" Saya mengalami bahwa cara paling efektif untuk menyapa orang Asmat adalah masuk ke dalam hidup mereka. Saya biasa pergi mengunjungi mereka di rumah atau Jew. Di sana, kami duduk cerita dan berbagi pengalaman. Demikian halnya, pada saat berpapasan di jalan, saya selalu menyapa mereka," ungkap Pastor Fransiskus Vesto Labi Maing, Pr (22/7).
Manusia Asmat merupakan manusia seni. Seluruh hidup orang Asmat diwarnai pesta. Ada pesta pembangunan Jew, pesta ulat sagu, pesta inisiasi dan lain-lain. Asmat juga terkenal dengan tarian dan ukiran yang memesona. Sebagai manusia seni, orang Asmat memiliki karakter unik. Maka, cara memahami orang Asmat membutuhkan seni tersendiri. Jika tidak memahami kebudayaan, adat dan kebiasaan hidup orang Asmat, maka hanya akan melahirkan stigma negatif.
Proses perjumpaan orang Asmat dengan kebudayaan baru dimulai sejak tahun 1953, tatkala Pastor Gerardus Zegward MSC memulai pelayanan misi Katolik di Asmat. Perjumpaan orang Asmat dengan kebudayaan baru membawa dampak positif. Misalnya, kebiasaan mengayau tidak terjadi lagi. Anak-anak Asmat bisa bersekolah. Pos pelayanan kesehatan dibuka dan orang Asmat mendapatkan pelayanan kesehatan.
Ironisnya, setelah 65 tahun perjumpaan dengan kebudayaan baru yang diperkenalkan oleh para misionaris Katolik, orang Asmat masih berada dalam kondisi memprihatinkan. Kini, pendidikan dasar di Asmat sedang terpuruk. Di pedalaman Asmat, guru masih sering malas mengajar. Anak-anak Asmat terlantar. Demikian halnya, petugas kesehatan meninggalkan Pustu dan tinggal di pusat distrik atau di Agats, ibu kota Kabupaten Asmat. Ekonomi orang Asmat berada dalam genggaman dan kendali kaum pendatang yang membanjiri Asmat.Â
Dalam kondisi orang Asmat yang memprihatinkan itulah Pastor  Fransiskus Vesto Labi Maing, Pr, melayani umat Paroki St. Martinus de Pores Ayam, Distrik Akat. Ia berjalan dari kampung ke kampung untuk mengunjungi umat. Pada saat bertemu dengan umat, baik di rumah, di bevak maupun di Jew, ia berusaha mendengarkan keluh kesah mereka. Ia tidak hanya mendengarkan, ia juga mengajak mereka untuk menjaga budaya dan adat, terutama Jew.Â
" Saya pernah menangis, tatkala menyaksikan ada tua adat yang membawa masuk pedagang ke dalam Jew untuk menggelar dagangannya. Saya panggil tua adat tersebut dan menegur dia. Sebab, Jew itu tempat sakral. Orang Asmat sendiri harus menjaga kesakralan Jew," tutur imam Keuskupan Agats, yang biasa disapa Pastor Vesto ini.Â
Pastor Vesto memberikan perhatian serius terhadap budaya dan adat orang Asmat karena dirinya menyadari bahwa orang Asmat melekat pada adat dan budayanya. Apabila budaya dan adat rusak, maka jadi diri dan masa depan orang Asmat terancam. Tindakan melindungi budaya dan adat orang Asmat dilakukannya dengan mengundang Komisi Kebudayaan Keuskupan Agats untuk memberikan penguatan terhadap para tokoh adat di Ayam, Distrik Akat.Â
" Saya prihatin dengan budaya dan adat orang Asmat yang mulai pudar. Ada Jew yang sudah sepi, tungku api tidak pernah menyala. Karena itu, tahun 2016 dan 2017, saya mengundang Bapa Emerikus Sarkol dan John Ohoiwirin dari Komisi Kebudayaan Keuskupan Agats, datang kasih penguatan kepada para tokoh adat (wayir) di Jew Jowes dan Cumnew," tuturnya.
Pastor Vesto tidak hanya memperhatikan kebudayaan dan adat orang Asmat di Distrik Akat. Ia juga memberi perhatian serius pada dunia pendidikan, terutama pendidikan dasar. "Di pusat Distrik Akat, ini ada tiga SD yaitu SD YPPK St. Martinus de Pores Ayam, SD YPPGI Ayam dan SD Negeri Persiapan Cumnew dan satu TK di Jowes. Saya pergi ke sekolah-sekolah itu. Di gereja, saya umumkan kepada semua orang tua untuk perhatikan sekolah dan bawa anak-anak ke sekolah," tegasnya.Â
Pastor Vesto tidak hanya bicara. Ia berjalan dari kampung ke kampung dan memastikan bahwa anak-anak ke sekolah. Â Ia mengajak polisi dan Linmas yang ada di Ayam untuk mencari anak-anak dan bawa ke sekolah. "Saya pernah bicara dengan polisi supaya gerakkan Linmas untuk mencari anak-anak di rumah dan bawa ke sekolah. Memang tidak mudah, karena orang tua biasa bawa anak-anak ke dusun dan bevak," tuturnya.
Ia berkisah bahwa dirinya pernah mencari anak-anak sekolah sampai ke bevak-bevak. "Saya pergi ambil anak-anak sekolah di bevak, persis di pinggir kali. Orang tua membawa anak-anak itu saat mencari makanan di dusun. Saya pergi ambil itu anak-anak, kasih masuk di dalam long boat dan bawa pulang ke kampung Ayam supaya anak-anak bisa sekolah," tuturnya.
Pastor Vesto menyadari bahwa saat ini pendidikan belum menjadi kebutuhan bagi orang Asmat. Ia tidak mempersalahkan orang tua, karena kondisi alam Asmat telah membentuk karakter manusia Asmat yang unik. Saat ini, orang Asmat dengan mudah mengambil makanan di dusun. Semua tersedia di alam, tidak ada yang kurang. Karena itu, perlu pendekatan khusus untuk membangun kesadaran orang tua supaya mengantar anak-anak ke sekolah.Â
Selain pendidikan, Pastor Vesto selalu mengunjungi Puskesmas Ayam. Ia selalu memastikan bahwa ada petugas kesehatan di Puskesmas supaya kalau ada masyarakat yang sakit dan berobat ke Puskesmas dapat terlayani dengan baik. "Saya biasa pergi ke Puskesmas. Saya menyapa mantri dan suster di Puskemas Ayam supaya mereka betah tinggal di Ayam," tuturnya.Â
Meskipun di pusat distrik Akat, Puskesmas Ayam selalu buka, tetapi Pustu di kampung-kampung sering ditinggalkan oleh petugas kesehatan. "Saya pergi ke kampung-kampung dan saya temukan Pustu kosong. Kadang petugas hanya datang satu kali satu bulan untuk Posyandu sehingga masyarakat yang sakit tidak bisa berobat," tambahnya.
Ia juga berbagi pengalaman tentang kebiasaan orang Asmat memahami sakit. "Di Asmat ini, orang merasa sakit dan mau ke Puskesmas atau rumah sakit kalau sudah tidak bisa bangun dan tidak bisa jalan. Kalau sakit tetapi masih bisa bangun dan jalan, orang tidak mau pergi periksa ke Puskesmas. Karena itu, petugas kesehatan harus pro-aktif mengunjungi warga dan tanya kondisi kesehatan mereka, tuturnya.Â
Perempuan adalah pemelihara kehidupan. Keberlanjutan marga atau fam sangat ditentukan oleh perempuan. Karena itu perempuan harus mendapatkan perlindungan khusus.Â
Pastor Vesto melibatkan perempuan Asmat di Ayam dalam berbagai kegiatan gereja. "Kami bentuk kelompok doa Mama-Mama. Selain itu, Mama-Mama juga terlibat di dalam WKRI. Saya juga lihat Mama-Mama terlibat di Posyandu," tuturnya. Ia mengatakan bahwa budaya Asmat masih tidak melibatkan perempuan dalam berbagai kegiatan adat dan kemasyarakatan sehingga perempuan Asmat terbelakang.Â
Perempuan Asmat terbelakang karena kurang mendapatkan ruang untuk berkembang. Konstruksi budaya dan adat Asmat menempatkan perempuan hanya pada pekerjaan domestik, mengatur rumah tangga dan keluarga. Urusan masa depan orang Asmat dibicarakan dan diputuskan oleh kaum laki-laki. Akibatnya, perempuan Asmat selalu tertinggal.Â
Berhadapan dengan kondisi orang Asmat yang unik itu, Pastor Vesto memiliki pendekatan pastoral khusus yaitu kunjungan langsung ke rumah-rumah atau Jew. Ia berjalan mengelilingi lima kampung di pusat Distrik Akat yaitu, Waw Cesau, Ayam, Bayiw Pinam, Cumnew dan Jowes. Sedangkan enam kampung di luar Agats dilakukannya saat kunjungan pastoral.
Ia menjelaskan bahwa supaya bisa menyapa orang Asmat, setiap orang yang datang ke Asmat harus memiliki hati melayani, bukan memberikan stigma. Pelayanan paling utama adalah mengunjungi dan menyapa orang Asmat dalam cara hidup mereka. "Kalau mau tahu orang Asmat punya hidup harus kunjungi mereka. Harus sapa mereka. Harus datang ke rumah mereka. Harus masuk ke dalam Jew," tegasnya.Â
Pastor Vesto menuturkan bahwa dirinya selalu menyapa setiap pribadi yang dijumpainya pada saat berkeliling kampung. "Saya biasa pergi ke kampung-kampung. Saya masuk ke dalam Jew dan bercerita dengan mereka. Jika kita sering bertemu, maka akan mempermudah dalam menjalin kerjasama dengan masyarakat karena sudah saling kenal."
Dalam pergaulan dengan orang Asmat yang dilayaninya, Pastor Vesto juga belajar bahasa Asmat. Meskipun bahasa Asmatnya tidak lancar, tetapi ia sering menyapa menggunakan sapaan dalam bahasa Asmat sehingga menyentuh lubuk hati. "Saya belajar bahasa Asmat di Bapak Paskalis Kankey. Meskipun tidak lancar, tetapi kalau saya sapa pakai bahasa Asmat, mereka merasa saya menjadi bagian dari hidup mereka," jelasnya.Â
Di tengah berbagai keterbatasan biaya transportasi untuk melakukan turne ke kampung-kampung di luar pusat Distrik Akat, Pastor Vesto tetap bersemangat. Dirinya yakin bahwa setiap pelayanan yang diberikan kepada masyarakat, Tuhan akan menolongnya. Keyakinannya pada pertolongan Tuhan membakar semangatnya melintasi setiap rintangan yang menghadang. Medan pastoral yang sulit serta karakter manusia Asmat yang unik memacu dirinya berinovasi.Â
Ia tidak tinggal saja di pastoran. Ia berkeliling memperhatikan kampung, sekolah dasar, Puskesmas Ayam dan memotivasi masyarakat membentuk kelompok tani. Dirinya tidak memiliki uang untuk membantu berbagai kekurangan yang ada di sekolah dasar, Puskesmas Ayam dan kampung-kampung di Distrik Akat. Semangatnya dalam menyapa setiap komunitas dan pribadi yang dijumpainya membuat dirinya dikenal luas di Distrik Akat, bahkan di Kabupaten Asmat.
Berpastoral Bersama LANDASANÂ
Pastor Vesto tertarik. "Pit, kau harus bilang ke pimpinan LANDASAN bahwa LANDASAN harus masuk di Asmat. Kau harus tolong saya. Kasian, masyarakat di Distrik Akat sangat membutuhkan pendampingan yang macam LANDASAN mau bikin ini," pintanya.Â
Impian Pastor Vesto di awal kehadiran LANDASAN Papua di Asmat pupus. Berdasarkan pertemuan pimpinan LANDASAN Papua, Don Marut dan Bupati Asmat, 20 Maret 2017 disepakati bahwa LANDASAN Papua bekerja di Distrik Agats. Meskipun demikian, Pastor Vesto tidak kehilangan harapan. Setiap berjumpa dengan staf LANDASAN, dirinya pasti selalu minta supaya LANDASAN masuk ke Distrik Akat.Â
"Pit, kalau tahun ini LANDASAN tidak masuk di Distrik Akat tidak apa-apa, tapi tahun depan kalau LANDASAN mau masuk ke distrik lain, saya akan langsung bicara dengan pimpinan LANDASAN supaya masuk Distrik Akat. Kasian masyarakat di sana. Kampung, sekolah dasar, Puskesmas tidak berjalan dengan baik. Apa lagi HIV-AIDS, masyarakat tidak tahu apa-apa tentang HIV-AIDS," tuturnya di pengujung bulan Maret 2017.
Awal Januari 2018, Kejadian Luar Biasa (KLB) campak dan gizi buruk melanda Asmat. Sebanyak 72 anak Balita meninggal dunia. KLB tersebut menjadi berita nasional bahkan internasiona. Berbagai media meliputi peristiwa memilukan itu.Â
Pada akhir Januari 2018, LANDASAN Papua menggelar Pelatihan Tupoksi bagi aparat kampung di distrik Akat. Implementing Manager LANDASAN Papua, George Corputty hadir. Kesempatan tersebut dimanfaatkan oleh Pastor Vesto untuk mengungkapkan harapannya supaya LANDASAN Papua bisa masuk ke Distrik Akat.Â
Di warung hotel Sang Surya, Keuskupan Agats, sambil minum kopi, Pastor Vesto mengungkapkan harapannya supaya LANDASAN Papua masuk ke Distrik Akat, "Pak George, saya harap LANDASAN bisa masuk ke Akat. Saya siap menggerakan masyarakat di sana," pintanya. "Pastor, kami tidak janji, tapi kami akan bicarakan,"' jawab George singkat. Hari-hari selanjutnya, Pastor Vesto menanti jawaban.
Berita tentang KLB campak dan gizi buruk semakin meluas. Tim KOMPAK LANDASAN, Heracles Lang dan George Corputty terbang ke Asmat, 14 Februari 2018. Hari itu, setelah tiba di Agats, keduanya berjumpa dengan Wakil Bupati Asmat, Thomas Eppe Safanpo. Dalam pembicaraan itu, Implementing Manager LANDASAN Papua, George Corputty menyampaikan kepada Wakil Bupati bahwa tentang rencana kegiatan terkait penanganan pasca KLB campak dan gizi buruk. Ia juga menjelaskan tentang rencana LANDASAN Papua masuk ke Distrik Akat dan Atsj.Â
"Kalau lanasan ke distrik Atsj bagus karena di sana sudah lebih maju. Masyarakat sudah jauh lebih terbuka. Tetapi, kalau LANDASAN ke Distrik Akat agak susah karena di sana pembangunan tidak berjalan efektif dan masyarakatnya terkesan tertutup," tutur Wakil Bupati.
Pada 16 Februari 2018, tim kompak lamdasan , Heracles Lang, George Corputty, Petrus Pit Supardi menuju distrik akat. Â Sedangkan dari Keuskupan Agats, Diakon Farini A. Rangga OFM, Br. Andre Wey OFM. Pastor Vesto sudah siap menyambut tim di Pastoran St. Martinus de Pores Ayam, Distrik Akat. Dari rumah pastoran, Pastor Vesto mengantar tim landasan ke Puskesmas Ayam, Kantor Distrik Akat dan SD YPPK St. Martinus de Pores Ayam.Â
"Pak George dan tim sudah ke Akat. Harapan saya hampir terwujud. Saya yakin landasan pasti masuk ke Distrik Akat," tutur Pastor yang ditasbihkan menjadi imam di gereja Katedral Salib Suci Agats pada 14 Agustus 2011 ini.Â
Hari itu, 16 Maret 2018, raut wajah Pastor Vesto tersenyum lebar. George Corputty dan Julia Sagala, spesialis kesehatan landasan Papua mengunjungi Puskesmas Ayam, SD YPPK St. Martinus de Pores Ayam dan kebun milik Bapak Patris. Pastor Vesto setia menemani tim landasan.Â
"Pit, saya harus siap karena Pak George sudah kasih tau saya tanggal 19 Maret 2018, Ibu Duta Besar Australia akan ke Ayam," tuturnya.Â
Penantian panjang Pastor Vesto terjawab. Hari itu, Selasa, 20 Maret 2018, Ibu Astrid Kartika dari kedutaan besar Australia dan tim KOMPAK LANDASAN Papua tiba di Ayam, Distrik Akat. Suasana gembira dan haru membaur, menyatu bersama alam semesta dan leluhur orang Asmat di Akat. "Saya gembira, tetapi juga terharu, setelah sekian lama tidak dapat perhatian, saat ini landasan Papua sudah datang ke Distrik Akat. Masyarakat di Ayam sambut luar biasa," tutur Pastor Vesto.Â
Kunjungan pihak Kedutaan Besar Australia dan kompak landasan diikuti pula dengan kehadiran Kordis Akat, Arita Adelheid M. Orinbao pada pertengahan April 2018. Proses pendampingan di unit layanan kampung, sekolah dasar, Puskesmas dan HIV-Aids mulai berjalan sejak kehadiran Arita di sana. "Saya minta Arita tinggal di pastoran. Dia mendampingi kampung, sekolah dasar, Puskesmas dan HIV-Aids . Dia kerja tekun," tutur Pastor Vesto.Â
Pastor Vesto selalu menunjukkan komitmen berjalan bersama landasan. Setiap kegiatan  landasan baik yang dilaksanakan di Ayam maupun di Akat, dirinya akan selalu hadir. "Saya bilang ke teman-teman Pastor, landasan datang untuk bantu para Pastor. Program yang dilaksanakan landasan di kampung, sekolah dasar, Puskesmas, HIV-Aids semua itu erat kaitannya dengan pelayanan pastoral. Karena itu, para Pastor harus mendukung," tuturnya bersemangat.Â
Pada tanggal 17-23 Mei 2018, Â landasan Papua menggelar pelatihan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di aula Kantor Distrik Akat. Peserta yang hadir berasal dari kepala sekolah dasar, guru operator, komite sekolah dan kepala kampung. Peserta berasal dari 8 SD dan 1 SMP.Â
Pastor Vesto mengurus segala persiapan. Dirinya bersama Kordis Akat, Aritas Adelheid M. Orinbao mengantar undangan ke kampung-kampung di luar pusat Distrik Akat. Keduanya membutuhkan waktu dua hari untuk menjangkau enam kampung di luar Distrik Akat. "Saya pergi ke semua kampung. Macam Beco, Yuni, Buetkwar bukan umat Katolik. Mereka Protestan, tapi saya pergi menyapa mereka semua," tuturnya. "Waktu saya antar undangan pelatihan SPM dan MBS di Buetkwar, kampung Protestan. Kepala Kampung peluk saya dan menangis. Dia menceritakan penderitaan dan penindasan yang mereka alami. Mereka tahu saya Pastor. Saya terharu sekali," tuturnya.
Selama pelatihan SPM dan MBS di Distrik Akat, Pastor Vesto sendiri memastikan ketersediaan penginapan peserta, makan dan minum. Setiap pagi, ia lebih awal hadir di aula. Ia memastikan bahwa pelatihan harus berjalan lancar. Pada sore hari, ia pulang paling akhir, setelah peserta kembali ke rumah masing-masing. "Saya harus pastikan bahwa pelatihan harus berjalan lancar. Para guru, komite sekolah  dan pemerintah kampung harus terlibat membenahi pendidikan dasar di sekolah. Karena itu, saya harus pastikan mereka mengikuti kegiatan SPM dan MBS ini dengan baik," tegasnya.Â
Ia berharap setelah mengikuti pelatihan SPM dan MBS para guru bisa menerapkannya di sekolah masing-masing. "Selama ini, anak-anak sekolah terlantar karena guru tidak ada di sekolah. Selain itu, gedung sekolah  dan sarana pendukung seperti ruang kelas, meja, kursi, buku-buku tidak tersedia di sekolah. Ada dana BOS tetapi biasa kepala sekolah urus sendiri. Tidak ada keterbukaan sehingga sekolah tidak bisa berjalan dengan baik," tegasnya.
Pelatihan SPM dan MBS di Distrik Akat mulai menampakkan hasil. SD YPPK St. Martinus de Pores Ayam langsung melakukan revitalisasi Komite Sekolah. Kepala Sekolah, Herlina Silubun membenahi ruang Perputakaan. Data guru terpampang rapi di ruang guru. "Perpustakaan sudah jadi. Saya minta kompak landasan sumbang buku untuk Perpustakaan. Saya akan segera benahi ruang kepala sekolah. Kami juga akan bikin kebun sekolah. Semua rencana perbaikan sekolah, kami akan bicarakan dengan Komite Sekolah," tutur Herlina (26/7).
Selain SD YPPK Martinus de Pores Ayam, SD YPPGI Ayam pun langsung berbenah. Sekolah yang sebelum kehadiran LANDASAN ditumbuhi rumput sudah bersih dibabat oleh pemuda kampung. "Sebelum LANDASAN datang, sekolah YPPGI tidak terawat. Kepala sekolah saja tidak jelas. Tetapi, setelah LANDASAN tulis surat ke Dinas Pendidikan, langsung ada Kepala Sekolah baru, Ibu Pineke. Dia sudah cat sekolah dan anak-anak mulai belajar teratur," tutur Pastor Vesto.Â
Sedangkan pelatihan SOP Non Teknis dan RUK untuk Puskesmas Akat dan Atsj dilaksanakan pada tanggal 8-12 Mei 2018 di Hotel Sang Surya Keuskupan Agats. Setelah pelatihan Puskesmas Ayam langsung menggelar rapat. Kepala Puskesmas Ayam, Teguh Sunarto mengkoordinir stafnya menyusun SOP, membuat struktur dan juga alur layanan Puskesmas Ayam.
"Bukan hanya di sekolah, sekarang Puskesmas Ayam juga mulai berbenah. Di Puskesmas sudah ada beberapa SOP. Ada SOP yang masih dalam proses penyelesaian. LANDASAN juga sudah dorong Puskesmas bikin struktur Puskesmas Ayam, alur layanan  dan hak dan kewajiban pasien. Tapi, yang penting pelayanan sudah jauh lebih baik dari sebelumnya," tambah imam yang mulai berkarya di Paroki St. Martinus de Pores Ayam pada tahun 2016 ini.Â
Pastor kaum papah ini juga memperhatikan HIV-AIDS. "Saya tidak tahu banyak tentang HIV-AIDS, tetapi setiap saat ini sudah ada Bapa John Rahail, aktivis HIV-AIDS di Papua. Dia akan bicara kepada kita tentang HIV-AIDS supaya kita tidak kena penyakit mematikan itu. Bapa John datang kasih latih guru-guru tentang MBS, tetapi saya minta beliau bicara sedikit supaya kita tahu apa itu HIV-AIDS," pintanya kepada Bapa John, pelatih MBS sekaligus aktivis HIV-AIDS pada saat misa di gereja St. Martinus de Pores Ayam, Minggu, 21 Mei 2018 silam.
Sedangkan di tingkat kampung, sejak kehadiran Kordis Akat, Arita di Ayam pada bulan April 2018, proses sensus penduduk berbasis SAIK sudah dimulai. Pastor Vesto dan Arita bergerak cepat. Keduanya ke kampung-kampung dan bertemu dengan kepala kampung untuk pemilihan kader kampung. Hasilnya, setiap kampung memilih dua orang kader. Arita langsung mendampingi proses pengisian form sensus yang berbasis SAIK. Kini, Â dari 11 kampung, 8 kampung sudah rampung 100%. Masih tersisa 3 kampung yang sedang dalam proses penyelesaian sensus SAIK.Â
"Untuk Distrik Akat, 8 kampung sudah selesai sensus. Tiga kampung masih proses. Saya dan Arita akan dampingi proses penyelesaian sensus. Kami berdua akan berjuang supaya tiga kampung itu selesai sensus pada bulan Agustus, karena awal September 2018 harus sudah pelatihan pengimputan ke dalam aplikasi SAIK," tegas Pastor Vesto bersemangat.Â
Pernyataan Pastor Vesto tentang sensus penduduk berbasis SAIK bukan isapan jempol belaka. Pada pelatihan Kader Pemberdayaan Masyarakat Kampung (KPMK) di aula gereja paroki St. Martinus de Pores Ayam tanggal 23-27 Juli 2018, para kader kampung tidak datang dengan tangan kosong. Mereka membawa hasil sensus kampung masing-masing. Menakjubkan. Pastor Vesto telah membuktikan bahwa orang Asmat bisa membangun kampungnya. Mereka hanya perlu dilatih dan didampingi. Oleh karena itu, dirinya berharap  landasan Papua harus mendampingi kampung, sekolah dasar, Puskesmas di Distrik Akat sampai unit layanan itu mandiri.Â
Ia tidak memiliki dana operasional yang besar. Ia memiliki satu speed 40 PK. Mesin mercury tua dan sering rusak. "Saya punya mesin mercury 40 PK sudah tua. Sering macet di perjalanan. Minggu lalu, kami terkatung-katung di tengah sungai sampai empat jam karena mesin rusak," tuturnya senduh.Â
"Saya punya impian ada mesin 40 PK baru merek Yamaha. Mesin Yamaha kuat. Larinya juga cepat. Kalau sudah ada mesin baru, dua kali sebulan saya dan Kordis, Arita, kami akan ke kampung-kampung jauh di luar pusat Distrik Akat untuk mendampingi kampung, sekolah dasar, Pustu dan bicara HIV-AIDS. Saya sayang sekali, selama ini masyarakat terlantar. Saya mau pergi sendiri ke kampung-kampung setiap bulan, biaya bensin mahal dan mesin juga sering rusak," tuturnya penuh harap.
Pastor Vesto mengungkapkan bahwa kehadiran landasan Papua di Distrik Akat sangat membantu dirinya dalam berpastoral. Sebab, apa yang dikerjakan  landasan sejalan dengan pelayanan pastoral di bidang pemberdayaan kampung, pendidikan, kesehatan dan ekonomi masyarakat. " landasan sangat membantu saya. Semua kampung umat saya, Katolik, kecuali Beco, Yuni dan Buetkwar. Di ketiga kampung itu jemaat Protestan, tetapi saya rangkul mereka semua," terangnya.
"Khusus untuk pemberdayaan ekonomi, saya sudah minta Pak Don dan Pak George untuk mendatangkan Bruder Elias Logo OFM ke Ayam. Mudah-mudahan bulan Agutus 2018, pelatihan dan pendampingan petani sayur di Ayam bisa segera dimulai, karena kelompok tani sudah siap. Saya sudah umumkan di gereja dan masyarakat senang sekali," ungkapnya.Â
Di tengah kegembiraan atas kehadiran LANDASAN Papua di Distrik Akat, Pastor Vesto masih memiliki impian lain. Ia berharap ke depan ada donatur yang rela membantunya merehab rumah pastoran yang hampir roboh. "Rumah ini sudah umur 50 tahun lebih. Ada 80-an tiang umpak penyangga, tetapi semua sudah keropos. Masih tersisa 11 tiang yang tertancap di tanah tetapi sudah mau keropos juga. Kalau angin kencang rumah goyang sehingga kami tidur malam selalu waswas," kisahnya.Â
Dirinya mengungkapkan bahwa rumah pastoran St. Martinus de Pores sederhana dan sudah lapuk tetapi tim kompak landasan yang ke Ayam dan menginap di pastoran tidak pernah mengeluh. Dirinya mengucapkan terima kasih bahwa meskipun rumah tinggalnya jelek tetapi setiap kali ke Ayam pasti tim menginap di pastoran. "Pit, saya malu pada Bapa-Ibu dari KOMPAK LANDASAN. Saya punya rumah pastoran ini sudah lapuk. Kalian datang tidur di tempat yang tidak layak ini. Semoga ke depan ada donatur yang membantu sehingga saya bisa rehab supaya kalian datang bisa tidur di tempat yang layak," tuturnya dengan mata berkaca-kaca.
Pastor Vesto sosok sederhana. Ia mudah bergaul. Ia melayani orang Asmat dengan hati tulus dan ikhlas. Ia tidak memiliki fasilitas mewah di tengah hutan Asmat, Ayam, Distrik Akat. Di rumah pastoran yang hampir rubuh itu, ia menggembalakan kawanan domba yang dipercayakan kepadanya.
Di sela-sela perbincangan di depan rumah pastoran tua itu, ia berujar, "Pit, Ibu Astrid, Pa Don, Pa George dan tim KOMPAK LANDASAN bulan Oktober datang ke Ayam. Ini sudah ada kolam ikan. Ikannya sudah besar. Kita bisa bakar-bakar ikan itu," tuturnya menutup kisahnya yang menganggumkan itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H