Di SD Inpres Sogoni terdapat enam orang guru. Kepala Sekolah, Rafael Bew merupakan putra asli kampung Sogoni. Ia tidak aktif mengajar karena lebih banyak tinggal di Agats. Jarang tinggal di Sogoni untuk mengajar anak-anak. Sedangkan empat guru lainnya pun jarang masuk ke sekolah lantaran Kepala Sekolah, Rafael tidak hadir di sekolah.
Guru kampung Isak selalu setia mengajar. Dirinya mencintai anak-anak Sogoni sehingga meskipun berijasah SMP dan ijaasah Paket C setara SMA, ia memberanikan diri mengajar anak-anak di SD Inpres Sogoni.
"Saya prihatin lihat anak-anak di kampung ini terlantar sehingga saya harus mengajar. Kalau saya punya sagu habis, saya tutup sekolah. Saya pergi ke dusun cari sagu. Dua tiga hari di dusun, saya kembali baru buka sekolah lagi," kisahnya penuh haru.Â
Yosep Oneipi, salah satu guru honor Dinas Pendidikan yang ditempatkan di SD Inpres Sogoni mengatakan bahwa guru-guru biasa ke Agats lantaran mengurus administrasi sekolah dan mengambil gaji.Â
Ia menyampaikan bahwa perjalanan dari Sogoni ke Agats sangat jauh dan tidak ada fasilitas kendaraan umum sehingga ketika guru hendak kembali ke Sogoni mengalami kesulitan transportasi.
"Guru-guru kontrak, terutama orang dari luar, mereka biasa ke Agats untuk ambil gaji dan urusan keluarga. Kalau mereka bertahan di kampung, siapa kasih mereka makan? Saya anak Asmat, sehingga kalau tidak ada makan, saya bisa ke dusun cari sagu. Kalau guru dari luar Asmat, mereka mau makan apa?" ungkapnya.
Padahal, jumlah seluruh siswa, kelas 1-6 SD berjumlah 174 siswa. Siswa aktif sekolah. Tetapi, ketika guru tidak ada, maka siswa biasa ikut orang tua ke dusun. Mereka bisa lama di dusun sehingga pada saat guru datang dari Agats, mereka masih berada di dusun.
"Anak-anak biasa rajin ke sekolah. Tapi, kalau sekolah tutup karena tidak ada guru, anak-anak ikut orang ke dusun untuk cari makan. Pada saat, guru datang, anak-annak ada di di dusun," tutur Sekretaris Kampung Sogoni, Kornelis Moumi.
Pemerintahan Kampung Sogoni mendukung proses belajar-mengajar di SD Inpres Sogoni dengan menyerahkan Dana Desa (DD) ke pihak sekolah sebesar Rp 25. 000.000, tetapi pengelolaannya tidak diketahui. "Kami sudah kasih dana desa ke sekolah, tetapi dipakai untuk apa, kami tidak tahu," tambah Kornelis Moumi.
Demikian halnya, pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tidak diketahui oleh guru Isak. "Saya tidak tahu dana BOS dipakai untuk apa. Semua kepala sekolah yang atur," tutur Isak.
Kondisi SD Inpres Sogoni benar-benar memprihatinkan. Tidak ada dokumen kurikulum, RPP, Silabus, atau SOP. Tidak ada buku guru dan siswa. Demikian halnya, tidak ada arsip laporan bulanan  sekolah. Sedangkan dari segi fisik, gedung sekolah tidak terawat. Ruang guru sudah mulai lapuk dimakan usia.