Pastor Vesto menyadari bahwa saat ini pendidikan belum menjadi kebutuhan bagi orang Asmat. Ia tidak mempersalahkan orang tua, karena kondisi alam Asmat telah membentuk karakter manusia Asmat yang unik. Saat ini, orang Asmat dengan mudah mengambil makanan di dusun. Semua tersedia di alam, tidak ada yang kurang. Karena itu, perlu pendekatan khusus untuk membangun kesadaran orang tua supaya mengantar anak-anak ke sekolah.Â
Selain pendidikan, Pastor Vesto selalu mengunjungi Puskesmas Ayam. Ia selalu memastikan bahwa ada petugas kesehatan di Puskesmas supaya kalau ada masyarakat yang sakit dan berobat ke Puskesmas dapat terlayani dengan baik. "Saya biasa pergi ke Puskesmas. Saya menyapa mantri dan suster di Puskemas Ayam supaya mereka betah tinggal di Ayam," tuturnya.Â
Meskipun di pusat distrik Akat, Puskesmas Ayam selalu buka, tetapi Pustu di kampung-kampung sering ditinggalkan oleh petugas kesehatan. "Saya pergi ke kampung-kampung dan saya temukan Pustu kosong. Kadang petugas hanya datang satu kali satu bulan untuk Posyandu sehingga masyarakat yang sakit tidak bisa berobat," tambahnya.
Ia juga berbagi pengalaman tentang kebiasaan orang Asmat memahami sakit. "Di Asmat ini, orang merasa sakit dan mau ke Puskesmas atau rumah sakit kalau sudah tidak bisa bangun dan tidak bisa jalan. Kalau sakit tetapi masih bisa bangun dan jalan, orang tidak mau pergi periksa ke Puskesmas. Karena itu, petugas kesehatan harus pro-aktif mengunjungi warga dan tanya kondisi kesehatan mereka, tuturnya.Â
Perempuan adalah pemelihara kehidupan. Keberlanjutan marga atau fam sangat ditentukan oleh perempuan. Karena itu perempuan harus mendapatkan perlindungan khusus.Â
Pastor Vesto melibatkan perempuan Asmat di Ayam dalam berbagai kegiatan gereja. "Kami bentuk kelompok doa Mama-Mama. Selain itu, Mama-Mama juga terlibat di dalam WKRI. Saya juga lihat Mama-Mama terlibat di Posyandu," tuturnya. Ia mengatakan bahwa budaya Asmat masih tidak melibatkan perempuan dalam berbagai kegiatan adat dan kemasyarakatan sehingga perempuan Asmat terbelakang.Â
Perempuan Asmat terbelakang karena kurang mendapatkan ruang untuk berkembang. Konstruksi budaya dan adat Asmat menempatkan perempuan hanya pada pekerjaan domestik, mengatur rumah tangga dan keluarga. Urusan masa depan orang Asmat dibicarakan dan diputuskan oleh kaum laki-laki. Akibatnya, perempuan Asmat selalu tertinggal.Â
Berhadapan dengan kondisi orang Asmat yang unik itu, Pastor Vesto memiliki pendekatan pastoral khusus yaitu kunjungan langsung ke rumah-rumah atau Jew. Ia berjalan mengelilingi lima kampung di pusat Distrik Akat yaitu, Waw Cesau, Ayam, Bayiw Pinam, Cumnew dan Jowes. Sedangkan enam kampung di luar Agats dilakukannya saat kunjungan pastoral.
Ia menjelaskan bahwa supaya bisa menyapa orang Asmat, setiap orang yang datang ke Asmat harus memiliki hati melayani, bukan memberikan stigma. Pelayanan paling utama adalah mengunjungi dan menyapa orang Asmat dalam cara hidup mereka. "Kalau mau tahu orang Asmat punya hidup harus kunjungi mereka. Harus sapa mereka. Harus datang ke rumah mereka. Harus masuk ke dalam Jew," tegasnya.Â
Pastor Vesto menuturkan bahwa dirinya selalu menyapa setiap pribadi yang dijumpainya pada saat berkeliling kampung. "Saya biasa pergi ke kampung-kampung. Saya masuk ke dalam Jew dan bercerita dengan mereka. Jika kita sering bertemu, maka akan mempermudah dalam menjalin kerjasama dengan masyarakat karena sudah saling kenal."