Debat calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta merupakan suatu momentum yang ditunggu, khususnya bagi para pemilih rasional di ibukota.Â
Debat ketiga yang diselenggarakan pada 17 November 2024 mengangkat tema Lingkungan Perkotaan dan Perubahan Iklim, sejumlah pertanyaan yang disediakan oleh para panelis menjadi pemantik utama debat Pilkada kali ini.Â
Debat Pilkada ketiga dibagi menjadi lima sesi, sesi pertama yakni pemaparan visi dan misi dari para paslon (pasangan calon), kemudian sesi kedua merupakan tanggapan dari Calon Gubernur atas pertanyaan dari panelis, sesi ketiga merupakan giliran Calon Wakil Gubernur menanggapi pertanyaan, dan dilanjutkan dengan lempar pertanyaan dari masing-masing paslon kepada paslon lainnya di sesi keempat dan kelima.
Dari kelima sesi dalam ruang Debat Pilkada, masing-masing kandidat menampilkan strategi komunikasi yang beragam demi menguasai panggung debat. Meskipun demikian, ketiga paslon terlihat kompak dan bersepakat saat menanggapi pertanyaan dari para panelis dalam sesi kedua
Strategi Persetujuan; Pembukaan yang Mulus
Dalam sesi kedua di ruang Debat Ketiga Pilkada Jakarta, ketiga pasangan calon, baik itu calon gubernur maupun calon wakil gubernur berupaya memberikan tanggapan ataupun jawaban terbaiknya atas pertanyaan yang diberikan dari panelis.Â
Meskipun demikian, sesi kedua Debat Pilkada lebih banyak berisi kesepakatan dari ketiga Calon Gubernur. Seperti misalnya, saat pertanyaan mengenai tanggapan atas Pembangunan Giant Seawall, Pramono Anung mendapatkan kesempatan menjawab pertanyaan awal.Â
Dalam statementnya, Calon Gubernur yang akarab disapa Mas Pram menjawab bahwa jika ia terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta, ia berkomitmen akan mendukung berlangsungnya Pembangunan Giant Seawall. Tak berbeda jauh, Ridwan Kamil dan Dharma Porengkun juga memberikan tanggapan yang sama dengan berupaya mendukung penuh Pembangunan Giant Seawall.
Ketiga pasangan calon sepakat berkomitmen atas Pembangunan Giant Seawall, karena Pembangunan ini masuk dalam salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN). Padahal dalam susunan pertanyaan, para panelis sudah memaparkan beberapa dampak negative dari proyek Pembangunan Giant Seawall ini.
Strategi persetujuan yang terlihat dalam sesi kedua ini lumrah dilakukan dalam Debat pertarungan electoral khususnya di Indonesia. Sebagai pembuka ruang Debat, masing-masing kandidat ingin menunjukkan bahwa dirinya seolah-olah mampu memberikan solusi taktis atas pertanyaan yang diberikan oleh panelis, bersikap demokratis, dan terlihat mampu mengakomodir masukan orang lain.Â
Meskipun, jawaban yang diberikan sama sekali tidak menjawab esensi pertanyaan yang diberikan.
Dampak negative dari strategi saling setuju ini adalah memperlihatkan secara gamblang, bahwa setiap kandidat tidak menguasi topik pertanyaan yang diangkat. Ketiga calon Gubernur hanya focus pada komitmen mereka mendukung apapun Keputusan dari pemerintah pusat, dan mengabaikan dampak buruk yang mungkin terjadi di kemudian hari.Â
Jika demikian, dapat dipastikan ruang demokrasi untuk saling mengawasi, kini hanya sekedar basa basi. Seharusnya, sebagai Calon Gubernur Jakarta, Dimana wilayah pemerintahannya merupakan pusat ekonomi Indonesia, mampu menjadi salah satu pengawas "yang disegani" oleh pemerintah pusat.
Attacking Strategy; Puncak Dialektika Debat Pilkada
Memasuki sesi ke-empat dan kelima, suasana panggung debat Pilkada kian memanas. Pasalnya, pada sesi ini masing-masing pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur diberikan kesempatan untuk melontarkan pertanyaan kepada pasangan calon lainnya.Â
Bak kendaraan bermotor, masing-masing pasangan calon telah memanaskan mesin kendaraannya pada sesi awal, sehingga dua sesi sebelum penutup ini menjadi puncak ruang dialektis bagi masing-masing Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta.
Strategi saling serang pada sesi ke-empat Debat Ketiga Pilkada Jakarta dimulai dengan memberikan kesempatan kepada pasangan calon nomor tiga, Pramono Anung dan Rano Karno untuk memberikan pertanyaan kepada pasangan calon nomor satu dan dua. Pramono Anung menampilkan gaya komunikasi dynamic style, dengan ciri khas menyerang yang dilengkapi dengan intonasi menggebu-gebu.Â
Hal ini terlihat saat dirinya menggunakan kata "imajinasi" sebagai kiasan bahwa program kerja RK-Suswono yang hendak memindahkan Balai Kota Jakarta ke bagian Jakarta Utara tidak akan terwujud karena kegagalan RK sebelumnya untuk memindahkan pusat pemerintahan Jawa Barat.
Selain itu, saat menaggapi jawaban dari paslon lain, Pramono juga terlihat terpancing emosi, terutama ketika memberikan tanggapan atas jawaban RK yang menyamakan bahwa IKN juga merupakan salah satu program yang dimulai dari imajanasi. Pramono dengan tegas menyatakan bahwa dirinya lebih banyak terlibat dalam proyek IKN sehingga ia merasa lebih tahu bahwa proses IKN itu bukan sekedar imajinasi belaka.
Berbeda dengan Pramono, Rano Karno sebagai pasangannya memiliki gaya komunikasi equalitarian style. Gaya ini berfokus pada prinsip kesetaraan, di mana tidak ada hierarki yang mendominasi. Hal ini terlihat saat Rano Karno membuka pertanyaan untuk Paslon lain dengan menggunakan kata "sahabat saya".Â
Pertanyaan yang diajukan pun sangat simple dan sederhana mengenai mengapa Jakarta masih menerima dampak banjir, sementara sebagian besar waduk di Jawa Barat sudah beroperasi.Â
Saat menanggapi pertanyaan mengenai SPBU terapung, Rano Karno terlihat lebih mengutamakan kemaslahatan warga (ciri utama equalitarian style) dengan terus memberikan alasan bahwa tanpa SPBU terapung, warga akan kesulitan menjalani mobilitas kehidupan. Sejauh ini, gaya komunikasi equalitarian style, cenderung lebih disukai oleh pemilih Indonesia.
Sementara itu, pasangan calon nomor urut satu Ridwan Kamil dan Suswono, keduanya memiliki gaya komunikasi structural. Structural style mengacu pada pendekatan yang menekankan pada sistem, struktur dalam cara mengelola dan menyampaikan informasi.Â
Gaya komunikasi structural digunakan oleh RK saat menanggapi pertanyaan dari Pramono Anung mengenai rencananya memindahkan pusat pemerintah Jakarta ke bagian Jakarta Utara.Â
RK menyampaikan secara terstruktur bahwa alasannya memindahkan pusat pemerintahan adalah untuk mengurai kemacetan, agar aktivitas warga Jakarta bisa tersebar secara merata, lalu, RK menambahkan bahwa program pemindahan pusat pemerintahan ini meniru program IKN.
 Keberhasilan Jokowi membuat ibu kota Indonesia berpindah adalah contoh nyata bahwa program pemindahan pusat pemerintahan bisa terwujud, dan imajinasi adalah Langkah awal atas terwujudnya program tersebut.
Gaya komunikasi structural style biasanya cenderung disukai oleh khalayak dengan Tingkat Pendidikan menengah keatas. Proses penyampaian pesan yang terstruktur dan terkadang menggunakan Bahasa akademis cocok untuk menggaet pemilih rasional dan elit.Â
Biasanya seorang dengan gaya komunikasi structural akan menyerang lawannya dengan memperlihatkan dirinya lebih menguasai pembahasan. Hal ini Nampak jelas saat RK menanyakan efektivitas waduk di wilayah Jawa Barat kepada paslon nomor urut dua.Â
Dan seperti yang diharapkan oleh pendukung paslon nomor urut satu, paslon nomor urut dua secara gamblang menyatakan dirinya tidak tahu apakah efektivitas waduk mampu mengurangi volume banjir di Jakarta. Dengan demikian, paslon nomor urut satu unggul dalam sesi tanya jawab antara paslon nomor urut satu dan dua.
Pasangan calon nomor urut dua, Dharma -- Kun sebagai pasangan calon independent menunjukkan perpaduan gaya komunikasi dynamic style (Dharma) dan structural style (Kun). Dharma terlihat menggunakan strategi komunikasi dynamic yang cenderung menyerang ataupun menganggap program ataupun gagasan dari pihak lawan bermasalah.Â
Terlihat saat mengajukan pertanyaan kepada Paslon nomor urut tiga, Dharma menyampaikan bahwa program SPBU terapung akan menimbulkan banyak persoalan terutama korupsi mengingat bahwa dirinya adalah auditor yang seringkali menemukan kejanggalan dalam transaksi SPBU.Â
Saat menjawab pertanyaan dari pihak lawan Dharma juga terlihat sangat menggebu-gebu dan terpancing emosi, seperti misalnya saat dirinya ditanya mengenai efektivitas waduk di Jawa Barat untuk mengurangi banjir Jakarta, dirinya dengan tegas bahwa ia tidak tahu karena tidak pernah menjabat sebagai kepala daerah disana.Â
Bahkan Dharma menyerang dengan menambahkan bahwa ketika waduk tersebut tidak efektif, maka ada penyelewengan di saat Pembangunan proyek waduk tersebut, padahal saat perencanaan Pembangunan sudah pasti dipaparkan degan jelas apa tujuan Pembangunan tersebut.
Berbeda dengan Dharma, Kun Wardana memiliki gaya komunikasi structural. Terlihat saat dirinya menanggapi pertanyaan dari paslon lain. Kun cenderung mampu mengolah apa maksud dari pertanyaan yang diajukan dan menjawabnya dengan rapi dan terstruktur.Â
Misalnya saat dirinya menambahkan jawaban atas efektifitas waduk di Jawa Barat, Kun mengatakan bahwa untuk menilai efektivitas waduk diperlukan beberapa indicator, dan ketika sebagian besar indicator tersebut dipenuhi, maka barulah dapat dikatakan pembangunan waduk tersebut efektif.
Ketiga pasangan calon memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing terutama dalam debat ketiga Pilkada Jakarta. Perlu diingat, startegi komunikasi saat debat perlu diatur se-apik mungkin untuk menggaet pemilih khususnya pemilih rasional.Â
Tidak dapat dipungkiri, pemilih rasional cenderung melihat karakter, program, gagasan, serta kepiawaian calon pemimpin melalui ruang dialektis seperti Debat Kandidat.
 Jika demikian, strategi paling ampuh untuk digunakan saat Debat Kandidat adalah gaya komunikasi structural. Karena gaya komunikasi ini paling cocok dengan karakter pemilih rasional. Meskipun tidak sedikit pemilih sosiologis dan psikologis yang juga menjadikan serial Debat Kandidat untuk lebih meyakinkan pilihan mereka.Â
Namun, kedua jenis pemilih ini (sosiologis dan psikologis) sudah lebih awal menentukan pilihan, sehingga menonton serial debat kandidat hanya untuk meneguhkan pilihan, bukan mengganti opsi pilihan.
Secara general, debat kandidat Pilkada Jakarta sudah layak dijadikan contoh ruang dialektis yang mumpuni. Seluruh kandidat menampilkan program dan gagasan mereka secara jelas dan meyakinkan.Â
Pertanyaan yang disampaikan oleh masing-masing kandidat kepada paslon lawan terlihat mengutamakan program kerja dan menuntut kepiawaian masing-masing paslon untuk merealisasikan program kerjanya. Semoga kedepan ajang Debat Kandidat semakin bermutu agar bisa menjadi ladang informasi bagi para pemilih sebelum menentukan pilihan. Selamat berkontestasi, dan jangan lupa gunakan hak konstitusi. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H