Surat terbuka para imam Diosesan itu, seyogianya menjadi rambu peringatan bagi Mgr. Niko supaya lekas membenahi berbagai keluhan yang tertuang di dalam 19 poin pernyataan para imamnya. Sebab, ke-19 poin pernyataan itu, lahir dari refleksi atas berbagai catatan pengalaman selama Mgr. Niko menggembalakan kawanan domba di Keuskupan Agung Merauke. Para imam, sebagai pembantunya menghendaki agar ia melakukan perbaikan tata kelola penggembalaan umat Keuskupan Agung Merauke. Tetapi, rupanya surat terbuka itu tidak mampu menggugah hati Mgr. Niko.
Sejak surat tersebut beredar luas di kalangan umat Katolik, suasana kehidupan menggereja terasa berbeda. Berbagai pertanyaan terlontar di kalangan umat awam. "Apa yang akan terjadi pada Gereja Katolik Keuskupan Agung Merauke ke depan? Bagaimana mungkin seorang Uskup bisa tidak dipercayai dan diprotes oleh para imamnya dengan surat terbuka? Apa sesungguhnya yang sedang terjadi dengan model kepemimpinan Mgr. Niko di Keuskupan Agung Merauke?"
Peristiwa krusial terjadi pada tahun 2018 ketika Mgr. Niko memecat imam, Pastor Fransiskus Eko Noerjanto, Pr dan Pastor Fabianus Tutuboy, Pr. Surat pemecatan Pastor Fabi, diterbitkan Mgr. Niko pada 11 Juni 2018. Tiga hari kemudian, 14 Juni 2018, Pastor Fabi menulis surat kepada Mgr. Niko sebanyak 15 halaman. Surat tersebut berisi penjelasan detail terhadap sikap Mgr. Niko sekaligus tanggapan Pastor Fabi atas pemecatannya. Surat tersebut beredar luas di kalangan umat Katolik.
Menyikapi surat pemecatan terhadap Pastor Eko dan Pastor Fabi, tokoh awam Katolik Papua Selatan, yang juga mantan Bupati Merauke, John Gluba Gebze mengundang umat Katolik menggelar Misa dan dukungan moril bagi kedua imam tersebut. Misa dilaksanakan di taman ziarah Hati Kudus Yesus, pada 5 Juli 2018. Pada kesempatan tersebut dilaksanakan juga penandatanganan surat pernyataan sikap terkait pemecatan imam oleh Mgr. Niko.
"Dalam rangka menyikapi perkembangan situasi Gereja setelah terbit SK pemecatan terhadap dua imam projo atas nama P. Fransiskus Eko Noerjanto, Pr dan P. Fabianus Tutuboy, Pr, mengikuti dinamika pembacaan SK pemecatan dan pemberitahun di Gereja-Gereja dan surat tanggapan kedua imam projo, maka situasi menjadi tidak kondusif bagi perkembagan iman," demikian bunyi pengantar surat undangan yang ditandatangani oleh John Gluba Gebze, yang mengajak para imam, biarawan/i dan segenap umat Katolik untuk hadir dan berdoa di taman ziarah Hati Kudus Yesus, pada 5 Juli 2018 silam.
Taufan dan badai tidak pernah berhenti menerpa Gereja Katolik Keuskupan Agung Merauke. Tidak lama setelah Misa di taman ziarah Hati Kudus Yesus itu, beredar luas di media sosial, YouTube, video pendek yang mengisahkan Pastor Eko dan Pastor Fabi diusir dari Wisma Projo Keuskupan Agung Merauke. Keduanya, diterima oleh tokoh umat, John Gluba Gebze di rumah ziarah Hati Kudus Yesus.
Video tersebut viral dan menjadi bahan diskusi hangat di kalangan umat dan aktivis Gereja Katolik. Sekali lagi, umat bertanya, "Apa yang sedang terjadi di dalam tubuh Gereja Katolik Keuskupan Agung Merauke yang digembalakan oleh Mgr. Niko?"
Perahu Gereja Katolik Keuskupan Agung Merauke yang dinakhodai Mgr. Niko terombang ambing oleh taufan dan badai yang tercipta lantaran minim saling mengampuni dan saling menerima sebagai Saudara dalam kasih Tuhan. Ruang-ruang pribadi dan sakral sekejap menjadi konsumsi publik melalui media sosial yang sedang berkembang pesat. Dosa dan kerapuhan yang harusnya terbuka di kamar pengakuan justru meluber di media sosial melalui surat demi surat yang saling berbalasan. Perahu Keuskupan Agung Merauke hampir terempas ke dasar laut.
Menjadi Gembala yang Membasuh Kaki
Permasalahan yang melilit Mgr. Niko dalam tugas penggembalaan umat Katolik Keuskupan Agung Merauke sangat serius. Sebab, sebagian umat Katolik sejak awal pentahbisan sudah tidak menerima Mgr. Niko. Selain itu, para imam Diosesan pun mengeluarkan surat terbuka kepada Mgr. Niko. Surat para imam tersebut sekaligus mengindikasikan adanya ketidakpercayaan mereka kepada Mgr. Niko.
Sebagai Gembala utama di Keuskupan Agung Merauke, selayaknya, Mgr. Niko membuka diri terhadap berbagai keluhan, masukan, kritikan dan saran demi perbaikan Gereja Katolik Keuskupan Agung Merauke.
Tetapi, kenyataan berbicara lain. Mgr. Niko tampaknya resisten terhadap kritik. Berbagai kebijakan yang dikeluarkannya tanpa mempertimbangkan dampak sosial kehidupan menggereja Keuskupan Agung Merauke. Hal itu, bisa dilihat dari proses pemecatan Pastor Eko dan Pastor Fabi yang berlangsung sepihak sehingga menimbulkan polemik di tengah kehidupan umat.