"Jadi, jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu. (Yohanes 13:13-16).
Sore hari, cuaca cerah meliputi Merauke, khususnya di daerah Kelapa Lima. Para imam, biarawan/i yang bertugas di Keuskupan Agung Merauke mendatangi kompleks Rumah Bina Kelapa Lima. Mereka hadir atas undangan Vikjen, Pastor Hendrikus Kariwop MSC.
Para pelayan Allah tersebut, berkumpul di dalam ruangan pertemuan yang telah disiapkan. Di tengah-tengah para imam dan biarawan/i itu, hadir pula Uskup Keuskupan Timika, Mgr. John Philip Saklil.Â
Pukul 17.00 WIT, Uskup John Saklil membacakan surat dari Paus Fransiskus di Vatikan. Surat tersebut berisi pembebasan tugas Uskup Agung Merauke, Mgr. Nicholaus Adi Seputra MSC. Ia akan menjalani masa on going formation di Roma.
Selain membebastugaskan Mgr. Nicholaus Adi Seputra MSC, Paus Fransiskus juga menunjuk Uskup Bandung, Mgr. Antonius Subianto Bunjamin OSC sebagai visitor apostolik. Ia akan bertugas untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang terjadi di dalam tubuh Gereja Katolik Keuskupan Agung Merauke. Sedangkan Mgr. John Philip Saklil ditunjuk sebagai administrator apostolik sede plena Keuskupan Agung Merauke.
Berlayar dalam Taufan dan Badai
Keputusan Paus Fransiskus  untuk membebastugaskan Mgr. Nicholaus Adi Seputra MSC dari jabatan Uskup Agung Merauke dalam waktu yang lama merupakan jawaban terhadap berbagai polemik yang melilit Mgr. Niko selama lima belas tahun (2004-2019) menggembalakan umat Katolik Keuskupan Agung Merauke.
Sejak awal penunjukkannya sebagai Uskup Agung Merauke tahun 2004 silam, Mgr. Niko tidak mendapatkan dukungan sepenuhnya dari umat Katolik di Merauke. Pada awal pembacaan pengumuman sampai dengan hari-hari menjelang pentahbisannya sebagai Uskup Agung Merauke diwarnai dengan berbagai aksi protes. Bukan hanya sebagian umat Katolik yang menolaknya. Ada sebagian imam yang tidak menerimanya sebagai Uskup Agung Merauke.
Meskipun ditolak oleh sebagian umat dan imam, Vatikan sudah memutuskan sehingga Mgr. Niko tetap ditahbiskan dalam suasana pengamanan yang ketat. Pasca pentahbisan, Mgr. Niko pun menggembalakan kawanan domba Allah di Keuskupan Agung Merauke. Berbagai kebijakannya menuai kontroversi. Taufan dan badai silih berganti menghantamnya tanpa henti.
Puncaknya, pada 20 Oktober 2012, para imam Diosesan Keuskupan Agung Merauke mengeluarkan pernyataan sikap secara terbuka kepada Mgr. Nicholaus Adi Seputra MSC. Surat tersebut berisi 19 poin. Intinya, para imam Allah tersebut meminta Mgr. Niko mau terbuka dalam karya penggembalaan umat, termasuk pengelolaan aset serta mau menjadi gembala yang baik bagi kawanan domba dan para imamnya. Surat tersebut ditandatangani oleh 17 imam dari 19 imam Diosesan Keuskupan Agung Merauke yang terdaftar. Dua imam tidak tanda tangan: satu imam sakit dan satu imam lainnya memilih tidak menandatangani surat tersebut.
Di dalam surat tersebut, tepatnya pada halaman 2, tertulis dengan tinta tebal, "pertama, sebaiknya Bapak Uskup mengundurkan diri dari tugas kegembalaan sebagai Uskup Agung Merauke; kedua, jika Bapak Uskup berat meletakkan tugas kegembalaan sebagai Uskup Agung Merauke, maka kami para imam projo Keuskupan Agung Merauke memutuskan untuk tidak terlibat dalam semua reksa pastoral dan keluar dari Keuskupan Agung Merauke."
Surat terbuka para imam Diosesan itu, seyogianya menjadi rambu peringatan bagi Mgr. Niko supaya lekas membenahi berbagai keluhan yang tertuang di dalam 19 poin pernyataan para imamnya. Sebab, ke-19 poin pernyataan itu, lahir dari refleksi atas berbagai catatan pengalaman selama Mgr. Niko menggembalakan kawanan domba di Keuskupan Agung Merauke. Para imam, sebagai pembantunya menghendaki agar ia melakukan perbaikan tata kelola penggembalaan umat Keuskupan Agung Merauke. Tetapi, rupanya surat terbuka itu tidak mampu menggugah hati Mgr. Niko.
Sejak surat tersebut beredar luas di kalangan umat Katolik, suasana kehidupan menggereja terasa berbeda. Berbagai pertanyaan terlontar di kalangan umat awam. "Apa yang akan terjadi pada Gereja Katolik Keuskupan Agung Merauke ke depan? Bagaimana mungkin seorang Uskup bisa tidak dipercayai dan diprotes oleh para imamnya dengan surat terbuka? Apa sesungguhnya yang sedang terjadi dengan model kepemimpinan Mgr. Niko di Keuskupan Agung Merauke?"
Peristiwa krusial terjadi pada tahun 2018 ketika Mgr. Niko memecat imam, Pastor Fransiskus Eko Noerjanto, Pr dan Pastor Fabianus Tutuboy, Pr. Surat pemecatan Pastor Fabi, diterbitkan Mgr. Niko pada 11 Juni 2018. Tiga hari kemudian, 14 Juni 2018, Pastor Fabi menulis surat kepada Mgr. Niko sebanyak 15 halaman. Surat tersebut berisi penjelasan detail terhadap sikap Mgr. Niko sekaligus tanggapan Pastor Fabi atas pemecatannya. Surat tersebut beredar luas di kalangan umat Katolik.
Menyikapi surat pemecatan terhadap Pastor Eko dan Pastor Fabi, tokoh awam Katolik Papua Selatan, yang juga mantan Bupati Merauke, John Gluba Gebze mengundang umat Katolik menggelar Misa dan dukungan moril bagi kedua imam tersebut. Misa dilaksanakan di taman ziarah Hati Kudus Yesus, pada 5 Juli 2018. Pada kesempatan tersebut dilaksanakan juga penandatanganan surat pernyataan sikap terkait pemecatan imam oleh Mgr. Niko.
"Dalam rangka menyikapi perkembangan situasi Gereja setelah terbit SK pemecatan terhadap dua imam projo atas nama P. Fransiskus Eko Noerjanto, Pr dan P. Fabianus Tutuboy, Pr, mengikuti dinamika pembacaan SK pemecatan dan pemberitahun di Gereja-Gereja dan surat tanggapan kedua imam projo, maka situasi menjadi tidak kondusif bagi perkembagan iman," demikian bunyi pengantar surat undangan yang ditandatangani oleh John Gluba Gebze, yang mengajak para imam, biarawan/i dan segenap umat Katolik untuk hadir dan berdoa di taman ziarah Hati Kudus Yesus, pada 5 Juli 2018 silam.
Taufan dan badai tidak pernah berhenti menerpa Gereja Katolik Keuskupan Agung Merauke. Tidak lama setelah Misa di taman ziarah Hati Kudus Yesus itu, beredar luas di media sosial, YouTube, video pendek yang mengisahkan Pastor Eko dan Pastor Fabi diusir dari Wisma Projo Keuskupan Agung Merauke. Keduanya, diterima oleh tokoh umat, John Gluba Gebze di rumah ziarah Hati Kudus Yesus.
Video tersebut viral dan menjadi bahan diskusi hangat di kalangan umat dan aktivis Gereja Katolik. Sekali lagi, umat bertanya, "Apa yang sedang terjadi di dalam tubuh Gereja Katolik Keuskupan Agung Merauke yang digembalakan oleh Mgr. Niko?"
Perahu Gereja Katolik Keuskupan Agung Merauke yang dinakhodai Mgr. Niko terombang ambing oleh taufan dan badai yang tercipta lantaran minim saling mengampuni dan saling menerima sebagai Saudara dalam kasih Tuhan. Ruang-ruang pribadi dan sakral sekejap menjadi konsumsi publik melalui media sosial yang sedang berkembang pesat. Dosa dan kerapuhan yang harusnya terbuka di kamar pengakuan justru meluber di media sosial melalui surat demi surat yang saling berbalasan. Perahu Keuskupan Agung Merauke hampir terempas ke dasar laut.
Menjadi Gembala yang Membasuh Kaki
Permasalahan yang melilit Mgr. Niko dalam tugas penggembalaan umat Katolik Keuskupan Agung Merauke sangat serius. Sebab, sebagian umat Katolik sejak awal pentahbisan sudah tidak menerima Mgr. Niko. Selain itu, para imam Diosesan pun mengeluarkan surat terbuka kepada Mgr. Niko. Surat para imam tersebut sekaligus mengindikasikan adanya ketidakpercayaan mereka kepada Mgr. Niko.
Sebagai Gembala utama di Keuskupan Agung Merauke, selayaknya, Mgr. Niko membuka diri terhadap berbagai keluhan, masukan, kritikan dan saran demi perbaikan Gereja Katolik Keuskupan Agung Merauke.
Tetapi, kenyataan berbicara lain. Mgr. Niko tampaknya resisten terhadap kritik. Berbagai kebijakan yang dikeluarkannya tanpa mempertimbangkan dampak sosial kehidupan menggereja Keuskupan Agung Merauke. Hal itu, bisa dilihat dari proses pemecatan Pastor Eko dan Pastor Fabi yang berlangsung sepihak sehingga menimbulkan polemik di tengah kehidupan umat.
Seorang Uskup, pada dirinya mengemban  kepenuhan imamat Kristus. Ia mewakili Kristus di dunia ini. Seluruh hidup dan karya Uskup menghadirkan kembali Kristus yang lahir di Betlehem (simbol perendahan diri Allah), Kristus yang merayakan perjamuan terakhir bersama para Rasul (simbol penyerahan diri kepada Allah dan sesama) dan Kristus yang tersalib (simbol pengorbanan). Ketiga peristiwa besar dalam hidup Yesus itu merupakan amanat yang diemban langsung oleh seorang Uskup tanpa syarat apa pun.
Pada malam perjamuan terakhir, Yesus berpesan kepada para Rasul-Nya. Â "Jadi, jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu. (Yohanes 13:13-16).
Yesus telah menanggalkan keistimewaan-Nya sebagai Anak Allah. Ia rela mencuci kaki para Rasul-Nya. Sebuah tindakan yang mengajarkan kepada para Rasul tentang sikap rendah hati. Hanya orang-orang rendah hati yang mampu mengenal dan memahami kehendak Allah baginya. Karena itu, Yesus minta para Rasul untuk bersikap rendah hati melalui tindakan nyata membasuh kaki sesama.
Yesus, anak Allah bisa mencuci kaki para Rasul, mengapa para pengganti dan penerus-Nya tidak bisa melakukannya? Â Sebagai penerus takhta Santo Petrus, Uskup sebagai pimpinan Gereja lokal seyogianya menghadirkan dirinya sebagai gembala yang baik bagi kawanan dombanya tanpa kecuali.
Uskup merupakan gembala utama. Para imam mengambil bagian dalam tugas penggembalaan yang kepenuhannya ada pada diri seorang Uskup. Para imam mengambil bagian dalam tugas penggembalaan yang diemban oleh Uskup. Â Karena itu, pada saat tahbisan, setiap imam berjanji untuk selalu taat kepada Uskup.
Selain mencuci kaki, Yesus juga berkata, "Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya." (Yohanes 10:11). Yesus membuktikan kata-kata-Nya itu dengan menjalani penderitaan mengerikan mulai dari taman Getsemani, di rumah Pilatus sampai di bukit Kalvari. Ia wafat seperti penjahat di kayu salib. Yesus menanggung penderitaan itu dengan sabar, tanpa mengeluh.
Sebagai orang pilihan Allah, yang dikhususkan menjadi gembala utama di Keuskupan Agung Merauke, apakah Mgr. Niko telah menjadi gembala yang mau membasuh kaki para imamnya? Apakah ia mau mendengarkan nasihat, saran, kritik dari rekan sepelayanannya? Apakah ia telah mengambil bagian penuh dalam setiap pergumulan, dukacita dan kegembiraan para imamnya? Apakah ia telah menciptakan ruang perjumpaan intim dengan para imamnya? Apakah ia telah menghadirkan diri sebagai Bapa yang baik hati, yang mengasihi anaknya yang telah berdosa?
Sebagai gembala utama umat Allah di Keuskupan Agung Merauke, apakah Mgr. Niko telah mengarahkan pandangannya kepada kaum paling rentan: orang-orang miskin dan masyarakat adat yang hak ulayatnya dicaplok oleh perusahaan sawit? Apakah ia telah dengan sungguh-sungguh memperhatikan pelayanan pendidikan bagi warga Gereja, orang asli Papua yang digembalakannya? Apakah ia mengambil bagian penuh dalam upaya memperbaiki kesehatan warga Gereja, orang asli Papua yang tinggal di kampung-kampung terpencil?
Sebagai gembala utama, keteladanan sebagai wakil Kristus merupakan hal utama yang dirindukan oleh segenap kawanan domba. Umat Allah selalu merindukan sosok Uskup yang rendah hati. Uskup yang mau hadir, mendengarkan keluh kesah mereka dan menyuarakan jerit penderitaan mereka. Apakah selama 15 tahun menjadi Uskup Agung Merauke, Mgr. Niko telah menjawab kerinduan umat Allah itu? Ataukah sebaliknya, ia lebih sibuk mengurus bisnis yang seharusnya ditangani oleh orang-orang profesional?
Berdasarkan surat pernyataan para imam Diosesan Keuskupan Agung Merauke, surat Pastor Fabi, Pr, berkumpulnya umat di taman ziarah Hati Kudus Yesus dan video Pastor Eko dan Pastor Fabi memasuki rumah ziarah Hati Kudus Yesus, tampak bahwa Mgr. Niko tidak menjawab kerinduan umat Allah Keuskupan Agung Merauke. Ia tidak menjadi bagian penuh dalam kehidupan umat Allah di Merauke. Bahkan para imamnya sendiri tidak merasakan keintiman dengannya seperti seorang Bapa dengan anak-anaknya sehingga mereka berani mengeluarkan surat pernyataan tersebut. Â
Memulai (lagi) Tanpa Menoleh ke Belakang
Peristiwa pembebasan tugas Mgr. Niko sebagai Uskup Agung Merauke menjadi momentum refleksi bersama, bukan saja Mgr. Niko tetapi juga segenap pelayan Allah, para Uskup dan para imam dimana saja mereka berkarya. Bahwa jabatan imamat, Uskup dan Pastor merupakan panggilan istimewa untuk melayani dengan rendah hati, yang berkiblat pada Yesus Kristus, bukan pada ego diri sendiri. Karena itu, setiap Uskup dan imam, perlu dengan rendah hati membuka diri terhadap setiap karya Roh Kudus yang hadir dalam diri sesamanya dan alam semesta, yang membisikan hal-hal baik untuk kebaikan bersama.
Santo Fransiskus Asisi, dalam berbagai nasihatnya mengatakan bahwa hendaklah manusia tidak menyombongkan diri. Sebab, manusia merupakan makhluk tercipta, memiliki dosa dan mendapatkan penebusan Tuhan. Karena itu, setiap pribadi manusia, tidak punya cukup alasan untuk menjadi sombong dan angkuh hanya karena memiliki status sosial istimewa.
Ia juga mengajak para saudaranya untuk senantiasa bertobat dan memperbarui diri setiap hari. "Mari kita mulai lagi. Sebab, sampai saat ini, kita belum berbuat apa-apa." Begitulah, hidup manusia, ia harus selalu rendah hati di hadapan Allah dan manusia untuk selalu memperbarui dirinya yang rapuh dan berdosa.
Sejak Sabtu, (27-07-2019), pukul 17.00 WIT, Keuskupan Agung Merauke digembalakan oleh administrator apostolik sede plena, yang juga Uskup Timika, Mgr. John Philip Saklil. Uskup John akan menggembalakan umat Allah sampai ada keputusan dari Vatikan. Pada masa ini, setiap pribadi, umat Allah Keuskupan Agung Merauke perlu bertekun di dalam doa memohon terang Roh Kudus agar Allah membuka jalan bagi masa depan yang lebih baik.
Bersatu dan bertekun di dalam doa merupakan kunci untuk merajut kembali keterpecahan yang selama ini terjadi di dalam tubuh Gereja Katolik Keuskupan Agung Merauke. Secara khusus, para imam dan biarawan/i yang berkarya di Keuskupan Agung Merauke harus berani meninggalkan egonya, duduk bersama, berbicara dan memulai rekonsiliasi dengan diri sendiri, dengan sesama, alam semesta dan leluhur yang selama ini terluka karena adanya keterpecahan yang terjadi karena perbedaan paham dan pendapat dengan Mgr. Niko. Sebab, hanya melalui sikap terbuka, saling mengakui kerapuhan dan dalam kerendahan hati yang mendalam saling merangkul dan berjalan bersama ke depan sajalah yang dapat menyelamatkan Gereja Katolik Keuskupan Agung Merauke.
Segenap umat Katolik Keuskupan Agung Merauke harus bersatu. Narasi-narasi masa lalu, yang tidak mengandung energi positif dan membangun iman perlu ditinggalkan. Setiap pribadi perlu menyadari dirinya sendiri sebagai hamba hina, orang berdosa yang mendapat belas kasih Allah sehingga tidak layak menjadi hakim bagi orang lain. Hendaklah umat Allah, dalam keheningan, mengambil waktu untuk berdoa dan memohon kemurahan dan belas kasih Allah bagi masa depan segenap umat Allah Keuskupan Agung Merauke.
Di dalam persatuan dengan tubuh mistik Kristus, hendaklah para imam, biarawan/i dan segenap umat Allah Keuskupan Agung Merauke turut mendoakan Mgr. Niko agar dalam masa permenungannya, ia memperoleh rahmat dan belas kasih Allah supaya di masa depan, ia sungguh-sungguh menjadi gembala yang baik bagi kawanan dombanya. Hendaklah, kita merenungkan sengsara Kristus. Ia telah rela menanggung segala penderitaan demi menebus dosa umat manusia. Ia menerima penderitaan itu tanpa menyimpan perasaan dendam. Karena itu, demi Kristus itu pula, kita mendoakan Mgr. Niko tanpa menyimpan rasa dendam apa pun.
Yesus berkata kepada perempuan yang kedapatan berbuat zinah, "Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah dan janganlah berbuat dosa lagi mulai dari sekarang." Kita semua, tanpa terkecuali, yang selama ini, baik secara langsung maupun tidak langsung merasa terluka atas kepemimpinan Mgr. Niko hendaklah saling mengampuni dan saling menerima kembali sebagai Saudara di dalam Tuhan. Kita harus berani saling mengampuni satu sama lain. Sebab, Tuhan Allah sudah terlebih dahulu mengasihi kita.
Di hadapan Allah, kita terlalu rapuh dan lemah. Kita orang berdosa. Tetapi, Allah maharahim. Ia mengasihi kita. Yesus mengajarkan doa Bapa Kami. "...ampunilah kesalahan kami, seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami..." Semoga, Roh Kudus menerangi setiap pribadi, para imam, biarawan/i dan segenap umat Keuskupan Agung Merauke agar dapat bertekuk lutut, saling mengakui kerapuhannya dan bangkit untuk berjalan lagi menuju masa depan yang lebih baik.
Yesus mengajarkan kita untuk saling mengampuni. Ia tidak menyuruh kita untuk saling menghakimi, saling menghujat dan mempersalahkan satu sama lain. Sebab, pengampunan merupakan jalan menuju pembebasan diri dari sikap egois dan mau menang sendiri. Pengampunan menjadi cara terbaik untuk membangun kembali relasi yang telah hancur oleh dosa dan kesombongan diri.
Allah telah menunjukkan sikap pengampunan dan belas kasih-Nya, melalui Yesus Kristus, yang wafat di kayu salib demi penebusan dosa umat manusia. Karena itu, hendaklah setiap orang yang merasa tersakiti selama kepemimpinan Mgr. Niko perlu membuka diri, mengampuni dan menerima pengalaman pahit apa pun sebagai cara Allah membentuk hidup dan masa depannya.Â
Demikian halnya, setiap pribadi yang selama ini merasa menjadi bagian intim dari Mgr. Niko tidak perlu (lagi) merasa terluka terhadap keputusan Paus Fransiskus yang membebastugaskan Mgr. Niko untuk jangka waktu yang tidak ditentukan. Tidak ada yang kalah; tidak ada yang menang. Kita semua, para imam, biarawan/i dan segenap umat Katolik Keuskupan Agung Merauke adalah Saudara di dalam Tuhan. Karena itu, setiap pribadi perlu menerima keputusan Paus Fransiskus sebagai karya Roh Kudus demi perbaikan kehidupan menggereja Keuskupan Agung Merauke di masa depan.Â
Kepada Mgr. Niko yang sedang menjalani masa on going formation di Roma, selamat memulai hari-hari permenungan dan doa. Â Segenap umat Allah Keuskupan Agung Merauke mendoakan agar Roh Kudus membimbing Mgr. Niko sehingga menjadi gembala yang baik; gembala yang rendah hati, terbuka, mau mendengarkan kritik dan saran yang membangun. Semoga Allah sendiri menunjukkan kehendak-Nya bagi Mgr. Niko di masa depan.
Pada akhirnya, segenap umat Allah juga patut mendoakan Mgr. Antonius dan Mgr. John agar keduanya dapat melaksanakan tugasnya masing-masing dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang sedang melilit Keuskupan Agung Merauke. Secara khusus, semoga Mgr. John memperoleh belas kasih dan kemurahan Allah sehingga dapat menggembalakan kawanan domba Allah di Keuskupan Agung Merauke sampai ada keputusan (lagi) dari Vatikan. [Agats, 28 Juli 2019 _Petrus Pit Supardi, alumni STFT Fajar Timur, angkatan 2006].
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H