Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Seduhan Teh Terakhir

29 Juli 2023   13:55 Diperbarui: 29 Juli 2023   13:58 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Jarwo kemudian mengendarai motor tua miliknya, sesaat kemudian, Bapaknya bangun dan mencari teh dan gethuk. Tapi tidak ada.

***

"Buk, tolong aku dibantu modal. Aku mau buka usaha, mungkin ditambah sedikit-sedikit dari uang saku. Kalau bisa dari uang saku," usul Jarwo saat sarapan. Besar harapannya itu bisa terwujud. Namun, menatap menu sarapannya saja, sudah merasa tak yakin. Hari demi hari, hanya nasi dengan tempe. Itu sudah baik, kadang bisa juga nasi dengan garam

"Modal apa lagi?" tanya Ibuknya sambil menyiapkan potongan gethuk kesukaan Bapak. Bapak sempat terhenti sejenak dari kegiatannya membuat sangkar.

"Kenapa tidak membantu Bapak saja. Itu sudah menjadi usaha malah," timpal Ibuknya Jarwo.

"Sudahlah, Bu. Ibuk juga tidak mau mengerti. Percuma nanti cerita panjang lebar. Tetap saja, uangnya tidak ada," Jawab Jarwo.

Jarwo mengerti, keperluan hidup sehari-hari sudah sulit dipenuhi. Belum lagi, tidak ada warisan atau tanah untuk dikerjakan. Hanya dengan tenaga dan usaha, keluarganya bisa hidup. Mungkin, itu yang menjadi penyebab mereka jatuh miskin. Jarwo selalu keheranan, bagaimana mungkin semua saudara Bapak dan Ibuknya kaya. Tapi, mereka sendiri malah hidup daam kekurangan.

"Kamu ini sudah besar. Malah minta uang terus. Harusnya sudah bisa memberi uang ke orangtua. Paling tidak, bantu-bantu untuk membayar utang. Sudah banyak utang di mana-mana untuk sekolahmu. Tetap saja, kamu sekarang minta uang," ujar Ibuknya Jarwo.

"Sudahlah, aku pergi saja dulu. Siapa tahu ada sesuatu yang dikerjakan," ujar Jarwo setelah selesai makan. Itu dilakukan ketika Bapaknya mulai mendekati meja makan. Belum sampai berpapasan, Jarwo sudah pergi duluan.

Suara motor Jarwo terdengar menjauh. Sambil membawa pancing, Jarwo pergi dengan topi kesukaannya. Tak terlupa, menyapa beberapa tetangga. Perlahan, suara kicauan burung bersahut-sahutan. Lalu, terdengar beberapa orang saling berbicara ketika Jarwo menjauh dari rumahnya.

"Kenapa lagi anak itu?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun