Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Anak-anak SD Inpres Sogoni Terlantar

5 Mei 2019   11:54 Diperbarui: 5 Mei 2019   11:56 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Guru Isak bersama siswa-siswi di SD Inpres Sogoni, Selasa, (09-04-2019). Dok.Pribadi.

"Saya harus buka sekolah. Kalau saya tidak buka sekolah, maka anak-anak tidak bisa belajar.  Kepala sekolah dan guru-guru bilang mereka ada perlu penting di Agats, tapi mereka tinggal di sana sampai dua tiga bulan baru datang. Jadi, saya yang buka sekolah ini. Tapi, kalau saya punya sagu habis, saya ke dusun pangkur sagu, sehingga sekolah sementara libur," tutur Isak saat staf LANDASAN mengunjungi SD Inpres Sogoni, Selasa, (09-04-2019).

Cuaca mendung menghiasi Atsj. Kami melangkah menuju pelabuhan Atsj. Kami akan berangkat ke kampung Sogoni. Kampung Sogoni merupakan kampung terjauh di Distrik Atsj. Kampung ini berbatasan dengan kabupaten Mappi.

Meskipun kami sudah tiba di pelabuhan Atsj, kami masih harus menunggu driver, Tobi mengeluarkan speed dari tempat parkirnya karena air sedang surut. Sesaat kemudian, ia datang ke pelabuhan Atsj. Ia mengisi bensin. Kami pun siap berangkat.

Pukul 07.46 WIT, kami berangkat ke Sogoni. Cuaca mendung. Kami menyusuri sungai As. Air mulai pasang (naik). Speed melaju dengan cepat. Pukul 08.32 kami tiba Bipim. Kami singgah sebentar menurunkan Pendeta Rudolof Luhulima yang bertugas di Bipim. Sesudahnya, kami meneruskan perjalanan ke Sogoni.

Speed melaju dengan cepat di kali sungai As. Pukul 09.19 WIT, kami melintasi kampung Bine yang terletak di tepi kali As. Kami tidak singgah. Sesuai rencana, kami akan singgah setelah dari kampung Sogoni.

Setelah menyusuri kali As, pukul 09.40 WIT, kami tiba di kampung Sogoni. Pada saat tiba, ketua Bamuskam dan beberapa warga sudah berada di dalam katinting. Mereka hendak pergi ke dusun. "Pak Pit, selamat datang di Sogoni. Kami mau pergi cari makan di dusun," tutur ketua Bamuskam.

Dari pelabuhan Sogoni, kami pergi ke SD Inpres Sogoni. Kami ditemani sekretaris kampung Sogoni, Kornelis Moumi, Ketua RT 4, Yahya Tama dan Ketua Dewan Gereja Katolik Stasi Sogoni, Blasius Kabagaimu.

Di sekolah hanya ada satu orang pendamping (guru kampung). Namanya, Isak, tetapi dipanggil Albat Ai. Ternyata, Albat Ai sudah almarhum. Isak menggantikan saudaranya Albat Ai untuk mengajar. Ia tamat SMP di Asgon, kabupaten Mappi. Kemudian mengambil ijasah SMA-Paket. Ia juga aparat kampung Sogoni. Isak terpaksa mengajar karena tidak ada guru di Sogoni.

Bertempat di ruang guru SD Inpres Sogoni yang mulai reot termakan usia, kami duduk diskusi tentang kondisi sekolah yang sangat memprihatinkan. Guru kampung, Isak bercerita bahwa SD Inpres Sogoni lebih banyak tidak buka karena guru-guru tinggal di Agats.

"Sekolah ini jarang buka karena guru-guru tinggal di Agats. Mereka bilang ke Agats karena ada urusan penting tetapi berbulan-bulan tidak kembali ke kampung sehingga anak-anak tidak bisa sekolah," tutur Isak.

Di SD Inpres Sogoni terdapat enam orang guru. Kepala Sekolah, Rafael Bew merupakan putra asli kampung Sogoni. Ia tidak aktif mengajar karena lebih banyak tinggal di Agats. Jarang tinggal di Sogoni untuk mengajar anak-anak. Sedangkan empat guru lainnya pun jarang masuk ke sekolah lantaran Kepala Sekolah, Rafael tidak hadir di sekolah.

Guru kampung Isak selalu setia mengajar. Dirinya mencintai anak-anak Sogoni sehingga meskipun berijasah SMP dan ijaasah Paket C setara SMA, ia memberanikan diri mengajar anak-anak di SD Inpres Sogoni.

"Saya prihatin lihat anak-anak di kampung ini terlantar sehingga saya harus mengajar. Kalau saya punya sagu habis, saya tutup sekolah. Saya pergi ke dusun cari sagu. Dua tiga hari di dusun, saya kembali baru buka sekolah lagi," kisahnya penuh haru. 

Yosep Oneipi, salah satu guru honor Dinas Pendidikan yang ditempatkan di SD Inpres Sogoni mengatakan bahwa guru-guru biasa ke Agats lantaran mengurus administrasi sekolah dan mengambil gaji. 

Ia menyampaikan bahwa perjalanan dari Sogoni ke Agats sangat jauh dan tidak ada fasilitas kendaraan umum sehingga ketika guru hendak kembali ke Sogoni mengalami kesulitan transportasi.

"Guru-guru kontrak, terutama orang dari luar, mereka biasa ke Agats untuk ambil gaji dan urusan keluarga. Kalau mereka bertahan di kampung, siapa kasih mereka makan? Saya anak Asmat, sehingga kalau tidak ada makan, saya bisa ke dusun cari sagu. Kalau guru dari luar Asmat, mereka mau makan apa?" ungkapnya.

Padahal, jumlah seluruh siswa, kelas 1-6 SD berjumlah 174 siswa. Siswa aktif sekolah. Tetapi, ketika guru tidak ada, maka siswa biasa ikut orang tua ke dusun. Mereka bisa lama di dusun sehingga pada saat guru datang dari Agats, mereka masih berada di dusun.

"Anak-anak biasa rajin ke sekolah. Tapi, kalau sekolah tutup karena tidak ada guru, anak-anak ikut orang ke dusun untuk cari makan. Pada saat, guru datang, anak-annak ada di di dusun," tutur Sekretaris Kampung Sogoni, Kornelis Moumi.

Pemerintahan Kampung Sogoni mendukung proses belajar-mengajar di SD Inpres Sogoni dengan menyerahkan Dana Desa (DD) ke pihak sekolah sebesar Rp 25. 000.000, tetapi pengelolaannya tidak diketahui. "Kami sudah kasih dana desa ke sekolah, tetapi dipakai untuk apa, kami tidak tahu," tambah Kornelis Moumi.

Demikian halnya, pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tidak diketahui oleh guru Isak. "Saya tidak tahu dana BOS dipakai untuk apa. Semua kepala sekolah yang atur," tutur Isak.

Kondisi SD Inpres Sogoni benar-benar memprihatinkan. Tidak ada dokumen kurikulum, RPP, Silabus, atau SOP. Tidak ada buku guru dan siswa. Demikian halnya, tidak ada arsip laporan bulanan  sekolah. Sedangkan dari segi fisik, gedung sekolah tidak terawat. Ruang guru sudah mulai lapuk dimakan usia.

Ada tiga rumah guru. Kondisi rumah guru mulai lapuk termakan usia. Ketiga rumah guru tersebut ditempati, Isak, Yosep Oneipi dan dua guru perempuan, Maria Y. Serin dan K. Tinglity. Kepala sekolah, Rafael tinggal di rumah pribadinya.

Tentang peningkatan kapasitas kepala sekolah dan guru dalam melakukan perbaikan tata kelola sekolah dasar, LANDASAN Papua telah memberikan pelatihan Standar Pelayanan Minimal (SPM) pada 14-16 Mei 2018. 

LANDASAN juga memberikan pelatihan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada 18-22 Mei 2018. Kedua kegiatan tersebut dilaksanakan di SD Inpres Atsj. Narasumber dalam kegiatan tersebut adalah John Rahail, Tuning, Sutiyono, Suharto dan Veronika Indiastuti.

Pelatihan SPM dan MBS yang digelar LANDASAN tersebut melibatkan kepala kampung Sogoni, ketua Bamuskam kampung Sogoni, kepala SD Inpres Sogoni, Rafael Bew dan Ibu Maria Y. Serin. Tetapi, setelah pelatihan tersebut tidak ada perbaikan apa pun di SD Inpres Sogoni, karena kepala sekolah jarang tinggal di kampung Sogoni.

Koordinator LANDASAN Distrik Atsj, Marthen Laritembun (Theis) sempat memberikan pendampingan, tetapi tidak ada perbaikan apa pun karena kepala sekolah jarang tinggal di Sogoni. Demikian halnya, koordinator LANDASAN yang baru, Agustinus Monsa (Gusty) pernah ke SD Inpres Sogoni, tetapi tidak ada kepala sekolah dan guru.

Kondisi tersebut memperlihatkan dengan jelas bahwa kepala sekolah memiliki peran sentral dalam perbaikan tata kelola sekolah. Apabila kepala sekolah aktif, maka sekolah akan berbenah diri pasca mengikuti pelatihan. Tetapi, apabila kepala sekolah tidak aktif dan jarang tinggal di kampung, maka sekolah akan terbengkalai. 

Dampaknya, anak-anak tidak bisa belajar lantaran tidak ada guru dan sekolah pun tidak tertata dengan baik. Karena itu, Dinas Pendidikan kabupaten Asmat harus menempatkan kepala sekolah yang mau tinggal di kampung dan mendidik anak-anak Asmat.

Catatan Kritis

Penulis bersama guru Isak, aparat pemerintahan kampung Sogoni dan anak-anak SD Inpres Sogoni, Selasa, (09-04-2019).
Penulis bersama guru Isak, aparat pemerintahan kampung Sogoni dan anak-anak SD Inpres Sogoni, Selasa, (09-04-2019).

Kondisi anak-anak SD Inpres Sogoni yang terlantar karena tidak ada guru yang betah tinggal di kampung dan mengajar merupakan serpihan kisah pilu pendidikan dasar di Asmat dan Papua lainnya. 

Anak-anak asli Papua tidak bisa mengakses pendidikan dasar berkualitas karena guru tidak betah tinggal  di kampung. Ada rupa-rupa alasan terlontar, mulai dari tidak ada rumah guru, sulit transportasi, tidak ada makanan dan lain-lain.

Seyogianya, pemerintah daerah, melalui Dinas Pendidikan mengangkat dan menetapkan kepala sekolah dasar yang mau tinggal di kampung. "Kami tidak dilibatkan dalam pengangkatan kepala sekolah dasar. Semua diatur oleh Dinas Pendidikan. 

Kalau kami dimintai pendapat, kami akan memberikan rekomendasi calon kepala sekolah berdasarkan kepangkatan dan kompetensi sehingga ia bisa menyelenggarakan pendidikan di sekolah dengan baik," tutur Pengawas SD Distrik Atsj, Bardan, pada Kamis, (11-04-2019).

Kepala sekolah dasar memiliki peran strategis dalam mengelola proses belajar mengajar di sekolah. Sekolah dasar mau menjadi seperti apa, sangat ditentukan oleh kepala sekolah. Karena itu, pengangkatan kepala sekolah harus memperhatikan unsur integritas, kompetensi dan kepangkatan.

Menyaksikan kondisi SD Inpres Sogoni yang terbengkalai, kita patut berefleksi, "Apa yang akan terjadi dengan masa depan generasi Asmat? Kalau anak-anak Asmat sendiri, selaku kepala sekolah tidak peduli pada pendidikan generasinya, orang Asmat, kita mau berharap kepada siapa?"

Kita harus menyadari bahwa sekolah dasar merupakan "tiang umpak atau fondasi" masa depan Papua. Rumah masa depan Papua harus dibangun di atas fondasi pendidikan dasar yang berkualitas sehingga bertahan tatkala dihantam angin badai.

Anak-anak Papua harus mendapatkan pendidikan dasar berkualitas supaya mereka menjadi pribadi-pribadi yang cerdas intelektual dan spiritual. Kelak, mereka menjadi pemimpin di tanah Papua. Tetapi, kalau kondisi pendidikan dasar di Papua, termasuk di Asmat sekarat sebagaimana yang terjadi di SD Inpres Sogoni, maka dapat dipastikan bahwa masa depan Papua tidak akan cerah.

Saat ini, pendidikan dasar di Asmat, sedang mengalami permasalahan serius. Guru tidak betah di kampung. Orang tua membawa anak-anak ke dusun. Sarana pendidikan dasar (ruang kelas, ruang guru, Perpustakaan, buku guru, buku siswa dan lain-lain) terbatas. Apa yang akan terjadi pada orang Papua, khususnya orang Asmat di masa depan?

Apabila pendidikan dasar tidak dibenahi, orang Papua akan mengalami masa suram. Orang Papua akan menjadi budak di negeri sendiri. Mereka akan menjadi pekerja kasar lantaran minim keterampilan hidup. 

Karena itu, sejak saat ini, pemerintah harus serius membenahi pendidikan dasar di Papua, termasuk di Asmat supaya anak-anak Papua bisa mempersiapkan diri untuk masa depan mereka.

Untuk membenahi pendidikan dasar di Asmat dan Papua lainnya, maka pemerintah daerah kabupaten Asmat-dan juga kabupaten lainnya di Papua-harus mengangkat kepala sekolah dasar yang  berkualitas, tanpa intervensi politik. 

Sebab, hanya dengan kepala sekolah dasar yang jujur dan berintegritas sekolah dasar di kampung-kampung akan hidup. Dinas Pendidikan harus berani "melawan arus" dengan menempatkan kepala sekolah dasar yang berkualitas, berintegritas dan jujur serta terbuka.

Tetapi, mengapa selama ini, justru pemerintah daerah secara sadar menempatkan kepala sekolah dasar yang malas tinggal di kampung untuk mendidik anak-anak? Mengapa pemerintah daerah mengangkat kepala sekolah dasar yang tertutup dalam pengelolaan dana BOS? Mengapa tidak ada sanksi tegas bagi kepala sekolah yang tinggalkan tempat tugas berbulan-bulan?

Saat ini, anak-anak Asmat, termasuk anak-anak Papua lainnya yang tinggal di kampung-kampung terpencil merindukan kepala sekolah dasar dan guru-guru yang jujur, setia dan rela berkorban. 

Siapakah yang akan menjawab kerinduan anak-anak Papua ini? Orang Papua sendiri harus menjawabnya dengan menjadi kepala sekolah dan guru yang jujur dan berintegritas demi generasi masa depan Papua yang lebih baik. Generasi Papua yang cerdas intelektual dan spiritual. [Agats, 11 April 2019].

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun