Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Berkenalan dengan Perempuan Pertama Kepala Kampung Simini di Asmat

7 Juni 2018   10:10 Diperbarui: 7 Juni 2018   15:38 2305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dorce Tojim bersalaman dengan Uskup Keuskupan Agats, Mgr. Aloysius Murwito OFM pada saat penutupan Pelatihan SPM dan MBS di Ayam, Akat, 23 Mei 2018. Dok. Pribadi.

Asmat memiliki kekayaan sumber daya alam melimpah. Di atas hamparan lumpur dan hutan bakau, hidup manusia Asmat yang memiliki kebudayaan dan adat-istiadat yang unik.

Lazimnya, ras melanesia, orang Asmat menganut budaya patrilineal. Laki-laki memiliki wewenang dalam urusan adat dan budaya. Harta benda dan kekuasaan diwariskan kepada laki-laki.

Bahkan dalam tradisi Asmat, perempuan tidak sembarangan masuk ke dalam rumah adat (Jew).

Sejak tahun 2002, Asmat menjadi kabupaten definitif. Asmat yang sebelumnya terisolir secara perlahan mulai mengalami kemajuan, terutama di bidang transportasi dan komunikasi.

Saat ini, orang bisa dengan mudah ke Asmat menggunakan kapal Pelni dan pesawat terbang. Meskipun demikian, orang Asmat masih sama. Mereka hidup di gubuk-gubuk sederhana. Anak-anak Asmat tidak memperoleh pendidikan berkualitas.

Demikian halnya, orang Asmat tidak memperoleh layanan kesehatan berkualitas. Kelompok paling rentan adalah perempuan Asmat. Para perempuan Asmat mengerjakan berbagai hal, baik di dalam rumah maupun di luar rumah.

Di tengah berbagai pergumulan itu, di antara 224 kampung di Kabupaten Asmat, ada seorang kepala kampung adalah perempuan. Dia berasal dari Kampung Simini, Distrik Akat. Dorce Tojim. Itulah nama Kepala Kampung Simini. Dorce tercatat sebagai perempuan Asmat pertama yang menduduki posisi kepala kampung di Kabupaten Asmat.

Mama Dorce, menjabat kepala Kampung Simini melalui keputusan rapat kampung, lantaran suaminya yang merupakan kepala kampung definitif kala itu meninggal dunia. "Waktu suami saya meninggal, tua adat rapat dan memutuskan saya menggantikan suami. Saya tidak mau karena saya tidak sekolah, tetapi masyarakat tetap minta supaya saya yang jadi kepala kampung sehingga saya terima," tuturnya terharu.

Pada tanggal 14-23 Mei 2018, Dorce mengikuti pelatihan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang digelar oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Asmat dan LANDASAN Papua di Ayam, Distrik Akat. Ia hadir bersama Kepala SD Inpres Manepsimini, Pasifika Nakun dan guru operator, Surnia Sidabutar.

Meskipun tidak banyak bicara, ia memiliki komitmen akan membangun Kampung Simini menjadi kampung yang bersih, anak-anak bisa bersekolah, masyarakat hidup sehat dan sejahtera.  

"Saya punya mimpi ke depan Kampung Simini menjadi kampung yang bersih, halaman rumah harus bersih. Masyarakat tidak boleh buang sampah di sembarang tempat. Termasuk lingkungan Sekolah Dasar juga harus bersih."

Di masa kepemimpinannya sebagai Kepala Kampung Simini, Dorce memberikan perhatian serius pada pendidikan dasar bagi anak-anak Kampung Simini. Ia sendiri mencari anak-anak dari rumah ke rumah dan mengantarnya ke sekolah.

"Saya kasih perhatian pada pendidikan anak-anak kampung. Kalau anak-anak tidak mau ke sekolah, saya cari di rumah masing-masing dan antar ke sekolah. Kalau orang tua bawa anak ke dusun, saya pergi cari di dusun dan bawa pulang anak-anak ke kampung dan antar mereka ke sekolah," tuturnya.

Dorce menyadari bahwa tindakannya berisiko. Ia membawa pulang anak-anak dari bevak ke kampung, itu berarti dirinya harus menanggung makan-minum anak-anak tersebut. Meskipun berat, Dorce tetap melakukannya, karena dirinya yakin bahwa hanya dengan pendidikan, anak-anak Kampung Simini bisa maju.

"Saya bawa pulang anak-anak dari bevak ke kampung. Di kampung, anak-anak tinggal dengan anggota keluarga mereka. Kalau, semua keluarga ke bevak, saya urus anak-anak itu. Saya kasih makan dan minum. Biasa juga saya kasih beras untuk mereka masak," kisahnya.

Bukan hanya pendidikan, Dorce juga memperhatikan pelayanan kesehatan. Ia mengalokasikan anggaran dari Dana Kampung untuk pemberian makanan bergizi bagi anak-anak balita.

"Kalau Dana Kampung cair, saya serahkan 10 juta. Uang itu dikelola oleh suster untuk pemberian makanan bergizi bagi anak-anak. Pada saat mau kasih makan, suster biasa panggil saya. Kami kasih makan anak-anak," tuturnya.

Maraknya pernikahan usia dini pada anak-anak perempuan Asmat menyayat hati Dorce. Dengan raut senduh, ia berharap anak-anak perempuan Asmat harus bersekolah supaya memiliki masa depan yang cerah.

"Anak-anak perempuan Asmat harus sekolah. Mereka bisa menjadi guru dan suster untuk melayani orang Asmat. Mama-Mama Asmat harus jaga anak-anak perempuan. Kalau anak-anak tinggal di asrama atau dengan keluarga di Agats, Mama-Mama juga harus ikut ke Agats untuk jaga supaya anak-anak betah dan tidak kembali ke kampung. Jangan biarkan anak-anak perempuan sendiri," tuturnya bersemangat.

Dorce Tojim bersalaman dengan Uskup Keuskupan Agats, Mgr. Aloysius Murwito OFM pada saat penutupan Pelatihan SPM dan MBS di Ayam, Akat, 23 Mei 2018. Dok. Pribadi.
Dorce Tojim bersalaman dengan Uskup Keuskupan Agats, Mgr. Aloysius Murwito OFM pada saat penutupan Pelatihan SPM dan MBS di Ayam, Akat, 23 Mei 2018. Dok. Pribadi.
Dorce sadar bahwa kemajuan kampung sangat ditentukan oleh pendidikan. Apabila anak-anak Kampung Simini bisa sekolah, kelak mereka akan menjadi pemimpin tangguh, tetapi kalau mereka tidak bersekolah, maka masa depan Kampung Simini akan suram.

Karena itu, ia mengajak Ketua RT dan Linmas untuk mendorong anak-anak Kampung Simini ke sekolah.

Meskipun menjabat kepala Kampung Simini, Dorce tetaplah seorang perempuan Asmat. Sebagaimana umumnya perempuan Asmat lainnya, ia mengerjakan segala pekerjaan rumah tangga dan menghidupi keluarga. Ia menjabat Kepala Kampung Simini, sekaligus kepala rumah tangga lantaran suaminya telah meninggal tiga tahun silam.

Ia berharap Bapa-Bapa Asmat membantu istri-istri mereka dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. Sebab, selama ini, Mama-Mama Asmat menanggung beban kerja yang berat ketimbang Bapa-Bapa. Mama-Mama ke dusun untuk cari sagu, ulat sagu, kepiting, ikan, sayur.

Pada saat di rumah, Mama-Mama masak dan urus semua kebutuhan rumah tangga. Bapa-Bapa sulit sekali mau membantu Mama-Mama.

Dorce menambahkan, "Saya biasa bilang ke Bapa-Bapa, kami perempuan pergi ke dusun cari sagu cape, kenapa Bapa-Bapa di rumah tidak masak makanan? Lalu, Bapa-Bapa biasa jawab, 'kamu kerja berat apa di hutan?' Padahal, padahal kami ada kerja berat pangkur sagu di hutan," tuturnya dengan mata berkaca-kaca.

Di Asmat, perempuan Asmat masih menanggung beban kerja yang berat. Mengurus rumah tangga dan mencari makanan di dusun masih menjadi urusan perempuan Asmat. Meskipun berat, para perempuan Asmat setia melaksanakan tugas-tugas tersebut. (Ayam, 23 Mei 2018, 12.30 WIT)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun