Sosok perempuan bernama Sherly Annavita mendadak terkenal. Ramai-ramai situs berita daring memberitakan tentang dirinya yang berani mengkritik seorang pejabat pemerintah dalam sebuah siaran langsung acara debat televisi nasional.Â
Tidak tanggung-tanggung, yang ia kritik adalah orang nomor satu di negeri ini: presiden Joko Widodo. Akibatnya, bak pahlawan yang baru ditemukan, ia langsung dipuja-puji kalangan oposisi.
Mengaku Mewakili Milenial
Di alam demokrasi saat ini, mengkritik pejabat pemerintah bukanlah hal yang tabu. Sudah banyak yang secara terang-terangan berani mengkritik presiden. Oknum oposisi tertentu senantiasa nyinyir terhadap apapun yang dilakukan presiden.Â
Namun, Sherly berbeda.Â
Kemunculannya tidak dapat diartikan sekadar pertambahan anggota dalam grup kritikus pemerintah. Ia mengaku mewakili kaum milenial--sesuatu yang baru dalam jajaran oposisi yang rata-rata berasal dari generasi X.
Secara usia, dapat dikatakan ia seumuran dengan rata-rata mahasiswa saya di kelas pekerja.Â
Saya selalu tertarik berdiskusi dengan generasi milenial; menyelami cara mereka memandang dunia saat ini. Maka, ketika saya mendapati klaim milenial seorang Sherly, saya merasa tergugah untuk menilai cara berpikirnya.
Dalam pengalaman saya mengajar, saya mendapati banyak mahasiswa terjebak dalam cacat-cacat logika (logical-fallacies). Menarik kesimpulan secara terburu-buru, salah memproyeksikan pendapat orang lain, atau logika "gak nyambung" adalah beberapa kesalahan yang sering mereka lakukan.
Menelusuri komentar Sdri. Sherly dalam acara kemarin, saya menemukan pola-pola kesalahan yang sama. Sebagai pendidik, saya terpanggil untuk membetulkannya supaya nantinya pembaca dapat mewaspadai kesalahan yang sama di masa depan.
Untuk memudahkan Anda memahami, saya akan menyajikan sejumlah klaim disertai fakta dan tipe cacat logika apa yang dilakukan olehnya.