Mohon tunggu...
Perwita Suci
Perwita Suci Mohon Tunggu... Freelancer - Student

Happiness Girl

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Taktik Jitu di Debat Ketiga Pilkada Jakarta, Siapa Unggul?

27 November 2024   11:57 Diperbarui: 27 November 2024   11:57 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Dampak negative dari strategi saling setuju ini adalah memperlihatkan secara gamblang, bahwa setiap kandidat tidak menguasi topik pertanyaan yang diangkat. Ketiga calon Gubernur hanya focus pada komitmen mereka mendukung apapun Keputusan dari pemerintah pusat, dan mengabaikan dampak buruk yang mungkin terjadi di kemudian hari. 

Jika demikian, dapat dipastikan ruang demokrasi untuk saling mengawasi, kini hanya sekedar basa basi. Seharusnya, sebagai Calon Gubernur Jakarta, Dimana wilayah pemerintahannya merupakan pusat ekonomi Indonesia, mampu menjadi salah satu pengawas "yang disegani" oleh pemerintah pusat.

Attacking Strategy; Puncak Dialektika Debat Pilkada

Memasuki sesi ke-empat dan kelima, suasana panggung debat Pilkada kian memanas. Pasalnya, pada sesi ini masing-masing pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur diberikan kesempatan untuk melontarkan pertanyaan kepada pasangan calon lainnya. 

Bak kendaraan bermotor, masing-masing pasangan calon telah memanaskan mesin kendaraannya pada sesi awal, sehingga dua sesi sebelum penutup ini menjadi puncak ruang dialektis bagi masing-masing Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta.

Strategi saling serang pada sesi ke-empat Debat Ketiga Pilkada Jakarta dimulai dengan memberikan kesempatan kepada pasangan calon nomor tiga, Pramono Anung dan Rano Karno untuk memberikan pertanyaan kepada pasangan calon nomor satu dan dua. Pramono Anung menampilkan gaya komunikasi dynamic style, dengan ciri khas menyerang yang dilengkapi dengan intonasi menggebu-gebu. 

Hal ini terlihat saat dirinya menggunakan kata "imajinasi" sebagai kiasan bahwa program kerja RK-Suswono yang hendak memindahkan Balai Kota Jakarta ke bagian Jakarta Utara tidak akan terwujud karena kegagalan RK sebelumnya untuk memindahkan pusat pemerintahan Jawa Barat.

Selain itu, saat menaggapi jawaban dari paslon lain, Pramono juga terlihat terpancing emosi, terutama ketika memberikan tanggapan atas jawaban RK yang menyamakan bahwa IKN juga merupakan salah satu program yang dimulai dari imajanasi. Pramono dengan tegas menyatakan bahwa dirinya lebih banyak terlibat dalam proyek IKN sehingga ia merasa lebih tahu bahwa proses IKN itu bukan sekedar imajinasi belaka.

Berbeda dengan Pramono, Rano Karno sebagai pasangannya memiliki gaya komunikasi equalitarian style. Gaya ini berfokus pada prinsip kesetaraan, di mana tidak ada hierarki yang mendominasi. Hal ini terlihat saat Rano Karno membuka pertanyaan untuk Paslon lain dengan menggunakan kata "sahabat saya". 

Pertanyaan yang diajukan pun sangat simple dan sederhana mengenai mengapa Jakarta masih menerima dampak banjir, sementara sebagian besar waduk di Jawa Barat sudah beroperasi. 

Saat menanggapi pertanyaan mengenai SPBU terapung, Rano Karno terlihat lebih mengutamakan kemaslahatan warga (ciri utama equalitarian style) dengan terus memberikan alasan bahwa tanpa SPBU terapung, warga akan kesulitan menjalani mobilitas kehidupan. Sejauh ini, gaya komunikasi equalitarian style, cenderung lebih disukai oleh pemilih Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun