Uniknya Harish Nataradjan berhasil memperoleh kemenangan pada ajang debat publik di San Fransisco, Senin, 11 Februari 2019 dari Miss Debater yang merupakan sistem AI keluaran International Business Machines Corp (IBM) yang mampu mengidentikasi argumen dengan relevan terhadap topik apa pun dan menyampaikannya dengan cara yang persuasif sekaligus kohesif serta bisa menentukan fakta serta pendapat mana yang mendukung atau menentang. Kekalahan AI terletak pada lemahnya sisi kemanusiaan, mengutip Forbes, menyangkut 3 hal, etos (karakter), logo (alasan), dan paling krusial adalah pathos (perasaan).
Itulah yang bisa tapi tidak boleh diperbuat oleh disruptive people, tidak boleh dihapus dari digital native yaitu nalar, naluri dan budi. Disrupsi identitas Napoleon Bonaparte tidak banyak dikenang, justeru entitas Eroica karya Beethoven adalah yang dikenal, dan dinikmati abadi.
Lalu apakah kita harus menolak disrupsi ini? Tidak bisa, namun kita boleh membatasinya.
*coretan ini terinspirasi dari tulisan Yth. TM Luthfi Yazid tentang "Disrupsi hukum dan profesi Advokat atau disrupsi dunia Advokat (disruption in legal industries)".
Adv. Agung Pramono, SH., CIL.
Kongres Advokat Indonesia [KAI - Pimpinan TSH]
Anggota Forum Intelektual KAI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H