Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

HIV dan AIDS Masuk Kampung, Provinsi Papua Tembus 41.616 Kasus

23 Agustus 2019   14:08 Diperbarui: 23 Agustus 2019   14:12 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Pastor punya umat ada yang meninggal tadi subuh karena positif HIV. Kami rencana besok mau rujuk ke RSUD Agats, tapi dia sudah meninggal," tutur Kepala Puskesmas Ayam, Distrik Akat, Teguh Sunarto kepada Pastor Paroki St. Martinus de Pores Ayam, Pastor Vesto Maing, Pr, Kamis, (17-05-2019).

Gunung-gunung, bukit-bukit, sungai, laut, hutan dan manusia, leluhur orang Papua dan Tuhan Allah merupaka satu kesatuan yang tidak terpisahkan satu sama lain. Kehidupan harmonis dalam kesatuan dengan semesta alam merupakan warisan terindah leluhur orang asli Papua. Tetapi, kini kehidupan harmonis itu seakan-akan lenyap ditelan waktu.

Suasana hidup harmonis di kalangan orang Papua mulai rusak. Pagar-pagar kehidupan patah terkulai. Adat terkikis dan pudar. Suara kenabian Gereja meredup. Pemerintahan provinsi Papua dan kabupaten./kota berlomba-lomba membangun gedung-gedung mewah dan mengabaikan orang asli Papua.

Di tengah berbagai narasi tentang pergulatan orang asli Papua itu, hadir pula penyakit mematikan HIV-AIDS yang telah merenggut ribuan jiwa. HIV-AIDS merupakan senyap yang mematikan bagi orang asli Papua. Ia seperti singa, yang setiap saat bersiaga memangsa orang asli Papua.

Dinas Kesehatan provinsi Papua pada 30 Juni 2019, telah mengeluarkan data HIV-AIDS di provinsi Papua, yang terdiri atas 28 kabuapten/kota, yang berjumlah 41.616 kasus. Sebelumnya, data per 30 Maret 2019, berjumlah 40.805 kasus. Artinya, dalam waktu tiga bulan, ditemukan kasus baru sebanyak 811 kasus.  

Serpihan Kisah HIV-AIDS di Asmat

Hari masih pagi. Matahari belum terbit. Suasana di kampung Cumnew sepi. Sebagian besar penduduknya masih tidur. Tiba-tiba terdengar pekik suara tangis. Suara orang menangis dengan penuh haru terdengar sampai di pastoran paroki St. Martinus de Pores Ayam, yang terletak di tepi sungai Asuwets.

Pagi hari, saya dan Pastor Vesto Maing, Pr pergi ke Puskesmas Ayam. Kami melakukan pertemuan dengan Kepala Puskesmas Ayam, Mantri Teguh Sunarto. Pada kesempatan tersebut, Mantri Teguh menyampaikan bahwa seorang warga baru saja meninggal karena positif HIV. "Pastor di Ayam, sudah ada orang terinfeksi HIV-AIDS," tutur Mantri Teguh.

Kisah tentang HIV-AIDS masuk kampung tidak hanya terjadi di Ayam, Distrik Akat. HIV-AIDS telah terlebih dahulu masuk ke kampung-kampung di sekitar Agats. Korban nyawa telah berjatuhan. Kini, HIV-AIDS tetap mengaum mencari mangsa ke kampung-kampung di pelosok Asmat.

Di Asmat, virus mematikan ini sedang tertawa lebar lantaran tidak ada upaya konkret dan masif membumihanguskannya. HIV-AIDS belum menjadi perhatian serius stakeholder, baik pemerintah daerah kabupaten Asmat, Gereja-Gereja maupun tua-tua adat.

Perjalanan HIV-AIDS ke kampung-kampung terpencil di Asmat berlangsung senyap. Saat ini, orang-orang dari kampung-kampung lebih mudah ke Agats. Mereka datang untuk mengambil honor aparat kampung, mengambil dana desa dan sebagian mengambil dana BANGGA Papua.

Di Agats, tersedia warung makan, yang sekaligus tempat prostitusi. Setelah makan di depan, penjaga warung akan menawarkan jasanya di kamar yang letaknya bersebelahan dengan ruang makan. "Sekali 'main' 200 ribu Mas," tutur salah satu perempuan ketika saya mengunjungi warung di Jalan Muyu Agats, pada Rabu, (07-08-2019).

Demikian di Jalan Ayam kecil. "Sekali 'main' bisa 100 ribu Mas. Ayo masuk," tawar salah satu perempuan yang saya temui.

Praktek prostitusi juga terjadi di caf-caf di Agats. Tetapi, kalau di caf harga lebih mahal. "Kalau di Caf berkisar 3-5 juta," tutur Pastor Linus, yang pernah menyamar demi mengetahui praktek prostitusi di Agats.

Data dari RSUD Agats memperlihatkan sejak 2012, HIV-AIDS menyebar mulai dari para wanita pekerja seks (WPS) di Jalan Muyu kecil dan Jalan Ayam kecil. Kini, HIV-AIDS menyebar sampai ke kampung-kampung terpencil di Asmat. Ratusan nyawa telah melayang direnggut HIV-AIDS.

Saat ini, WPS sedang menjamur di Asmat. "Pak Pit, banyak perempuan mau ke Agats karena banyak peminat," tutur salah satu pria yang biasa mengurus perempuan-perempuan penghibur di Agats. "Harga umumnya, 200-300 ribu" tambah pria yang sudah malang melintang di dunia prostitusi di Agats ini.

Prostitusi di depan mata, tetapi para pihak di Agats berdalih tidak ada lagi praktek transaksi seksual di Asmat lantaran ada Peraturan Daerah (Perda) yang melarangnya. Berbagai dalih dikemukakan untuk memelihara prostitusi yang menjadi sumber penyakit HIV-AIDS di Asmat. Korban berjatuhan umumnya orang asli Asmat. Apabila praktek prostitusi liar di Agats tidak segera ditertibkan, kita akan mengalami kematian orang Asmat yang tidak berkesudahan.

Peran Tokoh Adat 

Data Sistem Informasi HIV-AIDS (SIHA) Dinas Kesehatan Provinsi Papua per 30 Juni 2019, terdapat, 41.616 kasus HIV-AIDS. Data tersebut dihimpun dari 27 kabupaten dan 1 kota di provinsi Papua. Pada data tersebut tampak bahwa hampir seluruh penularan terjadi melalui hubungan seksual. Artinya, perilaku seks bebas menjadi penyebab utama HIV-AIDS di Papua. Bagaimana adat bisa menjadi benteng untuk melindungi orang Papua dari virus mematikan ini?

Orang asli Papua memiliki adat yang menjunjung tinggi kehidupan manusia, alam semesta, leluhur dan Tuhan Allah. Kekerabatan orang Papua selalu mengedepankan kehidupan yang harmoni. Nilai-nilai hidup seperti terbuka, saling memberi, saling menerima, saling berbagi dan menghormati satu sama melekat dalam seluruh hidup orang asli Papua.

Selain itu, dalam adat orang asli Papua, mereka selalu mengedepankan relasi harmonis dengan leluhur, alam semesta dan Tuhan Allah. Unsur-unsur metafisis (yang tidak tampak dengan mata fisik) memiliki peran penting dalam seluruh kehidupan orang asli Papua. Setiap tempat memiliki sejarahnya sendiri, termasuk tempat-tempat keramat. Setiap pohon, sungai, kali, laut, telaga, gunung, bukit, gua, batu, memiliki keterkaitan dengan orang asli Papua. Orang asli Papua tidak bisa hidup sendirian. Mereka selalu terpaut pada sesama, leluhur, alam semesta dan Tuhan Allah.

Kesatuan holistik (menyeluruh) tersebut, seyogianya menjadi landasan (fondasi) untuk membentangi diri dari ancaman kepunahan akibat HIV-AIDS yang saat ini sedang mewabah di tanah Papua. Tetapi, realitas saat ini menunjukkan bahwa tawaran dunia modern, terutama alat komunikasi dan transportasi yang semakin terbuka mengantar orang asli Papua berada di ambang kematian massal akibat HIV-AIDS.

Sejauh mana tokoh adat melihat HIV-AIDS sebagai ancaman serius bagi masa depan orang asli Papua? Apakah orang adat menyadari bahwa HIV-AIDS sebagai penyakit yang mengancam keberlangsungan masa depan orang asli Papua? Bagaimana peran orang adat dalam usaha pencegahan HIV-AIDS di Papua?

Sampai saat ini, tokoh-tokoh adat (di) Papua belum melihat HIV-AIDS sebagai ancaman serius bagi orang Papua. Kematian demi kematian yang dialami orang asli Papua akibat HIV-AIDS belum mendapatkan perhatian serius dari tokoh-tokoh adat. Padahal, HIV-AIDS telah menyerang, mematikan dan akan terus bergerilya mencari mangsa orang asli Papua.

Kesadaran kolektif para tokoh adat (di) Papua untuk melindungi suku, marga (fam) dan rumpun Melanesia dari kematian HIV-AIDS masih sangat minim. Seringkali ada diskusi, dialog dan imbauan terkait melindungi orang asli Papua dari kematian akibat HIV-AIDS, tetapi penerapannya di tengah kehidupan orang Papua sangat minim sehingga orang asli Papua masih berguguran akibat penyakit mematikan ini.

Apa pun alasannya, tokoh-tokoh adat harus terlibat langsung dalam usaha pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS di Papua. Setiap suku, marga (fam) harus melindungi diri mereka dari kematian akibat HIV-AIDS. Cara paling efektif yaitu kampanye dan seruan untuk menghentikan praktek seks bebas. Orang asli Papua harus membangun kesadaran kolektif untuk saling setia pada pasangan suami istri. Perilaku seks bebas harus ditinggalkan demi kelangsungan masa depan orang asli Papua di tanah ini.

Peran Pimpinan Gereja

Apakah pimpinan Gereja, Uskup, Pastor dan Pendeta menyadari bahwa orang asli Papua yang mati karena HIV-AIDS merupakan jemaatnya? Apa yang harus dilakukan oleh Gereja-Gereja (di) Papua terhadap HIV-AIDS yang semakin menggerogoti wajah Gereja saat ini? Sejauh mana pastoral keluarga menjadi benteng melindungi keluarga-keluarga orang asli Papua dari kematian akibat HIV-AIDS?

Selama ini, Gereja tidak memberikan perhatian serius terhadap berbagai usaha pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS di tanah Papua. Pimpinan Gereja masih melihat HIV-AIDS bukan merupakan ancaman bagi kepunahan orang asli Papua. Karena itu, pimpinan Gereja-Gereja (di) Papua tidak mengarahkan pandangannya pada permasalahan HIV-AIDS.

Kita mengakui ada lembaga Gereja yang terlibat dalam usaha pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS (di) Papua seperti Sinode GKI mendirikan klinik Walihole di Yoka atau Gereja Katolik Keuskupan Agung Merauke dengan Yayasan Santo Antonius (Yasanto) di Merauke. Selain itu, ada pula karya ordo (tarekat), misalnya rumah Hospis Surya Kasih di Waena yang dikelola oleh Bruder Agus Adil OFM.

Meskipun demikian, pimpinan Gereja-Gereja (di) Papua tidak memikirkan upaya pencegahan HIV-AIDS secara komprehensif dan berkelanjutan. Kita jarang menjumpai pimpinan Gereja, baik Uskup, Pastor maupun Pendeta, yang secara terus-menerus menyuarakan pentingnya pencegahan HIV-AIDS di tengah kehidupan keluarga-keluarga jemaat. Kita jarang menemukan Uskup, Pastor dadn Pendeta, yang pada setiap khotbah di mimbar atau pada setiap kali pertemuan meluangkan waktu untuk berbicara tentang HIV-AIDS. Ketidakpedulian pimpinan Gereja turut menyumbang semakin mewabahnya HIV-AIDS di tanah Papua.

Saat ini HIV-AIDS semakin mewabah di Papua, apa yang perlu dilakukan oleh pimpinan Gereja (di) Papua? Pimpinan Sinode dan Uskup-Uskup se-tanah Papua harus memiliki persepsi yang sama tentang HIV-AIDS dan ancamannya terhadap masa depan Gereja (di) Papua. Selain itu, Pimpinan Sinode dan Uskup-Uskup di Papua harus menginstruksikan kepada para Pendeta dan Pastor untuk pada setiap  ibadah harus bicara tentang melindungi diri dan keluarga dari ancacman HIV-AIDS.

Pada tataran jemaat, baik di Paroki-Paroki maupun di pos-pos pelayanan, para Pastor dan Pendeta harus menggaungkan usaha pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS. Pastor dan Pendeta tidak boleh bosan dan berhenti bicara tentang HIV-AIDS. Sebab, usaha pencegahan merupakan yang paling penting dan utama dalam melindungi diri dari kematian akibat virus mematikan ini.

Peran Gubernur dan Bupati se-Tanah Papua

Gubernur provinsi Papua dan para Bupati se-tanah Papua harus memiliki kepedulian terhadap kondisi HIV-AIDS yang semakin memprihatinkan saat ini. Bentuk kepedulian terhadap upaya pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS di provinsi Papua perlu diwujudkan dengan tindakan konkret, bukan saja regulasi tetapi juga ketersediaan anggaran yang memadai.

Kita bersyukur, Gubernur provinsi Papua, Lukas Enembe sudah menyediakan dana miliaran rupiah untuk Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) provinsi Papua. Tetapi, kita masih berharap supaya pimpinan KPA provinsi Papua dapat menjalankan tugas, peran dan fungsi KPA secara maksimal dan dapat mengjangkau kabupaten/kota di provinsi Papua. Sebab, selama ini KPA provinsi Papua hanya berkutat di sekitar kota Jayapura, kabupaten Jayapura, kabupaten Keerom. Bagaimana dengan kabupaten-kabupaten yang jauh dari ibu kota provinsi Papua, seperti di Asmat?

Secara khusus, KPA kabupaten/kota di tanah Papua yang selama ini "mati suri" harus segera bangkit kembali. Bupati dan Wakil Bupati, yang selama ini tidak peduli pada upaya pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS di daerahnya, harus segera sadar bahwa orang asli Papua sedang terancam oleh HIV-AIDS. Apabila pimpinan daerah tidak memberikan perhatian serius terhadap berbagai usaha pencegahan HIV-AIDS di kabupaten/kota, maka kita akan mengalami badai kematian mengerikan. Orang-orang asli Papua akan mati sia-sia karena HIV-AIDS.

Gubernur provinsi Papua dan para Bupati se-tanah Papua perlu memberikan dukungan kepada KPA provinsi Papua, KPA kabupaten/kota. Sebab, upaya pencegahan lebih utama ketimbang mengobati mereka yang sudah terinfeksi HIV-AIDS. Karena itu, KPA perlu diperkuat dan didukung dengan dana yang memadai sehingga berbagai program pencegahan HIV-AIDS bisa berjalan efektif.

Selain KPA, Gubernur provinsi Papua dan para Bupati se-tanah Papua perlu mengeluarkan kebijakan pemeriksaan masal kepada semua penduduk di kabupaten/kota di provinsi Papua. Pemeriksaan HIV kepada semua penduduk di Papua untuk memastikan bahwa tidak ada lagi orang yang terinfeksi. Kalau masih ada yang ditemukan positif HIV, bisa ditangani lebih dini sehingga usia hidupnya bisa bertahan lebih lama. Tanpa pemeriksaan masal, kita tidak akan pernah mengetahui status penduduk di Papua, apakah terinfeksi HIV atau tidak? Karena itu, tes HIV masal merupakan sebuah kemendesakan yang perlu dilakukan di seluruh tanah Papua.

Kini, permasalahan HIV-AIDS di provinsi Papua tidak lagi menjadi tanggung jawab tokoh adat, Gereja dan pemerintah saja. Setiap pribadi yang tinggal di Papua bertanggung jawab untuk mencegah menjamurnya HIV-AIDS ini. Setiap pribadi perlu membentengi diri sendiri, keluarga, dan lingkungannya dari bahaya HIV-AIDS. Cara paling efektif adalah tidak melakukan seks bebas atau berganti-ganti pasangan yang sangat rentan terhadap tertularnya HIV-AIDS.

Apa pun wacana yang dibangun tentang HIV-AIDS di Papua, fakta menunjukkan bahwa saat ini ada 41.161 orang terinfeksi HIV-AIDS di tanah Papua. Data ini hanya mereka yang berobat di Pustu, Puskesmas, klinik dan Rumah Sakit yang terekam. Masih banyak lainnya meninggal sebelum diperiksa. Sebagian lainnya, masih berada dalam masa inkubasi sehingga tampak sehat. Karena itu, kita semua yang tinggal di tanah Papua harus waspada terhadap virus mematikan ini. [Agats, 17 Agustus 2019; 12.00 WIT].

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun