"Memangnya mau untuk apa semua sangkar ini? Tidak semua orang suka memelihara burung. Belum lagi, sekarang burung tinggal sedikit. Apa tidak ada pekerjaan lain yang bisa menghasilkan uang lebih banyak," ujar Bu Indri sambil membersihkan potongan kayu sisa membuat sangkar.
"Kenapa tidak Ibu saja yang bekerja lagi?" sahut Jarwo.
"Ibu sudah malu dengan tetangga. Banyak utang, bahkan malu sebelum melangkah lebih lanjut lagi," sahut Ibunya Jarwo.
Jarwo kemudian pergi meninggalkan ruang bekerja di rumah itu. Meraih ponselnya lagi dan memainkan game kesukaannya.
"Mau main game lagi ?" tanya Ibunya Jarwo.
Belum sempat Jarwo menjawab. Ada suara piring terjatuh. Bu Indri segera melihat ke arah piring itu.
Tak ada yang menyangka, Bapaknya Jarwo meninggal setelah membaca pesan. Belum sempat ia menikmati seduhan teh terakhir. Teh terakhir yang dibeli Jarwo. Bukan diutang.
"Tagihan utang dan semua yang harus dibayar sudah Jarwo lunasi. Ibu jangan ngutang lagi. Bapak jangan minum teh lagi dan makan gethuk. Itu lebih baik, dari pada Ibuk berisik ngomel setiap hari,"
Jarwo tersenyum di kamarnya. Setelah selesai bermain game. Ia juga minum teh buatannya sendiri. Teh bercampur racun.
Godean, 29 Juli 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H