tingkat kemiskinan dan pengangguran menurun
Kementerian Keuangan mempunyai data yang rinci terkait klaim ini.
"Tingkat kemiskinan turun dari 11,25% pada Maret 2014 menjadi 9,82% pada Maret 2018. Tingkat kemiskinan dalam satu digit ini merupakan yang pertama kali dicapai oleh Pemerintah Indonesia. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) juga mengalami penurunan dari 5,70% pada Februari 2014 menjadi 5,34% pada Agustus 2018." (Dikutip dari laporan ini)
Klaim #3 : Gali Lubang Tutup Lubang Karena APBN Minus
Dalam video unggahan Twitter itu, Sherly juga mengklaim bahwa utang pada tahun ini (275 triliun Rupiah) dua kali lipat dibanding akhir era pak SBY. Dan, sedihnya, kita harus membayar utang ini dengan kembali berutang karena minusnya APBN.
Fakta : Primary-balance berkurang
Terkait dengan anggapan bahwa Indonesia adalah negara yang berorientasi "gali lubang tutup lubang" dalam urusan utang, ekonomis Bank Permata, Josua Pardede, tak setuju. Menurutnya, justru dalam 4-5 tahun terakhir defisit keseimbangan primer (primary balance) Indonesia terus menyusut. (Baca di sini.)
"Dari defisit Rp142,5 triliun pada tahun 2015, menjadi defisit Rp 11,5 triliun pada tahun 2018 dan diperkirakan akan mencapai defisit Rp34,7 triliun pada tahun 2019, dan diupayakan lebih rendah lagi menjadi Rp 12,0 triliun pada tahun 2020," demikian penjelasan Josua.