Marilah kita menyimak satu persatu.
Klaim #1 : Ibu kota dipindahkan karena macet, banjir, polusi, dan pemerataan tanah
Ketika mengomentari rencana pemindahan ibu kota ke Kalimantan dalam acara kemarin, Sherly mengklaim bahwa rencana tersebut merupakan bukti kegagalan Jokowi sendiri.
"Karena bukankah salah satu program besar Pak Jokowi (saat itu) mencalonkan diri jadi Gubernur dan menjadi Presiden adalah penanganan semua keruwetan Jakarta yang di dalamnya termasuk banjir, macet, polusi, dan lain-lain?", demikian argumennya.
Ia melanjutkan, "Jadi ketika sekarang beliau menjadikan alasan pindahnya ibu kota ini karena macet, banjir, dan polusi seperti yang tadi sama-sama kita dengar. Maka seolah beliau sedang mengonfirmasi kegagalannya dalam memenuhi janji kampanye beliau saat Pilgub bahkan Pilpres."
Sherly, dan semua narasumber dalam acara tersebut, memberi komentar setelah sebuah video diperlihatkan. Tayangan tersebut mengarahkan penonton untuk meyakini bahwa Presiden memindahkan Ibu kota demi sejumlah alasan sebagaimana disebutkan oleh Sherly tadi.
Fakta : Pemindahan Ibu kota bagian dari visi "Indonesia Sentris"
Dalam zaman dimana informasi digital mudah diakses saat ini, tidaklah sulit untuk menyelidiki alasan utama rencana pemindahan Ibu kota. Jejak-jejak komentar Presiden dan menteri Bapenas banyak terdapat di situs-situs berita.
Dengan sedikit usaha dan logika kita dapat mengetahui bahwa pemindahan Ibu kota merupakan satu bagian dari strategi jangka panjang pemerintah menuju Indonesia sentris, bukan lagi Jawa sentris.
Lantas, di mana sangkut-pautnya isu banjir, macet, dan polusi yang disemprotkan Sherley itu?
Aspek-aspek itu berada dalam penjelasan tentang syarat Ibu kota yang baru. Presiden menginginkan Ibukota yang baru minim risiko banjir, bebas pencemaran lingkungan, minim potensi konflik.